Piagam Madinah dan Terusirnya Kaum Yahudi dari Tanah Suci
Rabu, 30 Juni 2021 - 14:16 WIB
Salah satu rahasia kekuatan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam untuk bisa mengusir kekuatan Yahudi dari Madinah adalah sejak awal mereka diikat dengan Piagam Madinah. Yahudi terpental dari Madinah karena mereka yang menandatangani Piagam Madinah dan mereka pun yang mengkhianatinya.
Demikian kata Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA saat bercerita tentang Piagam Madinah (Shahifatul Madinah) dikutip dari media sosialnya, kemarin. Secara teknis, isi Piagam Madinah melibatkan tiga unsur utama penduduk Madinah, yaitu Muhajirin, Anshar dan Yahudi.
Ustaz Ahmad Sarwat menceritakan penyebab Yahudi terusir dari Madinah dan sikap Rasulullah SAW kepada mereka. Berikut kisahnya diupaparkan secara singkat. Inilah tiga pihak yang terlibat dalam Piagam Madinah:
1. Kaum Muhajirin
Mereka adalah pemeluk Islam namun bukan penduduk asli Madinah. Mereka datang berhijrah ke Madinah demi untuk dapat perlindungan dari orang Mekkah oleh penduduk Madinah, setelah diawali dengan terjadinya dua kali bai’at (perjanjian) antara Rasulullah SAW dengan penduduk Madinah, dalam hal ini para anshar.
Hijrahnya para muhajirin dari Mekkah ini selain kisah suksesnya, namun di balik itu semua tentu saja juga menjadi beban tersendiri buat penduduk Madinah. Di masa modern ini kita bisa menyaksikan bagaimana negara-negara tertentu yang menolak arus pengungsi dari negara lain, entah akibat konflik, bencana atau pun kejadian lain.
Sebab membuka kran migrasi itu berarti menanggung banyak hal, selain yang paling utama adalah beban ekonomi. Kalau masuknya warga asing ke suatu negara sudah bisa dijamin akan membawa keuntungan ekonomi, tentu saja pintunya terbuka.
Misalnya mau menanam modal dan investasi, pasti hal itu akan disambut dengan tangan terbuka. Sebab setiap negara pasti butuh masukan devisa.
Tidak terkecuali negara yang sudah makmur dan maju. Mereka dengan tangan terbuka pasti akan menyambut siapa pun yang akan masuk ke negeri itu, asalkan punya potensi memberikan keuntungan secara ekonomi.
"Mahasiswa kita dapat beasiswa gratisan dari negara maju, tetap ada pertimbangan ekonomisnya. Karena nanti kalau sudah lulus, mereka juga yang akan memetik hasilnya. Berapa banyak mahasiswa kita akhirnya tidak pulang balik ke tanah air, lantaran ilmunya tidak terpakai di sini," kata Ustaz Sarwat.
Di sisi lain, masuknya ekspatriat Barat di Saudi Arabia dan negara-negara teluk misalnya, juga ada alasan ekonomisnya. Mereka sangat dihormati dan digelari karpet merah.
Kenapa? Karena kedatangan mereka dianggap membawa rejeki, yaitu dengan teknologi yang mereka miliki, gurun pasir tandus itu akan mengeluarkan milyaran dolar alias kekayaan.
Bahkan kalau pun para ekspatriat itu pasti juga akan mendapatkan keuntungan yang besar pula, tapi sudah bisa dipastikan negara pasti juga dapat uang yang besar.
Dengan adanya para ekspratriat itulah ekonomi Saudi Arabia jadi sedemikian maju dan sejahtera, sehingga mereka membebaskan semua pajak apa pun di sana. Termasuk di Saudi tidak pernah ada bea masuk atas barang produk negara lain.
Dan yang pasti, seluruh sekolah, kampus dan lembaga pendidikan di semua jenjangnya dibiayai oleh negara, bahkan para murid dan mahasiswanya pun diberi mukafaah atau uang saku.
Tidak harus berprestasi, pokoknya asal masih aktif sekolah dan kuliah, tiap bulan akan dibayar oleh negara. Dari mana uangnya?
Dari jual minyak bumi. Minyak yang selama berjuta tahun mengendap di bumi mereka dan tidak bisa dimanfaatkan, dengan datangnya para ekspatrait itulah baru kemudian minyak itu ada gunanya. Wajar kalau negara Saudi Arabia menganak-emaskan para ekspatriat.
