Tagih Zakat, Abu Nawas Ajak Baginda Menjadi Pengemis
Jum'at, 19 Juni 2020 - 07:20 WIB
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). (
Pada siang hari yang sangat terik, Abu Nawas duduk-duduk santai bersama istri tercinta di beranda rumahnya. Ia enggan bekerja hari itu. Maklumlah, cuaca sedang kurang bersahabat.
Lagi asyik bercengkerama dengan sang istri, dari kejauhan beberapa prajurit kerajaan tampak mendatangi rumah Abu Nawas. “Oalah, baru santai begini kedatangan prajurit. Tentu mereka akan ke sini menjemput saya,” gerutu Abu Nawas kepada istrinya.
“Baginda sedang rindu kayaknya,” sambut istrinya, sembari mengapungkan senyum di bibirnya.
Benar saja. Prajurit tersebut diperintahkan Baginda Raja untuk menjemput Abu Nawas. ( )
Singkat cerita, Abu Nawas buru-buru mempersiapkan dirii untuk ketemu Baginda Raja. Begitu sampai di istana Baginda Raja langsung menegur, "Abu Nawas, ke mana saja kamu? Saat ini aku benar-benar butuh bantuanmu," kata Baginda Raja.
Selanjutnya Baginda Raja pun mulai bercerita. Raja telah mendapat laporan bahwa di wilayahnya ada seorang saudagar kaya raya yang menolak membayar zakat. Saudagar tersebut bernama Tuan Kabul.
Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Tuan Rumah dan Tamu
"Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lalu masukkan saja ke penjara?" ujar Abu Nawas setelah sejenak berpikir.
"Sebenarnya bisa saja aku berbuat demikian. Namun apa tidak ada cara lainnya yang lebih baik dan halus. Soalnya sangat disayangkan kalau aku menghukum," kata Baginda Raja seakan menyembunyikan sesuatu.
"Bagaimanapun juga, dia dulu adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah kenapa semakin dia kaya raya, malah makin malas membayar zakat," lanjut Baginda.
Secara pribadi, Abu Nawas lebih senang jika Tuan Kabul dihukum penjara. Dengan begitu semua permasalahan menjadi beres. Keinginan Abu Nawas itu bukan tanpa sebab. Dia tahu dan semua orang juga sudah tahu bahwa Tuan Kabul sangatlah kikir dan bakhil.
Abu Nawas amat benci Tuan Kabul. Karena Baginda tak mau menjebloskan ke dalam penjara, maka mau tidak mau Abu Nawas ikut memikirkan jalan keluarnya.
Akhirnya Abu Nawas meminta waktu beberapa hari untuk memikirkan jalan keluarnya. Seperti biasa, jika sudah begitu Abu Nawas langsung pamit begitu menerima hadiah dari Baginda Raja. “Ingat, kamu harus berhasil Abu,” ujar Baginda menekankan.
Setelah sepekan, Abu Nawas kembali ke istana. "Bagaimana? Apa taktikmu sekarang?" tanya Baginda Raja.
"Beres Baginda, sudah ditemukan caranya. Cuma, saya dan Baginda harus jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?" tanya Abu Nawas.
Pada mulanya, Baginda Raja agak kaget dengan ide Abu Nawas. Karena ada rasa keinginan kuat untuk menyadarkan Tuan Kabul, akhirnya rajapun bersedia.
Dengan memakai pakaian layaknya pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja pergi meluncur ke rumah Tuan Kabul. Kebetulan, pada saat itu, Tuan Kabul berada di rumah.
Abu Nawas segera saja mengucapkan salam dan menyapa Tuan Kabul.
"Apakah Tuan mempunyai uang rewceh?" kata Abu Nawas.
"Tidak ada!" jawab Tuan Kabul.
"Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekadar untuk mengganjal perut kami?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada!" kata Tuan Kabul.
"Kalau begitu, kami minta segelas air saja, adakah Tuan?" tanya Abu Nawas.
"Sudah aku bilang dari tadi aku tidak punya apa-apa!" kata Tuan Kabul yang mulai emosi.
Abu Nawas dan Baginda senyum-senyum saja. Justru inilah yang ditunggu-tunggu Abu Nawas, sifat emosi yang dimunculkan Tuan Kabul.
"Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis seperti kami saja?" sambut Abu Nawas.
Mendadak wajah Tuan Kabul terlihat murung. Rupanya ia teringat akan masa lalunya yang terbilang miskin dan tak punya apa-apa.
Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk dirasakan Tuan Kabul. Namun belum sempat Tuan Kabul sadar siapa yang berdiri di depannya, raja mulai angkat bicara.
"Bagaimana Kabul, apakah memilih menjadi orang kaya atau orang yang tak punya?" kata raja. Kalau mau kaya, bayarlah zakat, kalau tidak mau kaya, mengemis saja kayak orang ini," kata raja sambil menunjuk ke Abu Nawas.
Tuan Kabul terkejut bukan kepalang begitu tahu dengan siapa ia bicara. Ia pun mohon ampun dan berjanji akan membayar zakat dengan tertib. “Ampun Baginda, zakat tentu akan kami baya,” ujarnya.
