Imam Syafi'i Tak Pernah Menyatakan Baca Al-Qur'an di Kuburan Itu Bid'ah
Senin, 27 September 2021 - 18:13 WIB
Syeikh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi (wafat 311 H) mempunyai kitab khusus terkait membaca Al-Qur'an di kuburan. Kitab itu berjudul: "Al-Qiraah Inda Al-Qubur".
Beliau menukil pernyataan Imam Syafi'i (wafat 204 H) dari Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H); salah seorang murid Imam Syafi'i dan guru dari sekian banyak Muhaddits, seperti Imam Al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Huzaimah.
Disebutkan dalam Kitab Al-Qira'ah Inda Al-Qubur:
أخبرني روح بن الفرج، قال: سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني، يقول: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال: لا بأس به
Al-Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H) bertanya kepada Imam as-Syafi'i tentang membaca Al-Qur'an di kuburan. Beliau menjawab: "Iya, tidak apa-apa" (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi w. 311 H, al-Qiraah inda al-Qubur, h. 89)
Kedua, tentu yang lebih paham tentang fiqih Syafi'i adalah para ulama asli madzhab Syafi'i, bukan ulama dari non Syafi'iyyah. Karena sangat rentan mutilasi pernyataan atau kesalahan dalam memahami perkataan.
Syekh al-Islam Zakaria Al-Anshari as-Syafi'i (wafat 926 H) dan Ibnu Hajar Al-Haitami as-Syafi’i (wafat 974 H), sebagai ulama dalam madzhab as-Syafi’i menyimpulkan bahwa, maksud bacaan Al-Qur'an itu tidak sampai jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan di hadapan si mayit.
Ketiga, ini yang terpenting. Memang masalah ini menjadi perbedaan di antara para ulama sejak dahulu. Hanya saja perbedaan mereka terkait, "Sampai atau tidak", bukan pada "Boleh atau tidak boleh" atau "Ada tuntunannya atau tidak" atau "Rasulullah melakukannya atau tidak".
"Sebenarnya ikhtilaf ini bisa menjadi mudah, jika masih dalam tataran sampai atau tidak sampai. Bagi yang mengikuti ulama yang menyatakan sampai, ya silakan dilanjutkan, yang menyatakan tidak sampai ya, sudah tak usah mengamalkan. Simpel kan?" kata Ustaz Hanif Luthfi.
Wallahu A'lam
Ustaz Hanif Luthfi, pengajar Rumah Fiqih Indonesia.
Beliau menukil pernyataan Imam Syafi'i (wafat 204 H) dari Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H); salah seorang murid Imam Syafi'i dan guru dari sekian banyak Muhaddits, seperti Imam Al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Huzaimah.
Disebutkan dalam Kitab Al-Qira'ah Inda Al-Qubur:
أخبرني روح بن الفرج، قال: سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني، يقول: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال: لا بأس به
Al-Hasan bin as-Shabbah az-Za'farani (wafat 260 H) bertanya kepada Imam as-Syafi'i tentang membaca Al-Qur'an di kuburan. Beliau menjawab: "Iya, tidak apa-apa" (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi w. 311 H, al-Qiraah inda al-Qubur, h. 89)
Kedua, tentu yang lebih paham tentang fiqih Syafi'i adalah para ulama asli madzhab Syafi'i, bukan ulama dari non Syafi'iyyah. Karena sangat rentan mutilasi pernyataan atau kesalahan dalam memahami perkataan.
Syekh al-Islam Zakaria Al-Anshari as-Syafi'i (wafat 926 H) dan Ibnu Hajar Al-Haitami as-Syafi’i (wafat 974 H), sebagai ulama dalam madzhab as-Syafi’i menyimpulkan bahwa, maksud bacaan Al-Qur'an itu tidak sampai jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan di hadapan si mayit.
Ketiga, ini yang terpenting. Memang masalah ini menjadi perbedaan di antara para ulama sejak dahulu. Hanya saja perbedaan mereka terkait, "Sampai atau tidak", bukan pada "Boleh atau tidak boleh" atau "Ada tuntunannya atau tidak" atau "Rasulullah melakukannya atau tidak".
"Sebenarnya ikhtilaf ini bisa menjadi mudah, jika masih dalam tataran sampai atau tidak sampai. Bagi yang mengikuti ulama yang menyatakan sampai, ya silakan dilanjutkan, yang menyatakan tidak sampai ya, sudah tak usah mengamalkan. Simpel kan?" kata Ustaz Hanif Luthfi.
Wallahu A'lam
Ustaz Hanif Luthfi, pengajar Rumah Fiqih Indonesia.
(rhs)