Anjuran Saling Menasehati Sesama Muslim dalam Dalil-dalil Shahih
Rabu, 05 Januari 2022 - 15:45 WIB
Agama Islam adalah agama nasehat , semua sendi dalam agama Islam adalah nasehat. Dan setiap kita dalam agama ini, akan senantiasa menasehati dan dinasehati. Sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya:
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al 'Ashr, 1-3)
Anjuran saling menasehati ini pun terdapat dalam dalil-dalil berikut ini, di antaranya:
1. Hadis dari Tamim Ad Dariy radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Agama adalah nasehat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya” (HR. Muslim).
2. Dari Uqbah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya."
(HR. Muslim)
3. Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata:
"Tidak ada kebaikan pada kaum yang tidak saling menasehati, dan tidak ada kebaikan pula pada kaum yang tidak mencintai nasehat." (Al-Istiqomah)
4. Dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu berkata:
"Bila salah seorang temanmu berubah dan berbuat dosa, maka janganlah meninggalkannya dan membuangnya, tapi nasehatilah dengan nasehat yang terbaik, dan bersabarlah karena saudaramu itu terkadang bengkok dan terkadang lurus." (Hilyatul Auliya)
5. Imam Al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata:
"Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasehatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya." (Jami'ul Ulum wal Hikam)
6. Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
"Apabila engkau memiliki teman yang membantu dirimu dalam ketaatan, maka perkuatlah pertemananmu dengannya. Karena mencari teman (yang baik) itu sulit, dan berpisah dengannya itu mudah." (Hilyatul Auliya')
7. Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata:
"Sebaik-baik saudara (seiman) adalah mereka yang paling banyak memberi nasehat." (Raudhatul 'Uqalaa)
8. Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
"Tidaklah semua teman itu adalah pemberi nasehat, tetapi semua pemberi nasehat itu adalah teman."
(Al-Akhlak was Siyar).
Namun demikian, dalam menyampaikan nasehat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh kelembutan dan hikmah. Perhatikan bagaimana Allah Ta’ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah Ta'ala berfirman:
“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah” (QS. Thaha: 44).
Padahal Fir’aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi jika yang dinasehati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?
Celaan dan hinaan tidak menjadi halal ketika memberi nasehat kepada orang yang jatuh pada kesalahan. Celaan dan kata-kata kotor bukanlah akhlak seorang Mukmin. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok” (HR. Tirmidzi).
Wallahu A'lam
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al 'Ashr, 1-3)
Anjuran saling menasehati ini pun terdapat dalam dalil-dalil berikut ini, di antaranya:
1. Hadis dari Tamim Ad Dariy radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
الدين النصيحة قلنا : لمن ؟ قال : لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama adalah nasehat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya” (HR. Muslim).
2. Dari Uqbah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya."
(HR. Muslim)
3. Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata:
"Tidak ada kebaikan pada kaum yang tidak saling menasehati, dan tidak ada kebaikan pula pada kaum yang tidak mencintai nasehat." (Al-Istiqomah)
4. Dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu berkata:
"Bila salah seorang temanmu berubah dan berbuat dosa, maka janganlah meninggalkannya dan membuangnya, tapi nasehatilah dengan nasehat yang terbaik, dan bersabarlah karena saudaramu itu terkadang bengkok dan terkadang lurus." (Hilyatul Auliya)
5. Imam Al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata:
"Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasehatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya." (Jami'ul Ulum wal Hikam)
6. Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
"Apabila engkau memiliki teman yang membantu dirimu dalam ketaatan, maka perkuatlah pertemananmu dengannya. Karena mencari teman (yang baik) itu sulit, dan berpisah dengannya itu mudah." (Hilyatul Auliya')
7. Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata:
"Sebaik-baik saudara (seiman) adalah mereka yang paling banyak memberi nasehat." (Raudhatul 'Uqalaa)
8. Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
"Tidaklah semua teman itu adalah pemberi nasehat, tetapi semua pemberi nasehat itu adalah teman."
(Al-Akhlak was Siyar).
Namun demikian, dalam menyampaikan nasehat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh kelembutan dan hikmah. Perhatikan bagaimana Allah Ta’ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah Ta'ala berfirman:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah” (QS. Thaha: 44).
Padahal Fir’aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi jika yang dinasehati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?
Celaan dan hinaan tidak menjadi halal ketika memberi nasehat kepada orang yang jatuh pada kesalahan. Celaan dan kata-kata kotor bukanlah akhlak seorang Mukmin. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحِشِ ولا البذَيُّ
“Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok” (HR. Tirmidzi).
Wallahu A'lam
(wid)