Larangan Menyakiti Orang Lain
Jum'at, 11 Juni 2021 - 17:00 WIB
Seorang Muslim diajarkan untuk tidak melakukan perbuatan zalim atau menyakiti orang lain, termasuk aniaya bagi dirinya sendiri. Allah Subhanahu wa ta'ala bahkan menyebut akan memberi azab bagi orang yang zalim. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرًا
"Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang besar." (QS Al-Furqan : 19)
Begitu juga dengan Rasulullah Shallallahua alihi wa sallam yang memberitahukan bahwasanya seorang muslim yang baik adalah orang yang mampu mencegah dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.
Sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Imam Al-Baghawi berkata,
“Sebaik-baik orang Islam adalah mereka yang mampu melaksanakan hak-hak Allah dan hak-hak kaum muslimin serta menahan diri dari mencederai kehormatan mereka.”
Inilah kemuliaan yang dimiliki oleh dinul Islam, yang dapat membuahkan hal-hal yang terpuji dan hasil-hasil yang mulia serta menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk dan tercela.
Tentang larangan berbuat buruk kepada orang lain ini, Ustadz Abdul Halim Tri Hantoro, dari UIN Surakarta, menjelaskan, terdapat nash syariat yang melarang seorang muslim untuk berbuat buruk kepada orang lain apa pun bentuknya tanpa ada alasan yang dibenarkan agama.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 5)
Ayat di atas menjelaskan bahwa siapa saja yang menyakiti orang beriman baik laki-laki maupun perempuan, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, dan hanya berdasarkan kepada fitnah dan tuduhan yang dibuat-buat, maka sungguh mereka itu telah melakukan dosa yang nyata.
Menurut Muqatil sebagaimana dinukil oleh Imam al-Baghawy dalam tafsirnya, bahwasanya ayat ini, dalam salah satu pendapat, diturunkan sehubungan dengan tuduhan Abdullah bin Ubay terhadap Aisyah yang ia katakan telah berbuat mesum dalam perjalanannya pulang bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah memerangi Bani Mushthaliq, atau yang terkenal dengan haditsul Ifki.
Sedangkan dalam hadis disebutkan larangan untuk berbisik-bisik dengan orang lain, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ وَاحِدٍ فَإِنَّ ذَلِكَ يُؤْذِي الْمُؤْمِنَ وَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَكْرَهُ أَذَى الْمُؤْمِنِ
وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرًا
"Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang besar." (QS Al-Furqan : 19)
Begitu juga dengan Rasulullah Shallallahua alihi wa sallam yang memberitahukan bahwasanya seorang muslim yang baik adalah orang yang mampu mencegah dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.
Sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Imam Al-Baghawi berkata,
“Sebaik-baik orang Islam adalah mereka yang mampu melaksanakan hak-hak Allah dan hak-hak kaum muslimin serta menahan diri dari mencederai kehormatan mereka.”
Inilah kemuliaan yang dimiliki oleh dinul Islam, yang dapat membuahkan hal-hal yang terpuji dan hasil-hasil yang mulia serta menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk dan tercela.
Tentang larangan berbuat buruk kepada orang lain ini, Ustadz Abdul Halim Tri Hantoro, dari UIN Surakarta, menjelaskan, terdapat nash syariat yang melarang seorang muslim untuk berbuat buruk kepada orang lain apa pun bentuknya tanpa ada alasan yang dibenarkan agama.
Baca Juga
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 5)
Ayat di atas menjelaskan bahwa siapa saja yang menyakiti orang beriman baik laki-laki maupun perempuan, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, dan hanya berdasarkan kepada fitnah dan tuduhan yang dibuat-buat, maka sungguh mereka itu telah melakukan dosa yang nyata.
Menurut Muqatil sebagaimana dinukil oleh Imam al-Baghawy dalam tafsirnya, bahwasanya ayat ini, dalam salah satu pendapat, diturunkan sehubungan dengan tuduhan Abdullah bin Ubay terhadap Aisyah yang ia katakan telah berbuat mesum dalam perjalanannya pulang bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah memerangi Bani Mushthaliq, atau yang terkenal dengan haditsul Ifki.
Sedangkan dalam hadis disebutkan larangan untuk berbisik-bisik dengan orang lain, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ وَاحِدٍ فَإِنَّ ذَلِكَ يُؤْذِي الْمُؤْمِنَ وَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَكْرَهُ أَذَى الْمُؤْمِنِ