Bukti-Bukti Keniscayaan Hari Akhir Menurut Al-Qur'an
Jum'at, 05 Juni 2020 - 14:36 WIB
PERLUKAH bukti tentang adanya hari akhir ? Kehidupan sesudah mati pasti adanya. Bukankah makhluk yang termulia adalah makhluk yang berjiwa? Bukankah yang termulia di antara mereka adalah yang memiliki kehendak dan kebebasan memilih? Kemudian yang termulia dari kelompok ini adalah yang mampu melihat jauh ke depan, serta mempertimbangkan dampak kehendak dan pilihan-pilihannya. (
)
Demikian logika kita berkata. Dari sini pula jiwa manusia memulai pertanyaan-pertanyaan baru. Sudahkah semua orang melihat dan merasakan akibat perbuatan-perbuatannya yang didasarkan oleh kehendak dan pilihannya itu? Sudahkah yang berbuat baik memetik buah perbuatannya? Sudahkah yang berbuat jahat menerima nista kejahatannya?
Jelas tidak, atau belum, bahkan alangkah banyak manusia-manusia baik yang dicambuk oleh kehidupan dengan cemeti-cemetinya, dan alangkah banyak pula orang-orang jahat yang disuapi oleh dunia dengan kenikmatan-kenikmatannya.
Kemah-kemah para perusak sangat menyenangkan. Mereka yang mendurhakai Tuhan (tampak) tenang. Ini semua dilihat oleh mataku, didengar oleh telingaku dan kuketahui sepenahnya.
Demikian Nabi Ayyub as yang mengalami kepahitan hidup mengeluh kepada Tuhan.
Quraish Shihab dalam Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat menjelaskan karena itu, demi tegaknya keadilan, harus ada satu kehidupan baru di mana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing. Itu sebabnya Al-Quran menamai hidup di akhirat sebagai al-hayawan yang berarti "hidup yang sempurna"; dan kematian dinamainya wafat yang arti harfiahnya adalah "kesempurnaan."
Sekian banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan hakikat di atas, antara lain:
إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا تَسْعَىٰ
Sesungguhnya saat (hari kiamat) akan datang. Aku dengan sengaja merahasiakan (waktu)-nya. Agar setiap jiwa diberi balasan (dan ganjaran) sesuai hasil usahanya (QS Thaha [20]: 15).
وَقَالَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا لَا تَاۡتِيۡنَا السَّاعَةُ ؕ قُلۡ بَلٰى وَرَبِّىۡ لَـتَاۡتِيَنَّكُمۡۙ عٰلِمِ الۡغَيۡبِ ۚ لَا يَعۡزُبُ عَنۡهُ مِثۡقَالُ ذَرَّةٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الۡاَرۡضِ وَلَاۤ اَصۡغَرُ مِنۡ ذٰ لِكَ وَلَاۤ اَكۡبَرُ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مُّبِيۡنٍۙ
لِّيَجۡزِىَ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا وَعَمِلُوۡا الصّٰلِحٰتِؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ مَّغۡفِرَةٌ وَّرِزۡقٌ كَرِيۡمٌ
وَالَّذِيۡنَ سَعَوۡ فِىۡۤ اٰيٰتِنَا مُعٰجِزِيۡنَ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ عَذَابٌ مِّنۡ رِّجۡزٍ اَلِيۡمٌ
Dan orang-orang yang kafir berkata, “Hari Kiamat itu tidak akan datang kepada kami.” Katakanlah, “Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, Kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh), agar Dia (Allah) memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga). Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu akan memperoleh azab, yaitu azab yang sangat pedih.(QS Saba' [34): 3-5)
Memang ada saja orang-orang yang tidak sabar dan tidak tahan menunggu. Mereka menghendaki agar perhitungan, ganjaran dan balasan diadakan segera -paling tidak di dunia ini juga. Tetapi mereka lupa bahwa hidup dan mati adalah ujian:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67]: 2).