Abu Nawas selanjutnya membacakan Al Qur'an tentang ancaman orang yang enggan membayar zakat. Tanpa harus menjebloskan Tuan Kabul ke penjara, misi Abu Nawas dan Baginda Raja sukses. ( )
Pada siang hari yang sangat terik, Abu Nawas duduk-duduk santai bersama istri tercinta di beranda rumahnya. Ia enggan bekerja hari itu. Maklumlah, cuaca sedang kurang bersahabat.
Lagi asyik bercengkerama dengan sang istri, dari kejauhan beberapa prajurit kerajaan tampak mendatangi rumah Abu Nawas. “Oalah, baru santai begini kedatangan prajurit. Tentu mereka akan ke sini menjemput saya,” gerutu Abu Nawas kepada istrinya.
“Baginda sedang rindu kayaknya,” sambut istrinya, sembari mengapungkan senyum di bibirnya.
Benar saja. Prajurit tersebut diperintahkan Baginda Raja untuk menjemput Abu Nawas. ( )
Singkat cerita, Abu Nawas buru-buru mempersiapkan dirii untuk ketemu Baginda Raja. Begitu sampai di istana Baginda Raja langsung menegur, "Abu Nawas, ke mana saja kamu? Saat ini aku benar-benar butuh bantuanmu," kata Baginda Raja.
Selanjutnya Baginda Raja pun mulai bercerita. Raja telah mendapat laporan bahwa di wilayahnya ada seorang saudagar kaya raya yang menolak membayar zakat. Saudagar tersebut bernama Tuan Kabul.
Baca juga: Kisah Bijak Para Sufi: Tuan Rumah dan Tamu
"Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lalu masukkan saja ke penjara?" ujar Abu Nawas setelah sejenak berpikir.
"Sebenarnya bisa saja aku berbuat demikian. Namun apa tidak ada cara lainnya yang lebih baik dan halus. Soalnya sangat disayangkan kalau aku menghukum," kata Baginda Raja seakan menyembunyikan sesuatu.
"Bagaimanapun juga, dia dulu adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah kenapa semakin dia kaya raya, malah makin malas membayar zakat," lanjut Baginda.
Secara pribadi, Abu Nawas lebih senang jika Tuan Kabul dihukum penjara. Dengan begitu semua permasalahan menjadi beres. Keinginan Abu Nawas itu bukan tanpa sebab. Dia tahu dan semua orang juga sudah tahu bahwa Tuan Kabul sangatlah kikir dan bakhil.
Abu Nawas amat benci Tuan Kabul. Karena Baginda tak mau menjebloskan ke dalam penjara, maka mau tidak mau Abu Nawas ikut memikirkan jalan keluarnya.
Akhirnya Abu Nawas meminta waktu beberapa hari untuk memikirkan jalan keluarnya. Seperti biasa, jika sudah begitu Abu Nawas langsung pamit begitu menerima hadiah dari Baginda Raja. “Ingat, kamu harus berhasil Abu,” ujar Baginda menekankan.
Setelah sepekan, Abu Nawas kembali ke istana. "Bagaimana? Apa taktikmu sekarang?" tanya Baginda Raja.
"Beres Baginda, sudah ditemukan caranya. Cuma, saya dan Baginda harus jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?" tanya Abu Nawas.
Pada mulanya, Baginda Raja agak kaget dengan ide Abu Nawas. Karena ada rasa keinginan kuat untuk menyadarkan Tuan Kabul, akhirnya rajapun bersedia.
Dengan memakai pakaian layaknya pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja pergi meluncur ke rumah Tuan Kabul. Kebetulan, pada saat itu, Tuan Kabul berada di rumah.
Abu Nawas segera saja mengucapkan salam dan menyapa Tuan Kabul.
"Apakah Tuan mempunyai uang rewceh?" kata Abu Nawas.
"Tidak ada!" jawab Tuan Kabul.
"Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekadar untuk mengganjal perut kami?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada!" kata Tuan Kabul.
"Kalau begitu, kami minta segelas air saja, adakah Tuan?" tanya Abu Nawas.
"Sudah aku bilang dari tadi aku tidak punya apa-apa!" kata Tuan Kabul yang mulai emosi.
Abu Nawas dan Baginda senyum-senyum saja. Justru inilah yang ditunggu-tunggu Abu Nawas, sifat emosi yang dimunculkan Tuan Kabul.
"Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis seperti kami saja?" sambut Abu Nawas.
Mendadak wajah Tuan Kabul terlihat murung. Rupanya ia teringat akan masa lalunya yang terbilang miskin dan tak punya apa-apa.
Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk dirasakan Tuan Kabul. Namun belum sempat Tuan Kabul sadar siapa yang berdiri di depannya, raja mulai angkat bicara.
"Bagaimana Kabul, apakah memilih menjadi orang kaya atau orang yang tak punya?" kata raja. Kalau mau kaya, bayarlah zakat, kalau tidak mau kaya, mengemis saja kayak orang ini," kata raja sambil menunjuk ke Abu Nawas.
Tuan Kabul terkejut bukan kepalang begitu tahu dengan siapa ia bicara. Ia pun mohon ampun dan berjanji akan membayar zakat dengan tertib. “Ampun Baginda, zakat tentu akan kami baya,” ujarnya.
Abu Nawas selanjutnya membacakan Al Qur'an tentang ancaman orang yang enggan membayar zakat. Tanpa harus menjebloskan Tuan Kabul ke penjara, misi Abu Nawas dan Baginda Raja sukses. ( )
(mhy)