Murtad dan Penolakan Membayar Zakat Pascawafatnya Rasulullah

Selasa, 14 Juli 2020 - 08:41 WIB
loading...
A A A


Bagian utara Semenanjung itu bersambung dengan Syam, sebelah selatannya bersambung dengan Persia dan berdekatan dengan Abisinia (Etiopia), dan keduanya sudah berada di bawah pengaruh kedua imperium itu. Bahkan kawasan itu dan beberapa keamiran sudah berada di bawah kekuasaan mereka.

Dengan demikian tidaklah mengherankan, menurut Haekal, jika pihak yang merasa punya pengaruh dan kekuasaan itu mati-matian berusaha hendak menentang agama baru ini dengan segala cara, dengan jalan propaganda politik, menganjurkan kekuasaan otonomi, dan dengan propaganda agama, kadang untuk kepentingan pihak Nasrani, kadang untuk kepentingan pihak Yahudi dan adakalanya untuk kepentingan paganisma Arab.



Kegiatan segala faktor itu tampak jelas pengaruhnya begitu tersebar berita tentang kematian Nabi. Dengan cukup berhati-hati kegiatan itu sebenarnya memang sudah mulai tampak sebelum Rasulullah wafat.

Menurut Haekal, mereka yang enggan menunaikan kewajiban zakat berkata di antara sesama mereka: Kalau kaum Muhajirin dan Ansar sudah berselisih mengenai kedaulatan, dan Rasulullah wafat tidak meninggalkan wasiat siapa yang akan menggantikannya, maka sudah seharusnya kita mempertahankan kemerdekaan kita sendiri justru demi menjaga Islam agama kita.



Dan seperti kalangan Muhajirin dan Ansar, kita pun berhak menentukan pilihan siapa yang akan bertindak menggantikan Rasulullah di antara kita. Adapun bahwa kita harus tunduk kepada Abu Bakar atau kepada yang lain, bukanlah itu yang dikehendaki agama, juga Qur'an tidak mengajarkan demikian. Kita wajib taat kepada orang yang kita serahi urusan kita sendiri.

“Barangkali mereka yang berpikiran serupa itu masih dapat dimaafkan mengingat Rasulullah sendiri memang mengakui adanya sebagian kekuasaan otonomi pada beberapa daerah Arab dan kabilah itu,” tutur Haekal.

Mereka berpikir untuk mengambil kemerdekaan itu sepenuhnya setelah Nabi wafat. Badhan, gubernur Persia di Yaman tetap memegang kekuasaan setelah ia menyatakan dirinya masuk Islam dan meninggalkan agama Majusi.



Para amir yang lain, seperti di Bahrain, Hadramaut dan yang lain, dibiarkan dalam kekuasaan masing-masing setelah mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Zakat yang dipungut dari sebagian penduduk daerah itu dibagikan kepada orang-orang miskin di daerah itu juga.

Keharusan membayar jizyah yang ditentukan oleh Islam hanya berlaku terhadap Ahli Kitab. Masyarakat Arab Muslimin seperti penduduk Madinah, kenapa mereka membayar zakat kepada penguasa Madinah! Kenapa mereka tidak mempertahankan hubungannya dengan Madinah dalam arti hubungan kesatuan agama yang tak ada hubungannya dengan kekuasaan politik! Soalnya Madinah sudah lebih dulu mengenal Islam sehingga mereka lebih tahu tentang segala kewajiban dan ajaran-ajaran Islam.



Mereka tinggal mengutus orang ke daerah-daerah dan kepada kabilah-kabilah lain untuk mengajarkan agama, seperti dulu dilakukan oleh Rasulullah, sehingga hubungan mereka satu sama lain lebih menyerupai perserikatan antar-umat Islam.

Satu sama lain tidak saling dirugikan dan tidak mencari jalan untuk melanggar kemerdekaan pihak lain.

Haekal mengatakan pikiran ini yang berkecamuk pada sebagian kabilah yang berdekatan dengan Madinah, Makkah dan Ta'if.



Sedangkan penduduk Yaman dan selatan Semenanjung di seberangnya, begitu juga kawasan-kawasan lain yang jauh dari pusat kedudukan Islam, mereka banyak yang menerima Islam sebagai penghormatan saja atas kekuasaan Nabi Muhammad yang dalam waktu pendek tersebar luas hingga mencapai perbatasan imperium Romawi dan Persia.

Penyebarannya yang begitu cepat memang sangat mengagumkan, sehingga setiap kabilah itu berturut-turut mengirimkan utusan ke Madinah menyatakan kepada Nabi bahwa mereka dan kabilah-kabilah lain yang tergabung ke dalamnya masuk Islam.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2274 seconds (0.1#10.140)