Abu Nawas Memang Debitur yang Cerdik, Tuan Tanah Kena Tipu
Rabu, 27 Mei 2020 - 06:41 WIB
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). (
)
Pada sore itu Abu Nawas duduk di beranda depan gubuknya. Sambil memandang langit biru yang mulai nampak senja, Abu Nawas berpikir bagaimana agar dapur rumahnya agar tetap mengepul.
Sementara itu tak jauh dari rumahnya ada seorang tuan tanah yang sudah pasti kaya. Rumahnya besar mentereng dengan seperangkat gudang makanan, lahan peternakan dan kamar-kamar mewah.
Hampir setiap orang yang berada di daerah itu bekerja dengan tuan tanah itu. Sayang tuan tanah itu pelitnya nauzubillah. Jika meminjamkan uang, maka dia memasang bunga selangit. Maklum, tuan tanah ini juga rentenir yang selalu mencari mangsa.
Abu Nawas dikenal sebagai tokoh yang tak sungkan-sungkan memberi "lebihan" jika meminjam duit kepada orang. Hanya saja, dia tidak pernah mau berurusan dengan tuan tanah itu. Tiap memberi lebihan, Abu Nawas selalu bilang, duitnya beranak. Begitu juga ketika ia meminjam seekor ayam maka ayam itu akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak.
Tentu saja, itu membuat tuan tanah kepingin Abu Nawas meminjam kepada dirinya. Abu Nawas tentu akan memberi keuntungan berlimpah. "Abu Nawas adalah debitur idaman," pikirnya.
Nah, sore itu terlintas dalam benak Abu Nawas untuk meminjam sesuatu kepada tuan tanah. Maka datangnya ia ke rumah si kaya itu.
Abu Nawas ingin meminjam 3 butir telur. Sudah barang tentu, tuan tanah setuju tanpa perlu proposal dan perjanjian segala. Bahkan tuan tanah itu menanyakan kepada Abu Nawas apakah ingin meminjam yang lain?
Abu Nawas menggelengkan kepala. "Ini saja dulu," jawabnya. Dia hanya butuh 3 butir telur.
Tuan tanah itu bertanya lagi dengan Abu Nawas kapan telur itu akan beranak? Abu Nawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.
Lima hari kemudian, Abu Nawas kembali ke rumah tuan tanah itu untuk mengembalikan telur 3 menjadi 5 butir. Melihat 5 butir telur betapa senangnya Tuan tanah itu. Ia lalu menanyakan kepada Abu Nawas apakah ia akan meminjam lagi.
Abu Nawas lalu meminjam piring tembikar sebanyak 2 buah. Tuan tanah itu memberikan dengan senang hati dan berharap piringnya itu menjadi banyak.
Lima hari kemudian Abu Nawas datang dengan membawa 3 piring tembikar. Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hati tuan tanah cukup gembira karena dua piring dulu hanya melahirkan 1 anak saja. Tak mengapa, pikir sang tuan tanah, karena bisa saja orang mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak.
Abu Nawas dan tuan tanah itu sama-sama senang. Oleh karena itu tuan tanah meminjamkan uang senilai 1000 dinar. Jumlah yang sangat besar, gaji buat seluruh karyawan dan pekerjanya selama 1 bulan. Tuan tanah itu berangan-angan bahwa uang yang dipinjam Abu Nawas nanti akan diapakan karena akan banyak beranak.
Tuan tanah itu menanti dengan tidak sabar. Ditunggu selama lima hari, Abu Nawas tidak kunjung datang. Hampir satu bulan, Abu Nawas juga tidak datang. Saat tuan tanah bermaksud mengirim debt collector, Abu Nawas tiba-tiba nongol.
Mulanya tuan tanah gembira. Tapi begitu Abu Nawas selesai menjelaskan persoalannya, tuan tanag jadi marah bukan kepalang.
“Sayang sekali tuan. Uang yang saya pinjam itu, bukannya beranak, malah tiga hari kemudian mati mendadak,” kata Abu Nawas.
Mendengar kata-kata itu betapa geramnya tuan tanah. Hampir saja Abu Nawas dihajar anak buah tuan tanah. Untung saja ada teman-teman Abu Nawas yang baru pulang dari bekerja melerainya.
Tuan tanah itu mengadukan kepada pengadilan dengan harapan Abu Nawas akan digantung. Pengadilan pun digelar. Abu Nawas membeberkan semua duduk permasalahanya. Demikian juga tuan tanah itu menjelaskan.
