Amr bin Al-Ash: Salah Seorang yang Pernah Didoakan Rasulullah SAW Agar Terkena Azab
Selasa, 12 Juli 2022 - 19:24 WIB
Amr menyudahi ucapannya. Sebagian uskup dan pendeta menyerukan, “Sesungguhnya hubungan silaturahmi yang diwasiatkan Nabimu itu sebenarnya merupakan hubungan kekerabatan jauh yang tidak mungkin disambung kecuali oleh para nabi.”
Percakapan ini merupakan permulaan yang baik menuju saling pengertian yang diharapkan antara Amr dan orang-orang Qibthi penduduk Mesir, walau panglima-panglima Romawi berusaha untuk menggagalkannya.
Bukan yang Pertama
Amr bin Al-Ash tidaklah termasuk angkatan pertama yang masuk Islam. la baru masuk Islam bersama Khalid bin Al-Walid , tidak lama sebelum Mekkah dibebaskan. Agak berbeda memang, karena ia mengawali keislamannya di tangan Najasyi di Habasyah.
Hal itu terjadi karena Najasyi mengenal dan menaruh rasa hormat terhadap Amr yang sering bolak-balik ke Habasyah dan mempersembahkan barang-barang berharga sebagai hadiah bagi raja. Pada waktu kunjungannya yang terakhir ke negeri itu, muncul berita tentang seorang Rasul yang menyebarkan tauhid dan akhlak mulia di tanah Arab.
Raja Habasyah itu menanyakan kepada Amr mengapa ia tidak mau beriman dan mengikutinya, padahal orang itu benar-benar utusan Allah.Amr justru bertanya kepada Najasyi, “Benarkah begitu?”
“Benar, wahai Amr. Dengarkanlah kata-kataku, ikutilah ia. Karena, demi Allah, ia berada di atas kebenaran dan akan mengalahkan orang-orang yang menentangnya," jawab Najasyi.
Amr pun bergegas mengarungi lautan untuk kembali ke kampung halamannya, lalu mengarahkan langkahnya menuju Madinah untuk menyerahkan diri kepada Allah Rabb semesta alam. Dalam perjalanan ke Madinah itu ia bertemu dengan Khalid bin Al-Walid dan Utsman bin Thalhah, yang juga datang dari Mekkah dengan maksud hendak berbaiat kepada Rasulullah SAW.
Ketika Rasulullah SAW melihat ketiga orang itu datang, wajah beliau berseri- seri, lalu bersabda kepada para sahabatnya, “Mekkah telah melepas jantung-jantung hatinya kepada kita.”
Khalid tampil lebih dahulu dan berbaiat, kemudian Amr maju dan berkata, “Wahai Rasulullah. Aku akan berbaiat kepadamu dengan syarat Allah mengampuni dosa-dosaku yang terdahulu."
Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Amr, berbaiatlah, karena Islam menghapus dosa-dosa yang sebelumnya."
Amr berbaiat dan sejak itu ia mendedikasikan kecerdikan dan keberaniannya kepada agamanya yang baru.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Amr sedang berada di Oman menjadi gubernurnya. Pada masa pemerintah Umar, jasa-jasanya dapat disaksikan dalam peperangan di Syria, kemudian dalam membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi.
Khalid Muhammad Khalid mengatakan seandainya saja Amr bin Al-Ash dapat menahan ambisi pribadinya untuk dapat berkuasa, tentulah ia akan dapat mengatasi dengan mudah sebagian kesulitan yang dialaminya disebabkan ambisinya ini. Tetapi, seberapa besar ambisinya ingin berkuasa, itu hanyalah merupakan gambaran lahir dari tabiat batinnya yang bergejolak dan dipenuhi bakat.
Bahkan, postur tubuh, cara berjalan dan berbicaranya memang memberi
isyarat bahwa ia diciptakan untuk menjadi pemimpin.
