Kontroversi Nabi Zulkifli dan Perempuan Seharga 60 Dirham
Sabtu, 01 Januari 2022 - 14:48 WIB
Dia adalah Kifli. Sebagian ulama menganggap kisah yang didasarkan pada sebuah hadits ini adalah Kifli yang lain, bukan Nabi Zulkifli AS.
Dalam buku "Jejak 25 Nabi dan Rasul" yang disusun Ahmad Muhammad Ahmad al-Mughaini dkk (2011) disebutkan sebuah hadits yang disampaikan Ibnu Umar bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Kifli adalah seseorang dari Bani Israel yang tidak menghindari dari dosa yang dilakukannya. Suatu ketika ada seorang perempuan yang datang kepadanya, lalu dia memberikan enam puluh dirham kepada perempuan itu dengan syarat mau digauli.
Ketika Kifli sudah berniat untuk melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, tiba-tiba perempuan itu bergetar dan menangis.
Kifli bertanya kepada wanita itu, “Apa yang membuatmu menangis?"
Wanita itu menjawab, "Perbuatan ini tidak pernah aku lakukan sama sekali, tapi yang membuatku melakukan hal ini adalah karena didesak kebutuhan."
Kifli lalu berkata, "Pergilah engkau dan bawalah dinar-dinar tersebut. Demi Allah, Kifli tidak akan berbuat maksiat kepada Allah selama-lamanya."
Pada malam itu juga Kifli meninggal dunia dan di pintunya tertulis, Allah telah memberi ampunan kepada Kifli.”
At-Tirmidzi meriwayatkan dari A'masy tentang hadits ini dan menyatakan bahwa hadits ini hasan. Sementara itu, Abu Hatim meriwayatkan hadits ini pula dan dalam sanadnya nazhar (masih perlu dipertimbangkan lagi).
Adapun Ibnu Hibban menyatakan bahwa ia mempercayai hadits ini, sementara Imam ar-Razi tidak meriwayatkan selain hadits ini.
Hadits tersebut secara umum tidak hanya merendahkan dan melecehkan Zulkifli sebagai seorang yang saleh.
Disebutkan bahwa dia menginginkan perbuatan buruk, meskipun dia tidak sampai melakukannya dan dia bersumpah untuk tidak pernah berbuat maksiat, yang pada akhirnya Allah mengampuni dosanya.
Akan tetapi, hadits tersebut juga menafikkan kenabian yang ada pada Zulkifli. Sebab, yang namanya para nabi adalah makhluk pilihan, sebagaimana yang disifati dalam Al-Qur'an,
“Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan, sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” ( QS Shaad : 46-47)
Jadi, kemungkinan yang ada pada hadits tersebut adalah laki-laki lain yang namanya adalah al-Kifli, sebab di dalam hadits tersebut tidak dikatakan sebagai Zulkifli.
Berlipat Ganda
Al-Kifl maknanya adalah berlipat ganda. Ada juga yang mengatakan bahwa maknanya adalah yang memiliki bagian. Dzul Kifli adalah seorang yang memberikan keputusan dengan lurus dan memutuskan perkara kepada manusia dengan adil. Oleh karena itu, dia dinamakan Zulkifli.
Sebagian referensi mengatakan bahwa Allah menamakannya seperti itu karena dia menanggung perkara dan mampu menyelesaikannya.
Ada pula yang mengatakan bahwa makna al-Kifl adalah pelipatgandaan balasan dan pahala.
Allah SWT berfirman,
“Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (QS Shaad: 48)
Dalam Tafsir Jalalain Bab Tafsir Surah al-Anbiyaa disebutkan bahwa Zulkifli dinamakan seperti itu karena dia menanggung untuk berpuasa setiap hari dan menunaikan ibadah sholat di malam hari.
Selain itu, dia juga memberi keputusan kepada manusia dengan adil dan tidak pernah marah. Dengan demikian, ia telah memenuhi apa yang menjadi tanggungannya. Ada pula yang mengatakan bahwa dinamakan Zulkifli karena dia menanggung seratus orang nabi yang lari karena akan dibunuh. (Tafsir Surah Shaad)
Para ulama selalu menghubungkan antara Nabi Zulkifli dan Nabi Alyasa', sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim bahwa ketika Nabi Alyasa' sudah mulai besar, dia berkata, “Dapatkah aku menggantikan tugasku kepada seorang laki-laki mumpung aku masih hidup, supaya aku bisa melihat apa yang akan dilakukannya?”
Lalu orang-orang pun berkumpul. Alyasa' kemudian berkata, “Barangsiapa yang menerima tiga hal dariku, maka aku akan melimpahkan tugasku kepadanya. Yaitu berpuasa di siang hari, menunaikan ibadah sholat di malam hari, dan tidak pernah marah.” Ternyata yang menyanggupinya adalah Zulkifli.
