Salim Maula Abu Hudzaifah: Tak Jelas Nasabnya, tapi Berani Menentang Khalid Bin Walid
Jum'at, 08 Juli 2022 - 16:14 WIB
Suatu hari Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabat, “Ambillah olehmu Al-Qur'an dari empat orang, yaitu Abdullah bin Mas'ud , Ubai bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, dan Salim Maula Abu Hudzaifah.”
Nah, siapakah sejatinya sahabat keempat yang dijadikan Rasul sebagai andalan dan tempat bertanya dalam mengajarkan Al-Qur'an?
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Rijalun haular Rasul" dan telah diterjemahkan Agus Suwandi menjadi "Kisah 60 Sahabat Nabi" menjelaskan, ia adalah Salim, mantan budak Abu Hudzaifah.
Pada mulanya Salim hanyalah seorang budak, kemudian Islam memperbaiki kedudukannya. Ia diambil sebagai anak angkat oleh salah seorang pemimpin Islam terkemuka, yang masuk Islam lebih dahulu dan merupakan seorang bangsawan dan pemimpin Quraisy.
Ketika Islam menghapus tradisi memungut anak angkat, Salim pun menjadi saudara, sahabat karib, serta budak yang telah dimerdekakan bagi orang yang memungutnya sebagai anak, yaitu sahabat yang mulia bernama Abu Hudzaifah bin Utbah.
Berkat karunia dan nikmat dari Allah, Salim mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di kalangan kaum muslimin, yang dipersiapkan baginya oleh keutamaan jiwa, tingkah laku, dan ketakwaannya.
Sahabat Rasul yang mulia ini dipanggil Salim Maula Abu Hudzaifah karena dulunya ia seorang budak dan kemudian dibebaskan. Ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa menunggu lama dan mengambil tempatnya di antara orang-orang Islam angkatan pertama.
Hudzaifah bin Utbah sendiri merupakan sosok lebih awal dan bersegera masuk Islam yang pada waktu itu menyebabkan ayahnya Utbah bin Rabi'ah murka dan kecewa, sehingga ketenangan hidup ayahnya itu menjadi keruh karena keislaman putranya itu.
Hudzaifah memang seorang yang terpandang di kalangan kaumnya dan pada waktu itu ayahnya mempersiapkannya untuk menjadi pemimpin Quraisy.
Salim, setelah dimerdekakan, diangkat anak oleh ayahanda Hudzaifah yang telah masuk Islam sehingga waktu itu ia dipanggil Salim bin Abi Hudzaifah. Kedua orang itu pun beribadah kepada Allah dengan hati yang tunduk dan khusyuk, serta tabah terhadap penganiayaan Quraisy dan tipu muslihat mereka.
Suatu hari turunlah ayat yang membatalkan tradisi mengambil anak angkat. Dengan demikian, setiap anak angkat dinasabkan kepada nama ayah biologisnya.
Contohnya, Zaid bin Haritsah yang diangkat anak oleh Nabi SAW dan dikenal oleh kaum muslimin dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Ia kembali dinasabkan kepada nama ayah kandungnya, sehingga namanya menjadi Zaid bin Haritsah. Tetapi, Salim tidak dikenal siapa ayahnya, sehingga ia menghubungkan diri kepada orang yang telah membebaskannya hingga dipanggil Salim Maula Abu Hudzaifah.
Islam ketika menghapus tradisi penisbatan nama anak angkat ke nama orang yang mengangkatnya, mungkin hendak mengatakan kepada kaum muslimin agar mereka jangan mencari hubungan kekeluargaan dan silaturahmi yang mengakibatkan persaudaraan mereka lebih kuat daripada persaudaraan karena Islam itu sendiri dan akidah yang menjadikan mereka bersaudara.
Hal ini telah dipahami sebaik-baiknya oleh kaum muslimin angkatan pertama. Tidak ada suatu pun yang lebih mereka cintai setelah Allah dan Rasul-Nya selain saudara-saudara mereka sesama muslim yang menyembah Allah Yang Maha Esa.
Kita saksikan bagaimana orang-orang Anshar itu menyambut saudara-saudara mereka dari kalangan Muhajirin, hingga mereka membagi tempat kediaman dan segala yang mereka miliki.
Inilah yang kita saksikan terjadi antara Abu Hudzaifah, bangsawan Quraisy, dengan Salim yang berasal dari budak yang tidak diketahui siapa ayahnya itu.
Sampai akhir hayat, kedua orang itu bersaudara lebih daripada kasih sayang saudara kandung. Ketika menemui ajal, mereka meninggal bersama-sama, nyawa melayang bersama nyawa, dan tubuh yang satu terbaring di samping tubuh yang lain.
