Gubernur yang Masuk Daftar Penduduk Miskin
Kamis, 09 Juli 2020 - 11:06 WIB
“Jauh lebih besar dari itu!” jawab Said tetap sedih.
“Apa pulakah gerangan yang Iebih dari itu?” tanya isterinya tak sabar.
“Dunia telah datang untuk merusak akhiratku. Bencana telah menyusup ke rumah tangga kita,” jawab Said tegas.
“Bebaskan dirimu daripadanya!“ kata isteri Said memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya pundi-pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk pribadi suaminya.
“Mahukah Engkau menolongku berbuat demikian?” tanya Said. “Tentu...!“ jawab istrinya bersemangat. Maka Said mengambil pundi-pundi uang itu, lalu disuruhnya istrinya membagi-bagi kepada fakir miskin.
Tidak berapa lama kemudian, Khalifah Umar berkunjung ke Syria, menginspeksi pemerintahan di sana. Dalam kunjungannya itu beliau. menyempatkan diri singgah di Himsh Kota Himsh pada masa itu dinamai orang pula “Kuwaifah (Kufah kedil)”, karena rakyatnya sering melapor kepada pemerintah pusat dengan kelemahan-kelemahan Gubernur mereka, persis seperti kelakuan masyarakat Kufah.
Tatkala Khalifah singgah di sana, rakyat mengelu-elukan beliau, mengucapkan Selamat Datang. Khalifah bertanya kepada rakyat, “Bagaimana penilaian Saudara-Saudara terhadap kebijakan Gubernur”.
“Ada empat macam kelemahan yang hendak kami laporkan kepada Khalifah,” jawab rakyat.
“Saya akan pertemukan kalian dengan Gubernur kalian,” jawab Khalifah Umar sambil mendo’a: “Semoga sangka baik saya selama ini kepada Said bin ‘Amir tidak salah.”
Maka tatkala semua pihak—yaitu Gubernur dan masyarakat—telah lengkap berada di hadapan Khalifah, beliau bertanya kepada rakyat, “Bagaimana laporan saudara-saudara tentang kebijakan Gubernur Saudara-saudara?”
Pertanyaan Khalifah dijawab oleh seorang Juru Bicara. Pertama: Gubernur selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi. “Bagaimana tanggapan Anda mengenai laporan rakyat Anda itu, hai Said?” tanya Khalifah.
Gubernur Said bin ‘Amir Al-Jumahy diam sejenak. Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya saya keberatan menanggapinya. Tetapi apa boleh buat. Keluarga saya tidak mempunyai pembantu. Karena itu tiap pagi saya terpaksa turun tangan membuat adonan roti lebih dahulu untuk mereka. Sesudah adonan itu asam (siap untuk dimasak), barulah saya buat roti. Kemudian saya berwudhu’. Sesudah itu barulah saya berangkat ke tempat tugas untuk melayani masyarakat.”
“Apa lagi laporan Saudara-saudara?” tanya Khalifah kepada hadirin.
Kedua, Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari.”
“Bagaimana pula tanggapan Anda mengenai itu, hai Said?” tanya khalifah.
“Ini sesungguhnya lebih berat bagi saya menanggapinya, terutama di hadapan umum seperti ini,” kata Said. “Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat, malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,” lanjut Said
“Apa pulakah gerangan yang Iebih dari itu?” tanya isterinya tak sabar.
“Dunia telah datang untuk merusak akhiratku. Bencana telah menyusup ke rumah tangga kita,” jawab Said tegas.
“Bebaskan dirimu daripadanya!“ kata isteri Said memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya pundi-pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk pribadi suaminya.
“Mahukah Engkau menolongku berbuat demikian?” tanya Said. “Tentu...!“ jawab istrinya bersemangat. Maka Said mengambil pundi-pundi uang itu, lalu disuruhnya istrinya membagi-bagi kepada fakir miskin.
Tidak berapa lama kemudian, Khalifah Umar berkunjung ke Syria, menginspeksi pemerintahan di sana. Dalam kunjungannya itu beliau. menyempatkan diri singgah di Himsh Kota Himsh pada masa itu dinamai orang pula “Kuwaifah (Kufah kedil)”, karena rakyatnya sering melapor kepada pemerintah pusat dengan kelemahan-kelemahan Gubernur mereka, persis seperti kelakuan masyarakat Kufah.
Tatkala Khalifah singgah di sana, rakyat mengelu-elukan beliau, mengucapkan Selamat Datang. Khalifah bertanya kepada rakyat, “Bagaimana penilaian Saudara-Saudara terhadap kebijakan Gubernur”.
“Ada empat macam kelemahan yang hendak kami laporkan kepada Khalifah,” jawab rakyat.
“Saya akan pertemukan kalian dengan Gubernur kalian,” jawab Khalifah Umar sambil mendo’a: “Semoga sangka baik saya selama ini kepada Said bin ‘Amir tidak salah.”
Maka tatkala semua pihak—yaitu Gubernur dan masyarakat—telah lengkap berada di hadapan Khalifah, beliau bertanya kepada rakyat, “Bagaimana laporan saudara-saudara tentang kebijakan Gubernur Saudara-saudara?”
Pertanyaan Khalifah dijawab oleh seorang Juru Bicara. Pertama: Gubernur selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi. “Bagaimana tanggapan Anda mengenai laporan rakyat Anda itu, hai Said?” tanya Khalifah.
Gubernur Said bin ‘Amir Al-Jumahy diam sejenak. Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya saya keberatan menanggapinya. Tetapi apa boleh buat. Keluarga saya tidak mempunyai pembantu. Karena itu tiap pagi saya terpaksa turun tangan membuat adonan roti lebih dahulu untuk mereka. Sesudah adonan itu asam (siap untuk dimasak), barulah saya buat roti. Kemudian saya berwudhu’. Sesudah itu barulah saya berangkat ke tempat tugas untuk melayani masyarakat.”
“Apa lagi laporan Saudara-saudara?” tanya Khalifah kepada hadirin.
Kedua, Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari.”
“Bagaimana pula tanggapan Anda mengenai itu, hai Said?” tanya khalifah.
“Ini sesungguhnya lebih berat bagi saya menanggapinya, terutama di hadapan umum seperti ini,” kata Said. “Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat, malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,” lanjut Said