Banyak sekali ulama yang meriwayatkan seperti ini sehingga kesahihan riwayat ini mendekati hadits hasan.
Para ulama juga mengaitkannya dengan Ilyas. Firman Allah SWT:
“Ingatlah kisah Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar. Kami masukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sungguh mereka termasuk orang-orang yang saleh.” (QS al-Anbiyaa : 85-86)
Di dalam tafsir ayat itu dikatakan bahwa Zulkifli merupakan anak dari Ayyub. Meskipun sebagian pakar sejarah lebih cenderung menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah anak dari Nabi Ilyas.
Beda Pendapat
Dalam Tafsir al-Wasith Bab Tafsir Surah al-Anbiyaa' disebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang kenabian Zulkifli, meskipun mayoritas ulama menyatakan bahwa Zulkifli adalah salah seorang nabi yang berasal dari Bani Israel, walaupun tidak diketahui ujian yang pernah menimpanya.
Demikianlah, tiga nabi tersebut saling berkaitan dan ulama berbeda pendapat mengenai kenabiannya. Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa Zulkifli bukanlah seorang nabi, tapi dia hanyalah seorang laki-laki biasa yang saleh.
Sementara itu, ada juga yang berpendapat bahwa Zulkifli adalah seorang nabi. Mereka berdalil bahwa Al-Qur'an menuturkannya lebih dari satu tempat bersama dengan para nabi. Inilah pendapat yang paling unggul (rajih).
Adapun Nabi Alyasa' dalam banyak referensi disebutkan bahwa dia memilih Zulkifli untuk menjadi penggantinya dalam memberi keputusan hukum kepada manusia. Meskipun demikian, para ulama sepakat bahwa Zulkifli senantiasa berpegang teguh dengan manhaj (metode) yang dipakai oleh Nabi Ilyas AS .
Kisah Nabi Zulkifli dituturkan dalam surah ash-Shaffat secara singkat namun jelas. Dikisahkan bahwa Zulkifli mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala, tapi mereka mendustakan, mengingkari dan bahkan berencana membunuh Zulkifli.
Zulkifli lalu kabur dan bersembunyi dari kaumnya, hingga pada suatu ketika Allah menghancurkan raja yang zalim dan menggantinya dengan orang lain.
Setelah itu raja yang baru tersebut mendatangi Zulkifli untuk menyatakan masuk Islam yang kemudian diikuti oleh kaumnya dalam jumlah yang cukup banyak.
Dalam buku "Jejak 25 Nabi dan Rasul" yang disusun Ahmad Muhammad Ahmad al-Mughaini dkk (2011) disebutkan sebuah hadits yang disampaikan Ibnu Umar bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Kifli adalah seseorang dari Bani Israel yang tidak menghindari dari dosa yang dilakukannya. Suatu ketika ada seorang perempuan yang datang kepadanya, lalu dia memberikan enam puluh dirham kepada perempuan itu dengan syarat mau digauli.
Ketika Kifli sudah berniat untuk melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, tiba-tiba perempuan itu bergetar dan menangis.
Kifli bertanya kepada wanita itu, “Apa yang membuatmu menangis?"
Wanita itu menjawab, "Perbuatan ini tidak pernah aku lakukan sama sekali, tapi yang membuatku melakukan hal ini adalah karena didesak kebutuhan."
Kifli lalu berkata, "Pergilah engkau dan bawalah dinar-dinar tersebut. Demi Allah, Kifli tidak akan berbuat maksiat kepada Allah selama-lamanya."
Pada malam itu juga Kifli meninggal dunia dan di pintunya tertulis, Allah telah memberi ampunan kepada Kifli.”
At-Tirmidzi meriwayatkan dari A'masy tentang hadits ini dan menyatakan bahwa hadits ini hasan. Sementara itu, Abu Hatim meriwayatkan hadits ini pula dan dalam sanadnya nazhar (masih perlu dipertimbangkan lagi).
Adapun Ibnu Hibban menyatakan bahwa ia mempercayai hadits ini, sementara Imam ar-Razi tidak meriwayatkan selain hadits ini.
Hadits tersebut secara umum tidak hanya merendahkan dan melecehkan Zulkifli sebagai seorang yang saleh.
Disebutkan bahwa dia menginginkan perbuatan buruk, meskipun dia tidak sampai melakukannya dan dia bersumpah untuk tidak pernah berbuat maksiat, yang pada akhirnya Allah mengampuni dosanya.
Akan tetapi, hadits tersebut juga menafikkan kenabian yang ada pada Zulkifli. Sebab, yang namanya para nabi adalah makhluk pilihan, sebagaimana yang disifati dalam Al-Qur'an,
إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ
وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ
وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ
“Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan, sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” ( QS Shaad : 46-47)
Jadi, kemungkinan yang ada pada hadits tersebut adalah laki-laki lain yang namanya adalah al-Kifli, sebab di dalam hadits tersebut tidak dikatakan sebagai Zulkifli.
