Sang Penjelajah Dunia dan Ahli Hadis dari Kaum Hawa
Minggu, 12 Juli 2020 - 14:24 WIB
Pada awal-awal sejarah peradaban Islam , banyak kaum wanita yang terlibat aktif dalam diskusi-diskusi intelektual bersama kaum laki-laki di masjid-masjid, pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan yang menyebar di berbagai tempat. Mereka saling belajar keilmuan Islam, seperti tafsir, hadis, fikih, metodologi fikih dan keilmuan sosial .
Bahkan banyak sumber menyebutkan bahwa banyak ulama laki-laki yang memperoleh pengetahuannya dari ulama muslimahini. Beberapa di antaranya adalah Imam Malik, Imam al-Syafi’I, Imam Ibnu Hazm dan Ibnu Arabi. Imam al-Syafi’i adalah murid sekaligus teman diskusi ulama perempuan Sayyidah Nafisah. Dikatakan:
“Imam al-Syafi’I adalah ulama yang paling sering bersamanya dan mengaji kepadanya, padahal saat itu ia sudah menjadi seorang ahli fikih besar (mujtahid). Pada bulan Ramadhan ia salat Tarawih bersamanya di masjidnya.” (Baca juga : Hati-hati, Inilah Cara Iblis Celakakan Manusia )
Selain Sayyidah Nafisah, seorang perempuan muslimah yang menjadi guru besar bagi para ulama adalah Karimah al-Marwaziyyah. Imam al-Dzahabi dalam bukunya yang terkenal Siyar A’lam al-Nubala (Biografi Para Tokoh Cerdas) menyebut Karimah sebagai “al-Syekhah” (guru besar perempuan), “al-‘Alimah” (ulama perempuan), dan “al-Musnidah” (ahli hadis besar), bergelar “Al-Mujawirah bi Haram Allah” (perempuan tetangga tanah suci Makkah). Sementara para ulama Maroko menyebutnya sebagai “al-Ustazah” (profesor perempuan) dan “al-Hurrah al-Zahidah” (sufi perempuan).
DialahKarimah binti Ahmad bin Muhammasd bin Hatim Al-Marwaziyyah, atau dikenal sebagai Karimah al-Marwaziyyah. Karimah-lah yang menjadi muslimah pertama yang belajar kitab Shahih al-Bukhari . Bahkan dialah yang memiliki manuskrip paling berharga yang di kemudian hari dijadikan sumber penulisan karya besar al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqallani, Fath al-Bari, sebuah syarah atas kitab hadis paling otoritatif tersebut.
Berawal dari Penjelajahan
Kepopuleran Karimah al-Marwaziyyah ini, taktala ia harus bepergian atau menjelajah bersama ayahnya. Dinukil dari
kitab Al-Ulama Al’Uzzaab, karya Abdul Fatah Abu Ghaddah, diceritakan, awalnya Karimah pergi bersama ayahnya melewati daratan dan lautan dari Turkmenistan ke Iran dan Yerusalem, sampai akhirnya menetap di Makkah. Dari perjalanan itu, Karimah juga dikenal sebagai penjelajah dunia. (Baca juga : Raziyya Al-Din, Sultan Wanita Pertama dalam Sejarah Islam )
Karimah sendiri terlahir pada 365 H di Marwa, Turkmenistan. Di Makkah, Karimah mempelajari Sahih al-Bukhari dan menjadi salah satu orang terpelajar yang paling dihormati pada masanya. Karimah pun didaulat sebagai ulama hadis dari kaum hawa. Bahkan, ia dikenal sebagai muslimah pertama yang mempelajari hadis Bukhari secara utuh.
Riwayat lain menyebutkan, al-Marwaziyya disebut sebagai muhadis (sebutan untuk ahli hadis yang teliti dan cermat). Sejak kecil, ia pun telah dikenal dengan kecerdasan dan kriteria perawinya. Tak hanya itu, sifat jujur, amanah, dan ketaatannya telah melekat pada dirinya sejak dini.
Sejarawan menggambarkan Karimah sebagai sosok muslimah nan agung, ahli ilmu, dan memiliki sanad hadis yang berkualitas. Sanadnya kepada Bukhari, ia peroleh dari Abu Haitsam al-Kusymahani, Dhahir Ibnu Ahmad Assarkhasi, dan Abdullah Ibnu Yusuf bin Bamuwaih as-Ashabahani.
Imam al-Dzahabi menceritakan, ketika belajar di Makkah, ada kebiasaan yang sering dilakukan Karimah al-Mawaziyyah. Ia selalu menunggu-nunggu datangnya musim haji. Karena pada saat itu ia akan bertemu dengan para ulama besar dari seluruh dunia dan bisa menimba ilmu, terutama mendapatkan riwayat hadis dari mereka yang memiliki posisi otoritatif. Tetapi pada saat yang sama di Makkah, Karimah juga menyelenggarakan sebuah “halaqah”, atau forum , pengajian untuk semua pelajar dan ulama laki-laki dan perempuan.
