Abu Nawas dan Kambing Besar dengan Tanduk Sejengkal
Selasa, 19 Mei 2020 - 03:02 WIB
“Mengapa kamu terlambat datang kemari?” tanya Baginda Sultan.
“Ya tuanku, patik terlambat datang karena patik sakit kaki,” jawab Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas…” kata Sultan. “Saat ini telah datang kemari saudagar itu bersama istri, anak dan seekor kambing yang besar badannya. Coba selesaikan masalah ini dengan baik.”
“Baiklah,” kata Abu Nawas, “Akan hamba selesaikan masalah ini.” Bukan main senang hati Baginda mendengar jawaban itu.
Abu Nawas menarik kambing dan anak saudagar itu. Jari tangan kiri anak tersebut dijengkalkan ke tanduk kambing dan ternyata sama panjangnya. Baginda Sultan dan seluruh yang hadir di balairung heran memikirkan ulah Abu Nawas.
“Ya tuanku, hamba mohon ampun,” kata Abu Nawas. “Jika hamba tidak salah ingat, saudagar itu mengatakan bahwa lebar tanduk kambing itu sejengkal. Karena yang dinazarkan anak ini, jari anak inilah yang hamba jengkalkan ke tanduk kambing itu, dan ternyata pas benar. Jadi kambing ini boleh disembelih untuk membayar nazar. Itulah pendapat hamba. Jika salah, hamba serahkan keputusannya kepada Baginda dan semua orang yang hadir disini.”
“Pendapat Abu Nawas aku kira benar,” kata Baginda Sultan dengan sangat meyakinkan.
Bukan main senang hati saudagar itu karena ia dapat membayar lunas nazarnya. Maka diberikanlah hadiah kepada Abu Nawas berupa uang seratur dirham, kemudian ia mohon pamit kepada Sultan, pulang ke negerinya.( )
“Ya tuanku, patik terlambat datang karena patik sakit kaki,” jawab Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas…” kata Sultan. “Saat ini telah datang kemari saudagar itu bersama istri, anak dan seekor kambing yang besar badannya. Coba selesaikan masalah ini dengan baik.”
“Baiklah,” kata Abu Nawas, “Akan hamba selesaikan masalah ini.” Bukan main senang hati Baginda mendengar jawaban itu.
Abu Nawas menarik kambing dan anak saudagar itu. Jari tangan kiri anak tersebut dijengkalkan ke tanduk kambing dan ternyata sama panjangnya. Baginda Sultan dan seluruh yang hadir di balairung heran memikirkan ulah Abu Nawas.
“Ya tuanku, hamba mohon ampun,” kata Abu Nawas. “Jika hamba tidak salah ingat, saudagar itu mengatakan bahwa lebar tanduk kambing itu sejengkal. Karena yang dinazarkan anak ini, jari anak inilah yang hamba jengkalkan ke tanduk kambing itu, dan ternyata pas benar. Jadi kambing ini boleh disembelih untuk membayar nazar. Itulah pendapat hamba. Jika salah, hamba serahkan keputusannya kepada Baginda dan semua orang yang hadir disini.”
“Pendapat Abu Nawas aku kira benar,” kata Baginda Sultan dengan sangat meyakinkan.
Bukan main senang hati saudagar itu karena ia dapat membayar lunas nazarnya. Maka diberikanlah hadiah kepada Abu Nawas berupa uang seratur dirham, kemudian ia mohon pamit kepada Sultan, pulang ke negerinya.( )
(mhy)