Ada riwayat yang menyebutkan bahwa suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab melihatnya datang. Ia tersenyum melihat caranya berjalan itu, lalu berkata, “Abu Abdillah tidak pantas berjalan di muka bumi kecuali sebagai amir.”
Percakapan ini merupakan permulaan yang baik menuju saling pengertian yang diharapkan antara Amr dan orang-orang Qibthi penduduk Mesir, walau panglima-panglima Romawi berusaha untuk menggagalkannya.
Baca Juga
Bukan yang Pertama
Amr bin Al-Ash tidaklah termasuk angkatan pertama yang masuk Islam. la baru masuk Islam bersama Khalid bin Al-Walid , tidak lama sebelum Mekkah dibebaskan. Agak berbeda memang, karena ia mengawali keislamannya di tangan Najasyi di Habasyah.
Hal itu terjadi karena Najasyi mengenal dan menaruh rasa hormat terhadap Amr yang sering bolak-balik ke Habasyah dan mempersembahkan barang-barang berharga sebagai hadiah bagi raja. Pada waktu kunjungannya yang terakhir ke negeri itu, muncul berita tentang seorang Rasul yang menyebarkan tauhid dan akhlak mulia di tanah Arab.
Raja Habasyah itu menanyakan kepada Amr mengapa ia tidak mau beriman dan mengikutinya, padahal orang itu benar-benar utusan Allah.Amr justru bertanya kepada Najasyi, “Benarkah begitu?”
“Benar, wahai Amr. Dengarkanlah kata-kataku, ikutilah ia. Karena, demi Allah, ia berada di atas kebenaran dan akan mengalahkan orang-orang yang menentangnya," jawab Najasyi.
Amr pun bergegas mengarungi lautan untuk kembali ke kampung halamannya, lalu mengarahkan langkahnya menuju Madinah untuk menyerahkan diri kepada Allah Rabb semesta alam. Dalam perjalanan ke Madinah itu ia bertemu dengan Khalid bin Al-Walid dan Utsman bin Thalhah, yang juga datang dari Mekkah dengan maksud hendak berbaiat kepada Rasulullah SAW.
Ketika Rasulullah SAW melihat ketiga orang itu datang, wajah beliau berseri- seri, lalu bersabda kepada para sahabatnya, “Mekkah telah melepas jantung-jantung hatinya kepada kita.”
Khalid tampil lebih dahulu dan berbaiat, kemudian Amr maju dan berkata, “Wahai Rasulullah. Aku akan berbaiat kepadamu dengan syarat Allah mengampuni dosa-dosaku yang terdahulu."
Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Amr, berbaiatlah, karena Islam menghapus dosa-dosa yang sebelumnya."
Amr berbaiat dan sejak itu ia mendedikasikan kecerdikan dan keberaniannya kepada agamanya yang baru.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Amr sedang berada di Oman menjadi gubernurnya. Pada masa pemerintah Umar, jasa-jasanya dapat disaksikan dalam peperangan di Syria, kemudian dalam membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi.
Khalid Muhammad Khalid mengatakan seandainya saja Amr bin Al-Ash dapat menahan ambisi pribadinya untuk dapat berkuasa, tentulah ia akan dapat mengatasi dengan mudah sebagian kesulitan yang dialaminya disebabkan ambisinya ini. Tetapi, seberapa besar ambisinya ingin berkuasa, itu hanyalah merupakan gambaran lahir dari tabiat batinnya yang bergejolak dan dipenuhi bakat.
Bahkan, postur tubuh, cara berjalan dan berbicaranya memang memberi
isyarat bahwa ia diciptakan untuk menjadi pemimpin.
Ada riwayat yang menyebutkan bahwa suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab melihatnya datang. Ia tersenyum melihat caranya berjalan itu, lalu berkata, “Abu Abdillah tidak pantas berjalan di muka bumi kecuali sebagai amir.”
Lihat Juga :