Muhammad Ali Pasha (4-Habis): Buta Huruf Peletak Dasar Mesir Modern
Selasa, 02 November 2021 - 05:15 WIB
Muhammad Ali Pasha tak pernah sekolah, maka ia buta huruf. Pekerjaan ayahnya penjual rokok eceran. Ia adalah orang yang pertama kali meletakkan landasan kebangkitan modern di Mesir .
HM Yusran Asmuni dalam bukunya berjudul Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam mengatakan Muhammad Ali Pasha adalah seorang yang buta huruf, namun dengan kecerdasan, keuletan, dan keberaniannya, ia dapat menguasai umat Islam.
"Ia adalah seorang yang ambisius, hal ini tampak dari segala bentuk pembaruan yang dilaksanakannya untuk kemajuan umat Islam itu sendiri," katanya.
Keturunan Turki
Muhammad Ali Pasha adalah keturunan Turki. Ia lahir pada bulan Januari 1765 M, di Kawalla, sebuah kota yang terletak di bagian utara Yunani, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849.
Kawalla menjadi bagian Turki Utsmani sejak ditaklukkan Sultan Muhammad II al-Fatih pada tahun 857 H/1453 M dan baru dapat melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun 1245/1829 M.
Ayah Muhammad Ali Pasha bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki, kelahiran Yunani. Ia mempunyai 17 orang anak, termasuk Muhammad Ali Pasha. Pekerjaan sang ayah penjual rokok, juga sebagai kepala penjaga pada sebuah kota di daerahnya.
Harun Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan Dalam Islam menyebut Muhammad Ali Pasha adalah seorang buta huruf. "Ia tidak memperoleh kesempatan untuk menempuh ilmu di sekolah, maka ia tidak pandai membaca dan menulis," ujarnya.
Hal ini dikarenakan ia harus bekerja keras untuk keperluan hidupnya.
Ketika menginjak usia dewasa, Muhammad Ali Pasha bekerja sebagai pemungut pajak. Karena keuletan dan rajin bekerja, akhirnya ia menjadi menantu kesayangan seorang gubernur Utsmani setempat.
Sejak saat itu pula bintangnya moncer. Pangkatnya naik. Ia kemudian masuk dalam dinas militer dan dalam lapangan ini juga sangat terlihat kecakapan dan kesanggupan ia dalam menjalankan tugas. Akhirnya ia diangkat menjadi seorang perwira.
Termotivasi Napoleon
Pada awal kehadiran Muhammad Ali Pasha di Mesir, hubungannya berjalan dengan mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya.
Hampir setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan. Ia dikenal sebagai perwira yang luwes dan mempunyai wawasan masa depan. Tetapi ketika ia mulai menerapkan ide-idenya, maka mulailah muncul tantangan dari penduduk Mesir terutama dari kaum ulama.
Hanya saja, karena kearifannya, Muhammad Ali Pasha dapat meredam setiap reaksi yang muncul. Dalam waktu singkat ia dapat mewujudkan program pembaruannya dalam berbagai bidang antara lain bidang militer, ekonomi, pendidikan, dan ilmu pengetahuan.
Philip K. Hitti dalam bukunya berjudul History Of The Arabs, memaparkan bahwa lahirnya keinginan Muhammad Ali Pasha untuk memajukan peradaban modern termotifasi dari unsur-unsur dan hal-hal baru yang dibawa oleh Napoleon Bonaparte, ketika ia memimpin ekspedisi di daerah-daerah kekuasaan pemerintahan yang dibangun oleh umat Islam.
Muhammad Ali Pasha menganggap kunci utama untuk menciptakan langgengnya kekuasaan adalah mengubah sistim
militer.
HM Yusran Asmuni dalam bukunya berjudul Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam mengatakan Muhammad Ali Pasha adalah seorang yang buta huruf, namun dengan kecerdasan, keuletan, dan keberaniannya, ia dapat menguasai umat Islam.
"Ia adalah seorang yang ambisius, hal ini tampak dari segala bentuk pembaruan yang dilaksanakannya untuk kemajuan umat Islam itu sendiri," katanya.
Keturunan Turki
Muhammad Ali Pasha adalah keturunan Turki. Ia lahir pada bulan Januari 1765 M, di Kawalla, sebuah kota yang terletak di bagian utara Yunani, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849.
Kawalla menjadi bagian Turki Utsmani sejak ditaklukkan Sultan Muhammad II al-Fatih pada tahun 857 H/1453 M dan baru dapat melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun 1245/1829 M.
Ayah Muhammad Ali Pasha bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki, kelahiran Yunani. Ia mempunyai 17 orang anak, termasuk Muhammad Ali Pasha. Pekerjaan sang ayah penjual rokok, juga sebagai kepala penjaga pada sebuah kota di daerahnya.
Harun Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan Dalam Islam menyebut Muhammad Ali Pasha adalah seorang buta huruf. "Ia tidak memperoleh kesempatan untuk menempuh ilmu di sekolah, maka ia tidak pandai membaca dan menulis," ujarnya.
Hal ini dikarenakan ia harus bekerja keras untuk keperluan hidupnya.
Ketika menginjak usia dewasa, Muhammad Ali Pasha bekerja sebagai pemungut pajak. Karena keuletan dan rajin bekerja, akhirnya ia menjadi menantu kesayangan seorang gubernur Utsmani setempat.
Sejak saat itu pula bintangnya moncer. Pangkatnya naik. Ia kemudian masuk dalam dinas militer dan dalam lapangan ini juga sangat terlihat kecakapan dan kesanggupan ia dalam menjalankan tugas. Akhirnya ia diangkat menjadi seorang perwira.
Termotivasi Napoleon
Pada awal kehadiran Muhammad Ali Pasha di Mesir, hubungannya berjalan dengan mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya.
Hampir setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan. Ia dikenal sebagai perwira yang luwes dan mempunyai wawasan masa depan. Tetapi ketika ia mulai menerapkan ide-idenya, maka mulailah muncul tantangan dari penduduk Mesir terutama dari kaum ulama.
Hanya saja, karena kearifannya, Muhammad Ali Pasha dapat meredam setiap reaksi yang muncul. Dalam waktu singkat ia dapat mewujudkan program pembaruannya dalam berbagai bidang antara lain bidang militer, ekonomi, pendidikan, dan ilmu pengetahuan.
Philip K. Hitti dalam bukunya berjudul History Of The Arabs, memaparkan bahwa lahirnya keinginan Muhammad Ali Pasha untuk memajukan peradaban modern termotifasi dari unsur-unsur dan hal-hal baru yang dibawa oleh Napoleon Bonaparte, ketika ia memimpin ekspedisi di daerah-daerah kekuasaan pemerintahan yang dibangun oleh umat Islam.
Muhammad Ali Pasha menganggap kunci utama untuk menciptakan langgengnya kekuasaan adalah mengubah sistim
militer.