Golongan Perempuan yang Wajib Bayar Fidyah Setelah Ramadhan
Minggu, 09 Mei 2021 - 11:33 WIB
Bulan Ramadhan sudah memasuki hari-hari terakhir. Manfaatkan 10 hari terakhir ini untuk tetap fokus meningkatkan ibadah karena ada banyak pahala di saat-saat akhir Ramadhan ini. Namun, bagi kaum muslimah , tentu saja mereka ada kalanya tidak bisa menjalankan ibadah selama 1 bulan penuh. Ada kendala datang haid atau kendala lainnya, seperti hamil dan menyusui.
Nah, bagi muslimah yang terkena halangan-halangan kewanitaan tersebut, nanti di luar Ramadhan siapkan pengganti batalnya puasa tersebut sesuai ketentuan yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.
Dari shahabat Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Sesungguhnya Allah memberikan keringanan setengah dari kewajiban sholat (yakni dengan mengqoshor) dan kewajiban bershaum kepada seorang musafir serta wanita hamil dan menyusui.” [HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i dan Al-Imam Ahmad].
Pelajaran yang terdapat di dalam hadis adalah :
Wanita Hamil atau menyusui mendapatkan ruhsoh (keringanan) untuk tidak berpuasa dan harus mengganti dengan qodho' atau fidyah dalam hal ini ada tiga pendapat. Pendapat pertama, sisi pendalilan dari hadits di atas bahwa Allah subhanahu wata’ala mengaitkan hukum bagi musafir sama dengan wanita hamil atau menyusui.
Hukum bagi seorang musafir yang berifthar (tidak bershaum) di wajibkan baginya qadha`, maka wanita hamil atau menyusui yang berifthar (tidak bershaum) terkenai pada keduanya kewajiban qadha` saja tanpa fidyah sebagaimana musafir.
Pendapat ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Asy-Syaikh Bin Baz , Asy-Syaikh Al-’Utsaimin , dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Fatawa Al-Lajnah.
Pendapat kedua, bahwa wanita hamil atau menyusui yang berifthar (tidak bershaum) karena kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya, wajib atasnya untuk membayar fidyah, tanpa harus mengqadha`.
Di antara dalil mereka yaitu :
1) Atsar Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata :
الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا عَلَى أَوْلاَدِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا [رواه أبو داود]
“Wanita hamil atau menyusui dalam keadaan keduanya takut terhadap anaknya boleh bagi keduanya berifthar (tidak bershaum) dan wajib bagi keduanya membayar fidyah. ([HR Abu Dawud).
2) Juga atsar Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa beliau berkata :
إِذَا خَافَتِ الحَامِلُ عَلَى نَفْسِهَا وَالمُرْضِعُ عَلَى وَلَدِهَا فِي رَمَضَانَ، قَالَ : يُفْطِرَانِ وَيُطْعِمَانِ عَلَى كُلِّ يَوْمٍ مَسْكِيْنًا وَلاَ يَقْضِيَانِ صَوْمًا
(Ibnu Abbas ditanya), jika wanita hamil khawatir terhadap dirinya dan wanita menyusui khawatir terhadap anaknya berifthor di bulan Ramadhan) beliau berkata : kedianya boleh berifthor dan wajib keduanya membayar fidyah pada setiap harinya seorang miskin dan tidak ada qodho’ bagi keduanya. (Kitab Tafsir Ath-Thabari).
Nah, bagi muslimah yang terkena halangan-halangan kewanitaan tersebut, nanti di luar Ramadhan siapkan pengganti batalnya puasa tersebut sesuai ketentuan yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.
Dari shahabat Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Sesungguhnya Allah memberikan keringanan setengah dari kewajiban sholat (yakni dengan mengqoshor) dan kewajiban bershaum kepada seorang musafir serta wanita hamil dan menyusui.” [HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i dan Al-Imam Ahmad].
Pelajaran yang terdapat di dalam hadis adalah :
Wanita Hamil atau menyusui mendapatkan ruhsoh (keringanan) untuk tidak berpuasa dan harus mengganti dengan qodho' atau fidyah dalam hal ini ada tiga pendapat. Pendapat pertama, sisi pendalilan dari hadits di atas bahwa Allah subhanahu wata’ala mengaitkan hukum bagi musafir sama dengan wanita hamil atau menyusui.
Hukum bagi seorang musafir yang berifthar (tidak bershaum) di wajibkan baginya qadha`, maka wanita hamil atau menyusui yang berifthar (tidak bershaum) terkenai pada keduanya kewajiban qadha` saja tanpa fidyah sebagaimana musafir.
Pendapat ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Asy-Syaikh Bin Baz , Asy-Syaikh Al-’Utsaimin , dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Fatawa Al-Lajnah.
Pendapat kedua, bahwa wanita hamil atau menyusui yang berifthar (tidak bershaum) karena kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya, wajib atasnya untuk membayar fidyah, tanpa harus mengqadha`.
Di antara dalil mereka yaitu :
1) Atsar Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata :
الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا عَلَى أَوْلاَدِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا [رواه أبو داود]
“Wanita hamil atau menyusui dalam keadaan keduanya takut terhadap anaknya boleh bagi keduanya berifthar (tidak bershaum) dan wajib bagi keduanya membayar fidyah. ([HR Abu Dawud).
2) Juga atsar Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa beliau berkata :
إِذَا خَافَتِ الحَامِلُ عَلَى نَفْسِهَا وَالمُرْضِعُ عَلَى وَلَدِهَا فِي رَمَضَانَ، قَالَ : يُفْطِرَانِ وَيُطْعِمَانِ عَلَى كُلِّ يَوْمٍ مَسْكِيْنًا وَلاَ يَقْضِيَانِ صَوْمًا
(Ibnu Abbas ditanya), jika wanita hamil khawatir terhadap dirinya dan wanita menyusui khawatir terhadap anaknya berifthor di bulan Ramadhan) beliau berkata : kedianya boleh berifthor dan wajib keduanya membayar fidyah pada setiap harinya seorang miskin dan tidak ada qodho’ bagi keduanya. (Kitab Tafsir Ath-Thabari).
Baca Juga