Hal yang Membatalkan Puasa Menurut 4 Mazhab
loading...
A
A
A
Hal yang membatalkan puasa menurut 4 mazhab besar: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, prinsipnya sama. Hanya saja masing-masing memiliki tambahan-tambahan. Sebelumnya perlu juga diketahui bahwa hal-hal yang membatalkan puasa ada dua macam, yakni yang mewajibkan qadha’ saja (tidak kafarat), dan ada yang mengharuskan qadla’ dan kafarat .
Qadla adalah kewajiban mengerjakan salah satu perintah agama namun tidak bisa dikerjakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan karena berbagai halangan.
Kafarah adalah denda bagi orang yang melanggar kewajiban agama dengan ketetapan yang telah ditentukan (ketentuan kafarah yang berkaitan puasa akan diterangkan lebih lanjut).
Ini kali kita akan menampilkan yang pertama, yang mewajibkan qadla’ saja, menurut 4 mazhab besar sebagaimana dinukil dari buku berjudul "The Islamic Husprudence and Its Evidences" karya Prof Dr Wahbah Al Zuhaily:
Kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada uzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar.
Ketiga, pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna.
Hal yang masuk kategori memakan/menelan/meminum sesuatu yang tidak selayaknya ia makanan adalah:
- Memakan/menelan kapas, kertas atau kulit, kerikil, besi, debu, batu, uang kertas/perak atau sejenisnya.
- Memasukkan air atau obat ke dalam tubuh dengan cara menyuntukkan melalui lubang kemaluan, hidung, atau tenggorokan.
- Meneteskan minyak ke dalam telinga (bukan air, karena air tidak bisa meresap lebih jauh ke dalam).
- Masuknya air hujan atau salju ke dalam tenggorokan tanpa sengaja, dan dia tidak menelannya.
- Sengaja muntah-muntah, atau mengeluarkan muntah dengan paksa lantas ditelankannya kembali, jika muntahannya itu memenuhi mulut; atau walaupun tidak sampai memenuhi mulut namun yang kembali tertelan minimal menyamai biji kacang Arab, sementara dia sadar bahwa dia puasa.
Namun jika muntahan itu terjadi dengan tanpa sengaja; atau kalaupun muntah secara disengaja namun muntahannya tidak memenuhi mulutnya; atau saat muntah dia lupa bahwa dia sedang puasa; atau muntahannya itu berupa lendir, tidak makanan; maka puasanya tidak batal.
Ini berdasar hadis "Barang siapa muntah dengan tanpa sengaja maka dia tidak wajib mengqadla, namun jika sengaja muntah-muntah maka diwajibkan mengqadla’".
Jenis kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada uzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut ini:
- Masuknya air kumur ke dalam perut secara tak sengaja.
- Berobat dengan cara membedah tubuh bagian kepala atau perut, lantas obat yang dimasukkan mencapai otak atau perut.
- Orang tidur yang dimasuki air ke dalam tubuhnya dengan sengaja.
Orang perempuan yang membatalkan puasanya dengan alasan khawatir sakit karena melaksanakan suatu pekerjaan.
- Makan atau bersenggama secara syubhat/samar, setelah ia melakukan hal itu (makan atau senggama) karena lupa.
- Makan setelah ia berniat puasa pada siang hari.
- Seorang musafir (orang yang bepergian) yang makan saat niat puasanya dilakukan pada malam hari setelah ia memutuskan untuk menetap (mukim) di tempat ia berada.
- Makan/minum/senggama pada saat fajar telah terbit, namun ia ragu apakah fajar telah terbit.
- Makan/minum/senggama pada saat matahari belum terbenam, namun ia menyangka bahwa matahari telah terbenam (telah maghrib).
Jenis ketiga adalah pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut:
- Keluarnya mani dikarenakan berhubungan badan dengan mayit atau binatang atau anak kecil yang belum menimbulkan syahwat.
- Keluarnya mani karena berpelukan atau adu paha.
- Keluarnya mani karena ciuman atau rabaan.
- Perempuan yang disetubuhi saat ia tertidur.
- Perempuan yang menetesi kemaluannya dengan minyak.
- Memasukkan jari yang dibasahi dengan minyak atau air kedalam anus, lantas air atau minyak itu masuk ke dalam.
- Bercebok sehingga ada air yang masuk ke dalam melalui anus.
- Memasukkan sesuatu sampai tenggelam seluruhnya (kapas, kain, atau jarum suntik, dll) ke dalam anus.(Jika tidak tenggelam seluruhnya, maka tidak membatalkan puasa)
- Perempuan yang memasukkan jarinya yang dibasahi dengan minyak atau air ke dalam vaginanya bagian dalam.
1. Bersengga yang mewajibkan mandi.
2. Keluarnya mani atau madzi karena ciuman, belaian, dan melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat) dan itu dilakukannya dengan sengaja dan terus-terusan.
