Murtad dan Penolakan Membayar Zakat Pascawafatnya Rasulullah
loading...
A
A
A
Sedangkan kabilah-kabilah lain masih belum menentu. Di antara mereka, yang baru masuk Islam, ada yang murtad, ada yang karena ajaran Islam belum meresap ke dalam hati mereka, dan ada pula yang karena memang keyakinannya yang sudah kacau.
Menolak Zakat
Di samping itu, yang terbaik di antara mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai adanya kekuasaan Madinah , baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Madinah kepada mereka. Jiwa mereka yang mau bebas dari segala kekuasaan menentang.
Sejak masuk Islam mereka mau melaksanakan kewajiban itu hanya kepada Rasulullah yang sudah menerima wahyu , dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Madinah yang patut dimuliakan.
Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat. Kabilah-kabilah yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Madinah, terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah.
Mereka yang tinggal jauh dari Madinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang yang mendakwahkan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dari Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan ZutTaj Laqit bin Malik di Oman, di samping sejumlah besar pengikut-pengikut Aswad al-Ansi di Yaman.
Mereka menjadi pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih bersikeras dengan mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang Riddah.
Menurut Haekal, terjadinya pergolakan di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman terhadap kekuasaan Quraisy itu serta berbaliknya mereka dari Islam, bukan karena letak geografisnya dengan Madinah saja, tetapi karena faktor-faktor masyarakat Arab dan unsur-unsur asing lainnya, yang bekasnya tampak sekali pada saat-saat terakhir masa Rasulullah.
Islam tersebar dan masuk ke daerah-daerah yang jauh dari Makkah dan Madinah di semenanjung itu baru setelah penaklukan Makkah serta terjadinya ekspedisi Hunain dan pengepungan Ta'if.
Sampai pada waktu itu kegiatan Rasulullah terbatas di sekitar kedua kota suci itu, Makkah dan Madinah. Islam baru keluar perbatasan Makkah tak lama sebelum hijr'ah ke Yasrib (Madinah). Sampai sesudah hijrah pun selama beberapa tahun berikutnya kegiatan Nabi tetap tertuju untuk menjaga kebebasan dakwah Islam di tempat yang baru ini.
Setelah kaum Muslimin berhasil menghilangkan kekuasaan Yahudi di Yasrib, dan sesudah memperoleh kemenangan di Makkah, barulah orang-orang itu mau menerima agama yang benar ini. Utusan-utusan berdatangan dari segenap penjuru Semenanjung untuk menyatakan telah masuk Islam.
Nabi pun mengutus wakil-wakilnya untuk mengajarkan dan memperdalam ajaran Islam serta sekaligus memungut zakat, infak dan sedekah.
Menurut Haekal, wajar saja bila agama ini tidak dapat mengakar ke dalam hati kabilah-kabilah itu seperti yang sudah dihayati oleh penduduk Makkah dan Madinah serta masyarakat Arab yang berdekatan di sekitarnya.
Di tempat asalnya, Islam memerlukan waktu dua puluh tahun penuh untuk menjadi stabil. Selama itu pula lawan-lawannya terus berusaha mati-matian melancarkan permusuhan, yang berlangsung hingga selama beberapa tahun. Akibat dari semua itu, kemudian permusuhan berakhir dengan kemenangan di tangan Islam.
Ajaran-ajarannya sekarang dapat dirasakan dan meresap ke dalam hati orang-orang Arab Makkah, Ta'if, Madinah serta tempat-tempat dan kabilah-kabilah berdekatan yang dapat berhubungan dengan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Tetapi mereka yang berada jauh dari daerah yang pernah menyaksikan kegiatan Nabi Muhammad selama bertahun-tahun terus-menerus itu, mengajak orang kepada ajaran Allah dan agama Allah, agama baru itu tidak membekas pada mereka.
Bahkan mereka memberontak dan berusaha hendak kembali kepada kebebasan politik dan agamanya yang lama.
Haekal mengatakan dalam membangkitkan pergolakan ini faktor-faktor asing sebenarnya tidak pula kurang pengaruhnya daripada faktor-faktor setempat.
