Menegakkan Akidah Islam: Belajar dari Sultan Muhammad Al-Fatih

Kamis, 16 Juli 2020 - 13:14 WIB
loading...
Menegakkan Akidah Islam: Belajar dari Sultan Muhammad Al-Fatih
Ilustrasi Sultan Muhammad Al-Fatih.Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
PADA 29 Mei 1453, pasukan muslim di bawah pimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II berhasil menjebol pertahanan Byzantium. Konstantinopel telah jatuh. Penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia . Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen .

Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya. Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut.

Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah, terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota, secara gratis, siapa pun boleh belajar. Tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan. Bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut.

Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Islambul yang belakangan berubah menjadi Istanbul. ( )

Sebagai catatan, bahwa sebelum menggempur Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih mengirim utusan kepada Kaisar Byzantium terlebih dahulu. Beliau meminta agar kaisar tunduk di bawah kekuasaan Islam secara damai.

Muhammad Said Mursi dalam Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah menyebutkan “Al-Fatih mengirimkan utusan kepada Kaisar Romawi agar mau menyerah, tetapi dia menolak. ( )

Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah mengungkap seruan Muhammad Al-Fatih agar Kaisar Byzantium menyerahkan kota Konstantinopel secara damai sebagai berikut:

“Hendaklah kaisar kalian menyerahkan kota Konstantinopel kepada saya. Dan saya bersumpah, tentara saya tidak akan melakukan tindakan jahat apapun pada kalian, atas jiwa dan harta kalian. Barang siapa yang ingin tetap tinggal di kota ini, maka tetaplah dia tinggal dengan damai dan aman. Dan barang siapa yang ingin meningggalkannya, maka tinggalkanlah dengan aman dan damai pula.”( )

Menurut Muhammad Said Mursi, setelah melihat kebulatan tekad Muhammad Al-Fatih untuk menaklukan Konstantinopel Kaisar Konstantine lebih memilih untuk mempertahankan kota itu dari pada menyerahkan kota tersebut kepada pasukan Islam, sehingga pasukan Utsmaniyah terus menggempur Konstantinopel.

Menegakkan Akidah
Al-Fatih memberi contoh bagaimana membangun masyarakat Islam di atas dasar akidah Islamiyah bukan dengan cara memaksa orang-orang nonmuslim untuk meninggalkan akidah mereka.



Tidak! Hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)

Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam akidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri.



Akidah Syahadat
Yusuf Qardhawi dalam Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah (Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh) menyebutkan akidah yang tegak di atas masyarakat Islam, yaitu akidah "Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah."

Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai akidah itu dan berusaha untuk memperkuat akidah tersebut di dalam akal maupun hati.

Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki akidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1880 seconds (0.1#10.140)