Beberapa ulama besar yang belajar kepada Karimah dan memperoleh ijazah darinya yaitu: Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 1070 M), penulis buku Tarikh Baghdad, Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani (1095), Abu al-Ghanaim Muhammad bin Ali bin Maimun al-Nursi (1116 M), Muhaddits Kufah.
Abu al-Ghanim al-Nursi mengatakan,“Sayyidah Karimah mengeluarkan satu naskah tulisan tangan hadis Shahih Bukhari. Aku duduk di hadapannya, aku menulis 9 lembar dan membacakannya di hadapan dia. Aku ingin mendiskusikannya sendiri dengan orang lain. Lalu dia mengatakan: Jangan, Kamu harus mendiskusikannya dengan aku. Maka akupun mendiskusikannya dengan dia.”
Selain kecerdasannya, Karimah juga dikenal karena kejujuran dan ketaatan dalam menjaga amanah menumbuhkan kepercayaan para ulama guna menimba ilmu kepada muslimah yang dikenal pula dengan Ummul Kiram (ibu orang-orang mulia). Keistimewaannya itu semakin diperkuat dengan budi pekerti dan ketekunannya dalam beribadah. Tercatat, di antara sosok ahli imu yang belajar kepadanya, Hafidz Abu Bakar al-Khatib, Abu Thalib Inu Muhammad Zainabi, dan as-Sam'ani.
Dari ilmu yang dimilikinya, Karimah juga menumpahkannya dalam karya tulis . Disebutkan, karya tulis yang dihasilkan sepanjang hidupya mencapai 100 kitab. Dedikasinya dalam ilmu hadis diabadikan dalam sebuah kitab al-I'bar.
Karimah juga termasuk salah satu ahli ilmu yang tidak terlalu memperhatikan kehidupan pribadinya di dunia. Ada yang menyimpulkan, kesibukannya mendalami dan mencintai ilmu menjadi alasan Karimah tidak menikah. Perihal itu, dibuktikannya dengan tinggi dan luas ilmu yang dimilikinya. Sehingga, ia pun ditempatkan sebagai ahli hadis perempuan. (Baca juga : Bolehkah Muslimah Berhias dengan Memakai Celak? )
Tentang sejarah dan biografi tokoh ini juga ditulis di banyak kitab. Beberapa di antaranya yaitu: Ibnu Atsir dalam Al-Kamil fi al-Tarikh, Ibnu al-Jauzi dalam Al-Muntazhim, Al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa al-Nihayah, Ibnu Imad dalam Syadzarat al-Dzahab dan Al-Zirikli dalam Al-A’lam.
Semua buku biografi di atas menginformasikan kepada kita bahwa ulama muslimah terkemuka ini tidak menikah sampai akhir hayatnya, tahun 1070 M.
Wallahu A'lam
Bahkan banyak sumber menyebutkan bahwa banyak ulama laki-laki yang memperoleh pengetahuannya dari ulama muslimahini. Beberapa di antaranya adalah Imam Malik, Imam al-Syafi’I, Imam Ibnu Hazm dan Ibnu Arabi. Imam al-Syafi’i adalah murid sekaligus teman diskusi ulama perempuan Sayyidah Nafisah. Dikatakan:
“Imam al-Syafi’I adalah ulama yang paling sering bersamanya dan mengaji kepadanya, padahal saat itu ia sudah menjadi seorang ahli fikih besar (mujtahid). Pada bulan Ramadhan ia salat Tarawih bersamanya di masjidnya.” (Baca juga : Hati-hati, Inilah Cara Iblis Celakakan Manusia )
Selain Sayyidah Nafisah, seorang perempuan muslimah yang menjadi guru besar bagi para ulama adalah Karimah al-Marwaziyyah. Imam al-Dzahabi dalam bukunya yang terkenal Siyar A’lam al-Nubala (Biografi Para Tokoh Cerdas) menyebut Karimah sebagai “al-Syekhah” (guru besar perempuan), “al-‘Alimah” (ulama perempuan), dan “al-Musnidah” (ahli hadis besar), bergelar “Al-Mujawirah bi Haram Allah” (perempuan tetangga tanah suci Makkah). Sementara para ulama Maroko menyebutnya sebagai “al-Ustazah” (profesor perempuan) dan “al-Hurrah al-Zahidah” (sufi perempuan).
DialahKarimah binti Ahmad bin Muhammasd bin Hatim Al-Marwaziyyah, atau dikenal sebagai Karimah al-Marwaziyyah. Karimah-lah yang menjadi muslimah pertama yang belajar kitab Shahih al-Bukhari . Bahkan dialah yang memiliki manuskrip paling berharga yang di kemudian hari dijadikan sumber penulisan karya besar al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqallani, Fath al-Bari, sebuah syarah atas kitab hadis paling otoritatif tersebut.