Pengadilan pun memutuskan cukup rasional. Kalau sesuatu bisa beranak sudah pasti bisa mati. Dan Abu Nawas telah menjalankan lakonnya dengan baik. Adapun tuan tanah yang tamak itu telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak, pelit. ( )
Pada sore itu Abu Nawas duduk di beranda depan gubuknya. Sambil memandang langit biru yang mulai nampak senja, Abu Nawas berpikir bagaimana agar dapur rumahnya agar tetap mengepul.
Sementara itu tak jauh dari rumahnya ada seorang tuan tanah yang sudah pasti kaya. Rumahnya besar mentereng dengan seperangkat gudang makanan, lahan peternakan dan kamar-kamar mewah.
Hampir setiap orang yang berada di daerah itu bekerja dengan tuan tanah itu. Sayang tuan tanah itu pelitnya nauzubillah. Jika meminjamkan uang, maka dia memasang bunga selangit. Maklum, tuan tanah ini juga rentenir yang selalu mencari mangsa.
Abu Nawas dikenal sebagai tokoh yang tak sungkan-sungkan memberi "lebihan" jika meminjam duit kepada orang. Hanya saja, dia tidak pernah mau berurusan dengan tuan tanah itu. Tiap memberi lebihan, Abu Nawas selalu bilang, duitnya beranak. Begitu juga ketika ia meminjam seekor ayam maka ayam itu akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak.
Tentu saja, itu membuat tuan tanah kepingin Abu Nawas meminjam kepada dirinya. Abu Nawas tentu akan memberi keuntungan berlimpah. "Abu Nawas adalah debitur idaman," pikirnya.
Nah, sore itu terlintas dalam benak Abu Nawas untuk meminjam sesuatu kepada tuan tanah. Maka datangnya ia ke rumah si kaya itu.
Abu Nawas ingin meminjam 3 butir telur. Sudah barang tentu, tuan tanah setuju tanpa perlu proposal dan perjanjian segala. Bahkan tuan tanah itu menanyakan kepada Abu Nawas apakah ingin meminjam yang lain?
Abu Nawas menggelengkan kepala. "Ini saja dulu," jawabnya. Dia hanya butuh 3 butir telur.
Tuan tanah itu bertanya lagi dengan Abu Nawas kapan telur itu akan beranak? Abu Nawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.
Lima hari kemudian, Abu Nawas kembali ke rumah tuan tanah itu untuk mengembalikan telur 3 menjadi 5 butir. Melihat 5 butir telur betapa senangnya Tuan tanah itu. Ia lalu menanyakan kepada Abu Nawas apakah ia akan meminjam lagi.
Abu Nawas lalu meminjam piring tembikar sebanyak 2 buah. Tuan tanah itu memberikan dengan senang hati dan berharap piringnya itu menjadi banyak.
Lima hari kemudian Abu Nawas datang dengan membawa 3 piring tembikar. Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hati tuan tanah cukup gembira karena dua piring dulu hanya melahirkan 1 anak saja. Tak mengapa, pikir sang tuan tanah, karena bisa saja orang mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak.
Abu Nawas dan tuan tanah itu sama-sama senang. Oleh karena itu tuan tanah meminjamkan uang senilai 1000 dinar. Jumlah yang sangat besar, gaji buat seluruh karyawan dan pekerjanya selama 1 bulan. Tuan tanah itu berangan-angan bahwa uang yang dipinjam Abu Nawas nanti akan diapakan karena akan banyak beranak.
Tuan tanah itu menanti dengan tidak sabar. Ditunggu selama lima hari, Abu Nawas tidak kunjung datang. Hampir satu bulan, Abu Nawas juga tidak datang. Saat tuan tanah bermaksud mengirim debt collector, Abu Nawas tiba-tiba nongol.
Mulanya tuan tanah gembira. Tapi begitu Abu Nawas selesai menjelaskan persoalannya, tuan tanag jadi marah bukan kepalang.
“Sayang sekali tuan. Uang yang saya pinjam itu, bukannya beranak, malah tiga hari kemudian mati mendadak,” kata Abu Nawas.
Mendengar kata-kata itu betapa geramnya tuan tanah. Hampir saja Abu Nawas dihajar anak buah tuan tanah. Untung saja ada teman-teman Abu Nawas yang baru pulang dari bekerja melerainya.
Tuan tanah itu mengadukan kepada pengadilan dengan harapan Abu Nawas akan digantung. Pengadilan pun digelar. Abu Nawas membeberkan semua duduk permasalahanya. Demikian juga tuan tanah itu menjelaskan.
Pengadilan pun memutuskan cukup rasional. Kalau sesuatu bisa beranak sudah pasti bisa mati. Dan Abu Nawas telah menjalankan lakonnya dengan baik. Adapun tuan tanah yang tamak itu telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak, pelit. ( )
(mhy)