Namun begitu minyaknya hampir habis, barulah Saudi menerapkan pajak dan bea masuk. Kalau kita bandingkan dengan para muhajirin yang bermigrasi ke Madinah, maka kita belum menemukan faktor keuntungan secara finansial yang membuat mereka tertarik untuk menerima kedatangan para muhajirin.
Demikian kata Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA saat bercerita tentang Piagam Madinah (Shahifatul Madinah) dikutip dari media sosialnya, kemarin. Secara teknis, isi Piagam Madinah melibatkan tiga unsur utama penduduk Madinah, yaitu Muhajirin, Anshar dan Yahudi.
Ustaz Ahmad Sarwat menceritakan penyebab Yahudi terusir dari Madinah dan sikap Rasulullah SAW kepada mereka. Berikut kisahnya diupaparkan secara singkat. Inilah tiga pihak yang terlibat dalam Piagam Madinah:
1. Kaum Muhajirin
Mereka adalah pemeluk Islam namun bukan penduduk asli Madinah. Mereka datang berhijrah ke Madinah demi untuk dapat perlindungan dari orang Mekkah oleh penduduk Madinah, setelah diawali dengan terjadinya dua kali bai’at (perjanjian) antara Rasulullah SAW dengan penduduk Madinah, dalam hal ini para anshar.
Hijrahnya para muhajirin dari Mekkah ini selain kisah suksesnya, namun di balik itu semua tentu saja juga menjadi beban tersendiri buat penduduk Madinah. Di masa modern ini kita bisa menyaksikan bagaimana negara-negara tertentu yang menolak arus pengungsi dari negara lain, entah akibat konflik, bencana atau pun kejadian lain.
Sebab membuka kran migrasi itu berarti menanggung banyak hal, selain yang paling utama adalah beban ekonomi. Kalau masuknya warga asing ke suatu negara sudah bisa dijamin akan membawa keuntungan ekonomi, tentu saja pintunya terbuka.
Misalnya mau menanam modal dan investasi, pasti hal itu akan disambut dengan tangan terbuka. Sebab setiap negara pasti butuh masukan devisa.
Tidak terkecuali negara yang sudah makmur dan maju. Mereka dengan tangan terbuka pasti akan menyambut siapa pun yang akan masuk ke negeri itu, asalkan punya potensi memberikan keuntungan secara ekonomi.
"Mahasiswa kita dapat beasiswa gratisan dari negara maju, tetap ada pertimbangan ekonomisnya. Karena nanti kalau sudah lulus, mereka juga yang akan memetik hasilnya. Berapa banyak mahasiswa kita akhirnya tidak pulang balik ke tanah air, lantaran ilmunya tidak terpakai di sini," kata Ustaz Sarwat.
Di sisi lain, masuknya ekspatriat Barat di Saudi Arabia dan negara-negara teluk misalnya, juga ada alasan ekonomisnya. Mereka sangat dihormati dan digelari karpet merah.
Kenapa? Karena kedatangan mereka dianggap membawa rejeki, yaitu dengan teknologi yang mereka miliki, gurun pasir tandus itu akan mengeluarkan milyaran dolar alias kekayaan.
Bahkan kalau pun para ekspatriat itu pasti juga akan mendapatkan keuntungan yang besar pula, tapi sudah bisa dipastikan negara pasti juga dapat uang yang besar.
Dengan adanya para ekspratriat itulah ekonomi Saudi Arabia jadi sedemikian maju dan sejahtera, sehingga mereka membebaskan semua pajak apa pun di sana. Termasuk di Saudi tidak pernah ada bea masuk atas barang produk negara lain.
Dan yang pasti, seluruh sekolah, kampus dan lembaga pendidikan di semua jenjangnya dibiayai oleh negara, bahkan para murid dan mahasiswanya pun diberi mukafaah atau uang saku.
Tidak harus berprestasi, pokoknya asal masih aktif sekolah dan kuliah, tiap bulan akan dibayar oleh negara. Dari mana uangnya?
Dari jual minyak bumi. Minyak yang selama berjuta tahun mengendap di bumi mereka dan tidak bisa dimanfaatkan, dengan datangnya para ekspatrait itulah baru kemudian minyak itu ada gunanya. Wajar kalau negara Saudi Arabia menganak-emaskan para ekspatriat.
Namun begitu minyaknya hampir habis, barulah Saudi menerapkan pajak dan bea masuk. Kalau kita bandingkan dengan para muhajirin yang bermigrasi ke Madinah, maka kita belum menemukan faktor keuntungan secara finansial yang membuat mereka tertarik untuk menerima kedatangan para muhajirin.