Berawal dari Penjelajahan
Kepopuleran Karimah al-Marwaziyyah ini, taktala ia harus bepergian atau menjelajah bersama ayahnya. Dinukil dari
kitab Al-Ulama Al’Uzzaab, karya Abdul Fatah Abu Ghaddah, diceritakan, awalnya Karimah pergi bersama ayahnya melewati daratan dan lautan dari Turkmenistan ke Iran dan Yerusalem, sampai akhirnya menetap di Makkah. Dari perjalanan itu, Karimah juga dikenal sebagai penjelajah dunia. (Baca juga : Raziyya Al-Din, Sultan Wanita Pertama dalam Sejarah Islam )
Karimah sendiri terlahir pada 365 H di Marwa, Turkmenistan. Di Makkah, Karimah mempelajari Sahih al-Bukhari dan menjadi salah satu orang terpelajar yang paling dihormati pada masanya. Karimah pun didaulat sebagai ulama hadis dari kaum hawa. Bahkan, ia dikenal sebagai muslimah pertama yang mempelajari hadis Bukhari secara utuh.
Riwayat lain menyebutkan, al-Marwaziyya disebut sebagai muhadis (sebutan untuk ahli hadis yang teliti dan cermat). Sejak kecil, ia pun telah dikenal dengan kecerdasan dan kriteria perawinya. Tak hanya itu, sifat jujur, amanah, dan ketaatannya telah melekat pada dirinya sejak dini.
Sejarawan menggambarkan Karimah sebagai sosok muslimah nan agung, ahli ilmu, dan memiliki sanad hadis yang berkualitas. Sanadnya kepada Bukhari, ia peroleh dari Abu Haitsam al-Kusymahani, Dhahir Ibnu Ahmad Assarkhasi, dan Abdullah Ibnu Yusuf bin Bamuwaih as-Ashabahani.
Imam al-Dzahabi menceritakan, ketika belajar di Makkah, ada kebiasaan yang sering dilakukan Karimah al-Mawaziyyah. Ia selalu menunggu-nunggu datangnya musim haji. Karena pada saat itu ia akan bertemu dengan para ulama besar dari seluruh dunia dan bisa menimba ilmu, terutama mendapatkan riwayat hadis dari mereka yang memiliki posisi otoritatif. Tetapi pada saat yang sama di Makkah, Karimah juga menyelenggarakan sebuah “halaqah”, atau forum , pengajian untuk semua pelajar dan ulama laki-laki dan perempuan.
Beberapa ulama besar yang belajar kepada Karimah dan memperoleh ijazah darinya yaitu: Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 1070 M), penulis buku Tarikh Baghdad, Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani (1095), Abu al-Ghanaim Muhammad bin Ali bin Maimun al-Nursi (1116 M), Muhaddits Kufah.
Abu al-Ghanim al-Nursi mengatakan,“Sayyidah Karimah mengeluarkan satu naskah tulisan tangan hadis Shahih Bukhari. Aku duduk di hadapannya, aku menulis 9 lembar dan membacakannya di hadapan dia. Aku ingin mendiskusikannya sendiri dengan orang lain. Lalu dia mengatakan: Jangan, Kamu harus mendiskusikannya dengan aku. Maka akupun mendiskusikannya dengan dia.”
Selain kecerdasannya, Karimah juga dikenal karena kejujuran dan ketaatan dalam menjaga amanah menumbuhkan kepercayaan para ulama guna menimba ilmu kepada muslimah yang dikenal pula dengan Ummul Kiram (ibu orang-orang mulia). Keistimewaannya itu semakin diperkuat dengan budi pekerti dan ketekunannya dalam beribadah. Tercatat, di antara sosok ahli imu yang belajar kepadanya, Hafidz Abu Bakar al-Khatib, Abu Thalib Inu Muhammad Zainabi, dan as-Sam'ani.
Dari ilmu yang dimilikinya, Karimah juga menumpahkannya dalam karya tulis . Disebutkan, karya tulis yang dihasilkan sepanjang hidupya mencapai 100 kitab. Dedikasinya dalam ilmu hadis diabadikan dalam sebuah kitab al-I'bar.
Karimah juga termasuk salah satu ahli ilmu yang tidak terlalu memperhatikan kehidupan pribadinya di dunia. Ada yang menyimpulkan, kesibukannya mendalami dan mencintai ilmu menjadi alasan Karimah tidak menikah. Perihal itu, dibuktikannya dengan tinggi dan luas ilmu yang dimilikinya. Sehingga, ia pun ditempatkan sebagai ahli hadis perempuan. (Baca juga : Bolehkah Muslimah Berhias dengan Memakai Celak? )
Tentang sejarah dan biografi tokoh ini juga ditulis di banyak kitab. Beberapa di antaranya yaitu: Ibnu Atsir dalam Al-Kamil fi al-Tarikh, Ibnu al-Jauzi dalam Al-Muntazhim, Al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa al-Nihayah, Ibnu Imad dalam Syadzarat al-Dzahab dan Al-Zirikli dalam Al-A’lam.
Semua buku biografi di atas menginformasikan kepada kita bahwa ulama muslimah terkemuka ini tidak menikah sampai akhir hayatnya, tahun 1070 M.
Wallahu A'lam
(wid)