Toleransi Islam di Hagia Sophia: Simbol-Simbol Gereja itu Tetap Utuh

Rabu, 15 Juli 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Oleh karena itu, Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan perbaikan, lalu pengubahnya menjadi masjid.

Toleransi Islam di Hagia Sophia: Simbol-Simbol Gereja itu Tetap Utuh


Bangunan tetap dipertahankan. Bahkan berbagai lambang Kristen seperti lonceng, gambar, dan mosaik yang menggambarkan Yesus, Maria, orang-orang suci Kristen, dan para malaikat tetap dipertahankan, hanya ditutup dengan kain hitam.

Selanjutnya, ditambah berbagai atribut keislaman seperti mihrab, mimbar, dan empat menara.

Dari pengubahan awal bangunan ini menjadi masjid sampai pembangunan Masjid Sultan Ahmed (juga dikenal dengan Masjid Biru) pada 1616, Aya Sofya merupakan masjid utama di Istanbul.

Arsitektur Bizantium pada Aya Sofya mengilhami banyak masjid Utsmani, seperti Masjid Biru, Masjid Şehzade (Masjid Pangeran), Masjid Süleymaniye, Masjid Rüstem Pasha, dan Masjid Kılıç Ali Pasha.

Sultan Mehmed Al Fatih bersama Patriark Gennadius II yang digambarkan pada mozaik abad kedua puluh Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani pada 29 Mei 1453.

Banyak catatan yang merekam kejadian itu, walaupun beberapa ditulis sekian lama setelah peristiwa tersebut terjadi dan masing-masing menyatakan sebagai catatan yang mendekati aslinya.



Baik Yunani, Italia, Slavia, Turki, dan Rusia, semuanya memiliki versi mereka masing-masing yang mungkin sulit untuk disatukan. Salah satu versi cerita tersebut adalah yang ditulis sejarawan kontemporer Inggris bernama Steven Runciman yang dikenal karena bukunya yang berjudul A History of the Crusades.

Pada masa kekuasaan Usmani itu, keberadaan Gereja Kristen Ortodoks tetap diakui, sebagaimana dalam sistem millet Utsmani yang memberikan agama non-Islam kewenangan khusus dalam mengatur urusan masing-masing.

Gennadius Scholarius lantas ditetapkan sebagai Patriark Konstantinopel pertama pada masa Utsmani, kemudian menetapkan kedudukannya di Gereja Rasul Suci, yang kemudian berpindah ke Gereja Pammakaristos.

Pondok Sultan (Sultan Mahfili) di bagian dalam Aya Sofya, tempat sultan melakukan salat jamaah tanpa diketahui jamaah lain.

Hagia Sophia tercatat menjadi masjid kekaisaran pertama di Istanbul. Pada wakaf yang bersangkutan dianugerahkan sebagian besar rumah yang saat ini berdiri di kota tersebut dan daerah yang kelak menjadi Istana Topkapı.

Sejak tahun 1478, sebanyak 2.360 toko, 1.360 rumah, 4 karavanserai, 30 toko boza, dan 23 toko domba memberikan penghasilan mereka untuk yayasan tersebut.

Melalui piagam kekaisaran tahun 1520 (926 H) dan 1547 (954 H), berbagai toko dan bagian dari Grand Bazaar dan pasar-pasar lain, juga ditambahkan ke dalamnya.

Sebelum 1481, sebuah menara kecil telah didirikan di sudut barat daya bangunan di atas menara tangga. Kemudian Sultan Bayezid II (1481–1512), membangun menara lain di sudut timur laut.

Salah satu dari menara itu runtuh setelah gempa bumi pada tahun 1509, dan sekitar pertengahan abad keenam belas keduanya diganti dengan dua menara yang dibangun di sudut timur dan barat bangunan.

Toleransi Islam di Hagia Sophia: Simbol-Simbol Gereja itu Tetap Utuh


Mihrab

Pada abad keenam belas, Sultan Suleiman Al Kanuni membawa dua batang lilin kuno dari penaklukannya atas Hungaria dan ditempatkan mengapit mihrab. Pada masa Selim II, dikarenakan mulai menunjukkan tanda-tanda kerapuhan, Aya Sofya diperkuat dengan dukungan struktural untuk bagian luar.

Proyek ini dikepalai arsitek Utsmani saat itu, Mimar Sinan, yang juga dikenal sebagai salah satu insinyur gempa pertama di dunia.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2041 seconds (0.1#10.140)