Haji Mabrur: Membaca Ulang Sai dan Mencukur Rambut Kita
Sabtu, 16 Juli 2022 - 08:58 WIB
Ali Syariati menjelaskan sa’i merupakan rekonstruksi peristiwa Siti Hajar mencari air dari bukit Shafa menuju Marwa. Sa’i yang arti harfiyahnya adalah kesucian dan ketegaran.
"Ketika berdiri di bukit Shafa, sucikan ruh dan batinmu untuk menemui Tuhan pada hari pertemuan dengan-Nya dan menempatkan diri pada pengawasan-Nya dengan membersihkan perilaku di Marwa," ujar Ali Syariati dalam bukunya berjudul " Haji ".
Suatu ketika Imam Junaid al-Baghdadi mendapat kunjungan dari seseorang yang baru saja pulang menunaikan haji. Meski ritual haji telah ia jalani, orang ini belum menunjukkan perubahan perilaku apa-apa dalam hidupnya. Beliau pun banyak bertanya kepada lelaki itu tentang banyak hal terkait haji, salah satunya perihal sai.
“Ketika engkau berlari antara Shafa dan Marwa, apakah engkau telah mencapai peringkat kesucian dan kebajikan?” tanya Imam Junaid.
“Tidak,” jawab lelaki itu.
“Berarti engkau tidak sa’i,” ujar Imam Junaid.
Ali Syariati mengatakan perjalanan sa’i sebanyak tujuh kali yang diawali dari bukit Shafa dan di akhiri di bukit Marwa melambangkan bahwa manusia dalam mencapai kehidupan harus melalui usaha dengan penuh kesucian dan ketegaran.
Hasil usaha manusia akan diperoleh dengan baik melalui usaha dan anugerah Allah, sebagaimana yang dialami Siti Hajar bersama puteranya (Isma’il).
Hajar adalah teladan bagi manusia, kepasrahan dan kepatuhannya yang sangat teguh yang disandarkan kepada cinta. Karena “cinta” kepada Allah, Siti Hajar pasrah kepada kehendak-Nya yang mutlak.
"Demikian pula dengan sa’i yang merupakan simbol perjuangan yaitu sikap optimis dan dinamis dalam hidup. Kemudian berakhir di Marwa yang berarti idealnya manusia harus bersikap menghargai, bermurah hati dan saling memaafkan," Quraish Shihab menambahkan.
Mencukur Aib
Kemudian dilanjutkan dengan mencukur rambut. Waktu mencukur rambut, cukurlah aib-aibmu lahir batin. Ritual ini disebut tahallul.
Allah SWT berfirman:
لَـقَدۡ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوۡلَهُ الرُّءۡيَا بِالۡحَـقِّ ۚ لَـتَدۡخُلُنَّ الۡمَسۡجِدَ الۡحَـرَامَ اِنۡ شَآءَ اللّٰهُ اٰمِنِيۡنَۙ مُحَلِّقِيۡنَ رُءُوۡسَكُمۡ وَمُقَصِّرِيۡنَۙ لَا تَخَافُوۡنَؕ فَعَلِمَ مَا لَمۡ تَعۡلَمُوۡا فَجَعَلَ مِنۡ دُوۡنِ ذٰلِكَ فَتۡحًا قَرِيۡبًا
Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat. ( QS Al-Fath [48] : 27).
Setelah selesai ritual inilah, manusia dituntut untuk menutup (mencukur) aib-aibnya (masa lalunya) dengan membuka lembaran kehidupan baru yang lebih baik sesuai dengan tuntunan Allah.
Kalau belum melakukan prosesi seperti itu, jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh penyair Persia Nasher Khosrow, sebagaimana dikutip Quraish Shihab dalam bukunya " Membumikan Al-Quran ":
"Ketika berdiri di bukit Shafa, sucikan ruh dan batinmu untuk menemui Tuhan pada hari pertemuan dengan-Nya dan menempatkan diri pada pengawasan-Nya dengan membersihkan perilaku di Marwa," ujar Ali Syariati dalam bukunya berjudul " Haji ".
Suatu ketika Imam Junaid al-Baghdadi mendapat kunjungan dari seseorang yang baru saja pulang menunaikan haji. Meski ritual haji telah ia jalani, orang ini belum menunjukkan perubahan perilaku apa-apa dalam hidupnya. Beliau pun banyak bertanya kepada lelaki itu tentang banyak hal terkait haji, salah satunya perihal sai.
“Ketika engkau berlari antara Shafa dan Marwa, apakah engkau telah mencapai peringkat kesucian dan kebajikan?” tanya Imam Junaid.
“Tidak,” jawab lelaki itu.
“Berarti engkau tidak sa’i,” ujar Imam Junaid.
Ali Syariati mengatakan perjalanan sa’i sebanyak tujuh kali yang diawali dari bukit Shafa dan di akhiri di bukit Marwa melambangkan bahwa manusia dalam mencapai kehidupan harus melalui usaha dengan penuh kesucian dan ketegaran.
Hasil usaha manusia akan diperoleh dengan baik melalui usaha dan anugerah Allah, sebagaimana yang dialami Siti Hajar bersama puteranya (Isma’il).
Hajar adalah teladan bagi manusia, kepasrahan dan kepatuhannya yang sangat teguh yang disandarkan kepada cinta. Karena “cinta” kepada Allah, Siti Hajar pasrah kepada kehendak-Nya yang mutlak.
"Demikian pula dengan sa’i yang merupakan simbol perjuangan yaitu sikap optimis dan dinamis dalam hidup. Kemudian berakhir di Marwa yang berarti idealnya manusia harus bersikap menghargai, bermurah hati dan saling memaafkan," Quraish Shihab menambahkan.
Mencukur Aib
Kemudian dilanjutkan dengan mencukur rambut. Waktu mencukur rambut, cukurlah aib-aibmu lahir batin. Ritual ini disebut tahallul.
Allah SWT berfirman:
لَـقَدۡ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوۡلَهُ الرُّءۡيَا بِالۡحَـقِّ ۚ لَـتَدۡخُلُنَّ الۡمَسۡجِدَ الۡحَـرَامَ اِنۡ شَآءَ اللّٰهُ اٰمِنِيۡنَۙ مُحَلِّقِيۡنَ رُءُوۡسَكُمۡ وَمُقَصِّرِيۡنَۙ لَا تَخَافُوۡنَؕ فَعَلِمَ مَا لَمۡ تَعۡلَمُوۡا فَجَعَلَ مِنۡ دُوۡنِ ذٰلِكَ فَتۡحًا قَرِيۡبًا
Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat. ( QS Al-Fath [48] : 27).
Setelah selesai ritual inilah, manusia dituntut untuk menutup (mencukur) aib-aibnya (masa lalunya) dengan membuka lembaran kehidupan baru yang lebih baik sesuai dengan tuntunan Allah.
Kalau belum melakukan prosesi seperti itu, jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh penyair Persia Nasher Khosrow, sebagaimana dikutip Quraish Shihab dalam bukunya " Membumikan Al-Quran ":