Anjuran Saling Menasehati Sesama Muslim dalam Dalil-dalil Shahih
Rabu, 05 Januari 2022 - 15:45 WIB
7. Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata:
"Sebaik-baik saudara (seiman) adalah mereka yang paling banyak memberi nasehat." (Raudhatul 'Uqalaa)
8. Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
"Tidaklah semua teman itu adalah pemberi nasehat, tetapi semua pemberi nasehat itu adalah teman."
(Al-Akhlak was Siyar).
Namun demikian, dalam menyampaikan nasehat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh kelembutan dan hikmah. Perhatikan bagaimana Allah Ta’ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah Ta'ala berfirman:
“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah” (QS. Thaha: 44).
Padahal Fir’aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi jika yang dinasehati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?
Celaan dan hinaan tidak menjadi halal ketika memberi nasehat kepada orang yang jatuh pada kesalahan. Celaan dan kata-kata kotor bukanlah akhlak seorang Mukmin. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok” (HR. Tirmidzi).
Wallahu A'lam
"Sebaik-baik saudara (seiman) adalah mereka yang paling banyak memberi nasehat." (Raudhatul 'Uqalaa)
8. Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
"Tidaklah semua teman itu adalah pemberi nasehat, tetapi semua pemberi nasehat itu adalah teman."
(Al-Akhlak was Siyar).
Namun demikian, dalam menyampaikan nasehat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh kelembutan dan hikmah. Perhatikan bagaimana Allah Ta’ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah Ta'ala berfirman:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah” (QS. Thaha: 44).
Padahal Fir’aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi jika yang dinasehati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?
Celaan dan hinaan tidak menjadi halal ketika memberi nasehat kepada orang yang jatuh pada kesalahan. Celaan dan kata-kata kotor bukanlah akhlak seorang Mukmin. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحِشِ ولا البذَيُّ
“Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok” (HR. Tirmidzi).
Wallahu A'lam
(wid)