Makkah dan Madinah serta para kabilah di sekitarnya sama sekali tidak mau tunduk pada kekuasaan Persia atau Romawi yang ketika itu memang sedang menguasai dunia.
Menolak Zakat
Di samping itu, yang terbaik di antara mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai adanya kekuasaan Madinah , baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Madinah kepada mereka. Jiwa mereka yang mau bebas dari segala kekuasaan menentang.
Sejak masuk Islam mereka mau melaksanakan kewajiban itu hanya kepada Rasulullah yang sudah menerima wahyu , dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Madinah yang patut dimuliakan.
Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat. Kabilah-kabilah yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Madinah, terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah.
Mereka yang tinggal jauh dari Madinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang yang mendakwahkan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dari Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan ZutTaj Laqit bin Malik di Oman, di samping sejumlah besar pengikut-pengikut Aswad al-Ansi di Yaman.
Mereka menjadi pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih bersikeras dengan mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang Riddah.
Menurut Haekal, terjadinya pergolakan di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman terhadap kekuasaan Quraisy itu serta berbaliknya mereka dari Islam, bukan karena letak geografisnya dengan Madinah saja, tetapi karena faktor-faktor masyarakat Arab dan unsur-unsur asing lainnya, yang bekasnya tampak sekali pada saat-saat terakhir masa Rasulullah.
Islam tersebar dan masuk ke daerah-daerah yang jauh dari Makkah dan Madinah di semenanjung itu baru setelah penaklukan Makkah serta terjadinya ekspedisi Hunain dan pengepungan Ta'if.
Sampai pada waktu itu kegiatan Rasulullah terbatas di sekitar kedua kota suci itu, Makkah dan Madinah. Islam baru keluar perbatasan Makkah tak lama sebelum hijr'ah ke Yasrib (Madinah). Sampai sesudah hijrah pun selama beberapa tahun berikutnya kegiatan Nabi tetap tertuju untuk menjaga kebebasan dakwah Islam di tempat yang baru ini.
Setelah kaum Muslimin berhasil menghilangkan kekuasaan Yahudi di Yasrib, dan sesudah memperoleh kemenangan di Makkah, barulah orang-orang itu mau menerima agama yang benar ini. Utusan-utusan berdatangan dari segenap penjuru Semenanjung untuk menyatakan telah masuk Islam.
Nabi pun mengutus wakil-wakilnya untuk mengajarkan dan memperdalam ajaran Islam serta sekaligus memungut zakat, infak dan sedekah.
Menurut Haekal, wajar saja bila agama ini tidak dapat mengakar ke dalam hati kabilah-kabilah itu seperti yang sudah dihayati oleh penduduk Makkah dan Madinah serta masyarakat Arab yang berdekatan di sekitarnya.
Di tempat asalnya, Islam memerlukan waktu dua puluh tahun penuh untuk menjadi stabil. Selama itu pula lawan-lawannya terus berusaha mati-matian melancarkan permusuhan, yang berlangsung hingga selama beberapa tahun. Akibat dari semua itu, kemudian permusuhan berakhir dengan kemenangan di tangan Islam.
Ajaran-ajarannya sekarang dapat dirasakan dan meresap ke dalam hati orang-orang Arab Makkah, Ta'if, Madinah serta tempat-tempat dan kabilah-kabilah berdekatan yang dapat berhubungan dengan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Tetapi mereka yang berada jauh dari daerah yang pernah menyaksikan kegiatan Nabi Muhammad selama bertahun-tahun terus-menerus itu, mengajak orang kepada ajaran Allah dan agama Allah, agama baru itu tidak membekas pada mereka.
Bahkan mereka memberontak dan berusaha hendak kembali kepada kebebasan politik dan agamanya yang lama.
Haekal mengatakan dalam membangkitkan pergolakan ini faktor-faktor asing sebenarnya tidak pula kurang pengaruhnya daripada faktor-faktor setempat.
Makkah dan Madinah serta para kabilah di sekitarnya sama sekali tidak mau tunduk pada kekuasaan Persia atau Romawi yang ketika itu memang sedang menguasai dunia.