Berlipat Ganda
Al-Kifl maknanya adalah berlipat ganda. Ada juga yang mengatakan bahwa maknanya adalah yang memiliki bagian. Dzul Kifli adalah seorang yang memberikan keputusan dengan lurus dan memutuskan perkara kepada manusia dengan adil. Oleh karena itu, dia dinamakan Zulkifli.
Sebagian referensi mengatakan bahwa Allah menamakannya seperti itu karena dia menanggung perkara dan mampu menyelesaikannya.
Ada pula yang mengatakan bahwa makna al-Kifl adalah pelipatgandaan balasan dan pahala.
Allah SWT berfirman,
وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ
“Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (QS Shaad: 48)
Dalam Tafsir Jalalain Bab Tafsir Surah al-Anbiyaa disebutkan bahwa Zulkifli dinamakan seperti itu karena dia menanggung untuk berpuasa setiap hari dan menunaikan ibadah sholat di malam hari.
Selain itu, dia juga memberi keputusan kepada manusia dengan adil dan tidak pernah marah. Dengan demikian, ia telah memenuhi apa yang menjadi tanggungannya. Ada pula yang mengatakan bahwa dinamakan Zulkifli karena dia menanggung seratus orang nabi yang lari karena akan dibunuh. (Tafsir Surah Shaad)
Para ulama selalu menghubungkan antara Nabi Zulkifli dan Nabi Alyasa', sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim bahwa ketika Nabi Alyasa' sudah mulai besar, dia berkata, “Dapatkah aku menggantikan tugasku kepada seorang laki-laki mumpung aku masih hidup, supaya aku bisa melihat apa yang akan dilakukannya?”
Lalu orang-orang pun berkumpul. Alyasa' kemudian berkata, “Barangsiapa yang menerima tiga hal dariku, maka aku akan melimpahkan tugasku kepadanya. Yaitu berpuasa di siang hari, menunaikan ibadah sholat di malam hari, dan tidak pernah marah.” Ternyata yang menyanggupinya adalah Zulkifli.
Banyak sekali ulama yang meriwayatkan seperti ini sehingga kesahihan riwayat ini mendekati hadits hasan.
Para ulama juga mengaitkannya dengan Ilyas. Firman Allah SWT:
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ
وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا ۖ إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ
وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا ۖ إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ingatlah kisah Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar. Kami masukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sungguh mereka termasuk orang-orang yang saleh.” (QS al-Anbiyaa : 85-86)
Di dalam tafsir ayat itu dikatakan bahwa Zulkifli merupakan anak dari Ayyub. Meskipun sebagian pakar sejarah lebih cenderung menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah anak dari Nabi Ilyas.
Beda Pendapat
Dalam Tafsir al-Wasith Bab Tafsir Surah al-Anbiyaa' disebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang kenabian Zulkifli, meskipun mayoritas ulama menyatakan bahwa Zulkifli adalah salah seorang nabi yang berasal dari Bani Israel, walaupun tidak diketahui ujian yang pernah menimpanya.
Demikianlah, tiga nabi tersebut saling berkaitan dan ulama berbeda pendapat mengenai kenabiannya. Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa Zulkifli bukanlah seorang nabi, tapi dia hanyalah seorang laki-laki biasa yang saleh.
Sementara itu, ada juga yang berpendapat bahwa Zulkifli adalah seorang nabi. Mereka berdalil bahwa Al-Qur'an menuturkannya lebih dari satu tempat bersama dengan para nabi. Inilah pendapat yang paling unggul (rajih).
Adapun Nabi Alyasa' dalam banyak referensi disebutkan bahwa dia memilih Zulkifli untuk menjadi penggantinya dalam memberi keputusan hukum kepada manusia. Meskipun demikian, para ulama sepakat bahwa Zulkifli senantiasa berpegang teguh dengan manhaj (metode) yang dipakai oleh Nabi Ilyas AS .
Kisah Nabi Zulkifli dituturkan dalam surah ash-Shaffat secara singkat namun jelas. Dikisahkan bahwa Zulkifli mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala, tapi mereka mendustakan, mengingkari dan bahkan berencana membunuh Zulkifli.
Zulkifli lalu kabur dan bersembunyi dari kaumnya, hingga pada suatu ketika Allah menghancurkan raja yang zalim dan menggantinya dengan orang lain.
Setelah itu raja yang baru tersebut mendatangi Zulkifli untuk menyatakan masuk Islam yang kemudian diikuti oleh kaumnya dalam jumlah yang cukup banyak.
(mhy)