Apakah mereka yang ingin segera melihat balasan itu menduga bahwa si pembunuh akan melangkah jika balasan segera ditimpakan kepadanya? Kemudian apakah masih bermakna suatu kebaikan bila segera pula dirasakan kesempurnaan ganjarannya? Jika demikian di mana letak ujiannya?
Demikian logika kita berkata. Dari sini pula jiwa manusia memulai pertanyaan-pertanyaan baru. Sudahkah semua orang melihat dan merasakan akibat perbuatan-perbuatannya yang didasarkan oleh kehendak dan pilihannya itu? Sudahkah yang berbuat baik memetik buah perbuatannya? Sudahkah yang berbuat jahat menerima nista kejahatannya?
Jelas tidak, atau belum, bahkan alangkah banyak manusia-manusia baik yang dicambuk oleh kehidupan dengan cemeti-cemetinya, dan alangkah banyak pula orang-orang jahat yang disuapi oleh dunia dengan kenikmatan-kenikmatannya.
Kemah-kemah para perusak sangat menyenangkan. Mereka yang mendurhakai Tuhan (tampak) tenang. Ini semua dilihat oleh mataku, didengar oleh telingaku dan kuketahui sepenahnya.
Demikian Nabi Ayyub as yang mengalami kepahitan hidup mengeluh kepada Tuhan.
Quraish Shihab dalam Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat menjelaskan karena itu, demi tegaknya keadilan, harus ada satu kehidupan baru di mana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing. Itu sebabnya Al-Quran menamai hidup di akhirat sebagai al-hayawan yang berarti "hidup yang sempurna"; dan kematian dinamainya wafat yang arti harfiahnya adalah "kesempurnaan."
Sekian banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan hakikat di atas, antara lain:
إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا تَسْعَىٰ
Sesungguhnya saat (hari kiamat) akan datang. Aku dengan sengaja merahasiakan (waktu)-nya. Agar setiap jiwa diberi balasan (dan ganjaran) sesuai hasil usahanya (QS Thaha [20]: 15).
وَقَالَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا لَا تَاۡتِيۡنَا السَّاعَةُ ؕ قُلۡ بَلٰى وَرَبِّىۡ لَـتَاۡتِيَنَّكُمۡۙ عٰلِمِ الۡغَيۡبِ ۚ لَا يَعۡزُبُ عَنۡهُ مِثۡقَالُ ذَرَّةٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الۡاَرۡضِ وَلَاۤ اَصۡغَرُ مِنۡ ذٰ لِكَ وَلَاۤ اَكۡبَرُ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مُّبِيۡنٍۙ
لِّيَجۡزِىَ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا وَعَمِلُوۡا الصّٰلِحٰتِؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ مَّغۡفِرَةٌ وَّرِزۡقٌ كَرِيۡمٌ
وَالَّذِيۡنَ سَعَوۡ فِىۡۤ اٰيٰتِنَا مُعٰجِزِيۡنَ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ عَذَابٌ مِّنۡ رِّجۡزٍ اَلِيۡمٌ
Dan orang-orang yang kafir berkata, “Hari Kiamat itu tidak akan datang kepada kami.” Katakanlah, “Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, Kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh), agar Dia (Allah) memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga). Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu akan memperoleh azab, yaitu azab yang sangat pedih.(QS Saba' [34): 3-5)
Memang ada saja orang-orang yang tidak sabar dan tidak tahan menunggu. Mereka menghendaki agar perhitungan, ganjaran dan balasan diadakan segera -paling tidak di dunia ini juga. Tetapi mereka lupa bahwa hidup dan mati adalah ujian:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67]: 2).
Apakah mereka yang ingin segera melihat balasan itu menduga bahwa si pembunuh akan melangkah jika balasan segera ditimpakan kepadanya? Kemudian apakah masih bermakna suatu kebaikan bila segera pula dirasakan kesempurnaan ganjarannya? Jika demikian di mana letak ujiannya?