Itulah dia keistimewaan luar biasa dari Islam, bahkan itulah salah satu kebesaran dan keutamaannya.
Nah, siapakah sejatinya sahabat keempat yang dijadikan Rasul sebagai andalan dan tempat bertanya dalam mengajarkan Al-Qur'an?
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Rijalun haular Rasul" dan telah diterjemahkan Agus Suwandi menjadi "Kisah 60 Sahabat Nabi" menjelaskan, ia adalah Salim, mantan budak Abu Hudzaifah.
Pada mulanya Salim hanyalah seorang budak, kemudian Islam memperbaiki kedudukannya. Ia diambil sebagai anak angkat oleh salah seorang pemimpin Islam terkemuka, yang masuk Islam lebih dahulu dan merupakan seorang bangsawan dan pemimpin Quraisy.
Ketika Islam menghapus tradisi memungut anak angkat, Salim pun menjadi saudara, sahabat karib, serta budak yang telah dimerdekakan bagi orang yang memungutnya sebagai anak, yaitu sahabat yang mulia bernama Abu Hudzaifah bin Utbah.
Berkat karunia dan nikmat dari Allah, Salim mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di kalangan kaum muslimin, yang dipersiapkan baginya oleh keutamaan jiwa, tingkah laku, dan ketakwaannya.
Sahabat Rasul yang mulia ini dipanggil Salim Maula Abu Hudzaifah karena dulunya ia seorang budak dan kemudian dibebaskan. Ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa menunggu lama dan mengambil tempatnya di antara orang-orang Islam angkatan pertama.
Hudzaifah bin Utbah sendiri merupakan sosok lebih awal dan bersegera masuk Islam yang pada waktu itu menyebabkan ayahnya Utbah bin Rabi'ah murka dan kecewa, sehingga ketenangan hidup ayahnya itu menjadi keruh karena keislaman putranya itu.
Hudzaifah memang seorang yang terpandang di kalangan kaumnya dan pada waktu itu ayahnya mempersiapkannya untuk menjadi pemimpin Quraisy.
Salim, setelah dimerdekakan, diangkat anak oleh ayahanda Hudzaifah yang telah masuk Islam sehingga waktu itu ia dipanggil Salim bin Abi Hudzaifah. Kedua orang itu pun beribadah kepada Allah dengan hati yang tunduk dan khusyuk, serta tabah terhadap penganiayaan Quraisy dan tipu muslihat mereka.
Suatu hari turunlah ayat yang membatalkan tradisi mengambil anak angkat. Dengan demikian, setiap anak angkat dinasabkan kepada nama ayah biologisnya.
Contohnya, Zaid bin Haritsah yang diangkat anak oleh Nabi SAW dan dikenal oleh kaum muslimin dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Ia kembali dinasabkan kepada nama ayah kandungnya, sehingga namanya menjadi Zaid bin Haritsah. Tetapi, Salim tidak dikenal siapa ayahnya, sehingga ia menghubungkan diri kepada orang yang telah membebaskannya hingga dipanggil Salim Maula Abu Hudzaifah.
Islam ketika menghapus tradisi penisbatan nama anak angkat ke nama orang yang mengangkatnya, mungkin hendak mengatakan kepada kaum muslimin agar mereka jangan mencari hubungan kekeluargaan dan silaturahmi yang mengakibatkan persaudaraan mereka lebih kuat daripada persaudaraan karena Islam itu sendiri dan akidah yang menjadikan mereka bersaudara.
Hal ini telah dipahami sebaik-baiknya oleh kaum muslimin angkatan pertama. Tidak ada suatu pun yang lebih mereka cintai setelah Allah dan Rasul-Nya selain saudara-saudara mereka sesama muslim yang menyembah Allah Yang Maha Esa.
Kita saksikan bagaimana orang-orang Anshar itu menyambut saudara-saudara mereka dari kalangan Muhajirin, hingga mereka membagi tempat kediaman dan segala yang mereka miliki.
Inilah yang kita saksikan terjadi antara Abu Hudzaifah, bangsawan Quraisy, dengan Salim yang berasal dari budak yang tidak diketahui siapa ayahnya itu.
Sampai akhir hayat, kedua orang itu bersaudara lebih daripada kasih sayang saudara kandung. Ketika menemui ajal, mereka meninggal bersama-sama, nyawa melayang bersama nyawa, dan tubuh yang satu terbaring di samping tubuh yang lain.
Itulah dia keistimewaan luar biasa dari Islam, bahkan itulah salah satu kebesaran dan keutamaannya.