Kisah Abu Darda, Terlalu Rajin Ibadah Sehingga Lupa Istri dan Membenci Harta
Sabtu, 17 September 2022 - 19:47 WIB
KIsah Abu Darda rajin ibadah sehingga melupakan istri dan membenci harta diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam kitab Ash-Shahabah. Rasulullah SAW tidak membenarkan tindakan Abu Darda itu. Begitu juga Salman al-Farisi .
"Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka,” ujar Salman menasihati Abu Darda.
Abu Juhaifah Wahb bin Abdillah ra mengatakan Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan Salman al-Farisi ra dan Abu Darda ra. Setelah itu Salman mengunjungi rumah Abu Darda. Dia melihat Ummu Darda, yakni istri Abu Darda, memakai pakaian kerja yang buruk. “Wahai Ummu Darda, kenapa engkau berpakaian seperti itu?” tanya Salman.
“Saudaramu Abu Darda sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu sholat malam,” jawab Ummu Darda.
Lantas datanglah Abu Darda. Ia menyiapkan hidangan makanan kepada Salman. “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa,” ujar Abu Darda mempersilakan Salman untuk menikmati hidangan itu.
“Aku tidak akan makan hingga engkau juga makan,” jawab Salman. Lantas Abu Darda pun ikut makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu Darda pergi untuk mengerjakan sholat. Akan tetapi, Salman menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak sholat, dan Salman berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” Abu Darda pun menurut.
Ketika malam sudah lewat Salman berkata kepada Abu Darda: “Wahai Abu Darda, sekarang bangunlah.” Keduanya pun mengerjakan sholat.
Setelah selesai sholat, Salman berkata kepada Abu Darda. "Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”
Selanjutnya Abu Darda mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.
Nabi SAW menjawab, “Salman benar.” [HR al-Bukhari)
Sangat Bijaksana
Abu Darda bernama asli Uwaimir bin Amir bin Mâlik bin Zaid bin Qais bin Umayyah bin Amir bin Adi bin Ka`b bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj. Ada yang berpendapat, namanya adalah Amir bin Mâlik, sedangkan Uwaimir adalah julukannya. Ibunya bernama Mahabbah binti Wâqid bin Amir bin Ithnâbah.
Beliau termasuk sahabat yang akhir masuk Islam. Akan tetapi, beliau termasuk sahabat yang bagus keislamannya, seorang faqih, pandai dan bijaksana.
Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Salman al-Fârisi. Nabi SAW mengatakan, “Uwaimir adalah hakîmul ummah (seorang yang sangat bijaksana).”
Abu Darda mengikuti berbagai peperangan setelah perang Uhud. Adapun keikutsertaan beliau dalam perang Uhud masih diperselisihkan.
Diriwayatkan juga, tentang penuturan Abu Darda. “Tatkala Nabi diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu. Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada Allah taala."
"Demi Allah, alangkah senangnya seandainya aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan sholat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku sedekahkan semua di jalan Allah SWT.”
Seseorang bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Darda, kenapa engkau membenci hal (harta) itu?”
Beliau menjawab, “Aku takut (hisab yang dahsyat). Pada hari kiamat Allah akan menghisab hartaku ini dan bertanya kepadaku dua hal: Pertama, dari mana harta itu diperoleh, dan kedua, kemana harta itu dibelanjakan. Harta yang halal ada hisabnya dan harta yang haram ada siksanya.”
Cinta dan Benci Kematian
Syumaith bin Ajlan mengatakan tatkala Abu Darda hendak meninggal dunia, beliau merasa gelisah. Ummu Darda berkata kepadanya, "Wahai Abu Darda, bukankah engkau pernah memberitahuku bahwa engkau mencintai kematian?"
Abu Darda menjawab, "Demi Allah, benar, akan tetapi tatkala aku yakin akan meninggal dunia, aku menjadi benci kepada kematian."
Kemudian Abu Darda menangis. "Sekarang adalah detik-detik akhir hidupku di dunia ini. Bimbinglah aku mengucapkan lâ ilâha illallâh," ujar Abu Darda.
Akhirnya Abu Darda senantiasa mengucapkan kalimat itu hingga meninggal dunia.
Abu Darda wafat dua tahun sebelum pembunuhan Utsmân bin Affân ra. Ada yang mengatakan bahwa beliau wafat setelah perang Siffin. Ada yang mengatakan tahun 23 atau 24 H di kota Dimasyq dan ada juga yang mengatakan tahun 38 atau 39. Akan tetapi, yang masyhur dari kebanyakan para ahli ilmu adalah beliau wafat pada masa kekhalifahan Utsman.
"Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka,” ujar Salman menasihati Abu Darda.
Baca Juga
Abu Juhaifah Wahb bin Abdillah ra mengatakan Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan Salman al-Farisi ra dan Abu Darda ra. Setelah itu Salman mengunjungi rumah Abu Darda. Dia melihat Ummu Darda, yakni istri Abu Darda, memakai pakaian kerja yang buruk. “Wahai Ummu Darda, kenapa engkau berpakaian seperti itu?” tanya Salman.
“Saudaramu Abu Darda sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu sholat malam,” jawab Ummu Darda.
Lantas datanglah Abu Darda. Ia menyiapkan hidangan makanan kepada Salman. “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa,” ujar Abu Darda mempersilakan Salman untuk menikmati hidangan itu.
“Aku tidak akan makan hingga engkau juga makan,” jawab Salman. Lantas Abu Darda pun ikut makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu Darda pergi untuk mengerjakan sholat. Akan tetapi, Salman menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak sholat, dan Salman berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” Abu Darda pun menurut.
Ketika malam sudah lewat Salman berkata kepada Abu Darda: “Wahai Abu Darda, sekarang bangunlah.” Keduanya pun mengerjakan sholat.
Setelah selesai sholat, Salman berkata kepada Abu Darda. "Wahai Abu Darda sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”
Selanjutnya Abu Darda mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.
Nabi SAW menjawab, “Salman benar.” [HR al-Bukhari)
Sangat Bijaksana
Abu Darda bernama asli Uwaimir bin Amir bin Mâlik bin Zaid bin Qais bin Umayyah bin Amir bin Adi bin Ka`b bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj. Ada yang berpendapat, namanya adalah Amir bin Mâlik, sedangkan Uwaimir adalah julukannya. Ibunya bernama Mahabbah binti Wâqid bin Amir bin Ithnâbah.
Beliau termasuk sahabat yang akhir masuk Islam. Akan tetapi, beliau termasuk sahabat yang bagus keislamannya, seorang faqih, pandai dan bijaksana.
Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Salman al-Fârisi. Nabi SAW mengatakan, “Uwaimir adalah hakîmul ummah (seorang yang sangat bijaksana).”
Abu Darda mengikuti berbagai peperangan setelah perang Uhud. Adapun keikutsertaan beliau dalam perang Uhud masih diperselisihkan.
Diriwayatkan juga, tentang penuturan Abu Darda. “Tatkala Nabi diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu. Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada Allah taala."
"Demi Allah, alangkah senangnya seandainya aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan sholat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku sedekahkan semua di jalan Allah SWT.”
Seseorang bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Darda, kenapa engkau membenci hal (harta) itu?”
Beliau menjawab, “Aku takut (hisab yang dahsyat). Pada hari kiamat Allah akan menghisab hartaku ini dan bertanya kepadaku dua hal: Pertama, dari mana harta itu diperoleh, dan kedua, kemana harta itu dibelanjakan. Harta yang halal ada hisabnya dan harta yang haram ada siksanya.”
Cinta dan Benci Kematian
Syumaith bin Ajlan mengatakan tatkala Abu Darda hendak meninggal dunia, beliau merasa gelisah. Ummu Darda berkata kepadanya, "Wahai Abu Darda, bukankah engkau pernah memberitahuku bahwa engkau mencintai kematian?"
Abu Darda menjawab, "Demi Allah, benar, akan tetapi tatkala aku yakin akan meninggal dunia, aku menjadi benci kepada kematian."
Kemudian Abu Darda menangis. "Sekarang adalah detik-detik akhir hidupku di dunia ini. Bimbinglah aku mengucapkan lâ ilâha illallâh," ujar Abu Darda.
Akhirnya Abu Darda senantiasa mengucapkan kalimat itu hingga meninggal dunia.
Abu Darda wafat dua tahun sebelum pembunuhan Utsmân bin Affân ra. Ada yang mengatakan bahwa beliau wafat setelah perang Siffin. Ada yang mengatakan tahun 23 atau 24 H di kota Dimasyq dan ada juga yang mengatakan tahun 38 atau 39. Akan tetapi, yang masyhur dari kebanyakan para ahli ilmu adalah beliau wafat pada masa kekhalifahan Utsman.
(mhy)