3. Muntah-muntah secara sengaja, baik muntahannya itu memenuhi mulut atau tidak. Namun jika muntah itu terjadi secara tak sengaja maka tak membatalkan puasanya, kecuali jika ada muntahannya yang kembali masuk ke perut walau tak sengaja (maka batallah puasanya).
4. Sampainya sesuatu yang cair ke tenggorokan melalui mulut, hidung, atau telinga, baik itu secara sengaja, lupa, kesalahan, atau keterpaksaan. Seperti air kumur atau saat gosok gigi.
Masuk dalam kategori hukum cairan ini juga, dupa dan kemenyan jika dihirup kuat-kuat sehingga masuk ke tenggorokan, asap yang diketahui (seperti rokok-pent), bercelak dan berminyak rambut pada siang hari jika rasanya sampai ke tenggorokan, jika tidak sampai ke tenggorokan tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ia tak membatalkan puasa, jika hal itu dilakukannya pada malam hari.
5. Sampainya sesuatu ke pencernaan, baik zat cair atau tidak, melalui mulut, hidung, mata atau pangkal rambut, baik masuknya dengan disengaja, keliru, lupa atau terlanjur. Adapun suntikan pada lobang kelamin laki-laki tidak membatalkan puasa. Begitu juga halnya mengkorek-korek lubang telinga, juga menelan sisa-sisa makanan yang masih menempel di antara gigi-gigi tidak membatalkan puasa, meskipun itu dilakukan dengan sengaja.
Demikian pula masuknya segala sesuatu, baik berupa cairan atau tidak, ke dalam pencernaan melalui lubang-lubang (menuju dalam tubuh) yang berada di atas perut, baik lubang tersebut lebar atau sempit, membatalkan puasa dan wajib mengqadanya.
Beda dengan sesuatu yang masuk melalui lubang bawah (perut), ia baru dianggap membatalkan puasa jika lubang bawah itu lebar (seperti lubang anus dan kelamin perempuan), dan barang yang masuk itu berupa zat cair (tidak benda yang keras).
1. Orang yang lupa, (di-)terpaksa, atau tidak tahu bahwa hal-hal tersebut bisa membatalkan puasa, maka puasanya tidak batal -meski yang dimakan itu banyak atau sedikit. Jadi kriteria batal menurut Syafi`iyah adalah adanya unsur kesengajaan dalam melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tersebut.
2. Orang yang batal puasa tanpa uzur (halangan) harus tetap meneruskan puasanya hingga waktu buka.
Perihal Batalnya Puasa Dan Hanya Wajib Qadla
Ada beberapa hal yang membatalkan puasa dengan konsekuensi qadla` saja tanpa berkewajiban membayar kafarah, yaitu:
1. Masuknya satu benda atau zat ke dalam perut dari lubang terbuka seperti mulut, hidung, lubang penis, anus dan bekas infus, baik sesedikit/sekecil apapun, seperti semut merah; ataupun benda tersebut yang tidak biasa dimakan seperti debu atau kerikil.
Masuk dalam kategori ini juga:
- Sengaja mencium bau renyah daging goreng;
- Menghirup obat pelega pernafaan (semacam vicks atau mint) ketika seseorang merasa sesak nafas;
- Menelan kembali ludah yang sudah berceceran dari pusat kelenjar penghasil ludah. Seperti menelan kembali ludah yang sudah keluar dari mulutnya (dihukumi sebagai benda luar); atau seseorang membasahi benang dengan ludahnya kemudian mengembalikan benang yang basah (oleh ludahnya tersebut) ke dalam mulutnya dan hasil ludah tersebut ditelannya lagi; atau menelan ludah yang sudah bercampur dengan benda lain -lebih-lebih benda yang terkena najis.
- Mempermainkan ludah di antara gigi-gigi, sementara ia bisa memuntahkannya.
- Menelan sisa-sisa makanan yang menempel di antara gigi-gigi meski sedikit, sementara ia sebenarnya bisa memisahkannya tanpa harus menelannya.
2. Menelan dahak yang sudah sampai ke batas luar mulut. Namun jika kesulitan memuntahkannya maka tidak apa-apa;
3. Masuknya air madlmadlah (air kumur) atau air istinsyaq (air untuk membersihkan hidung) ketika wudlu hingga melwati tenggorokan atau kerongkongan karena berlebih-lebihan dalam melakukannya.
4. Muntah dengan sengaja walaupun ia yakin bahwa muntahan tersebut tidak ada yang kembali ke perut.
5. Ejakulasi ekster-coitus (Istimna) seperti onani –baik dengan tangan sendiri maupun bantuan isterinya–, atau mani tersebut keluar disebabkan sentuhan, ciuman, maupun melakukan petting (bercumbu tanpa senggama) tanpa penghalang (bersentuhan kulit dengan kulit). Hal-hal tersebut membatalkan puasa karena interaksi secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi.
Adapun jika seorang keluar mani karena imajinasi sensual, melihat sesuatu dengan syahwat, melakukan petting tanpa sentuhan kulit dengan kulit (masih dihalangi kain), maka tidak apa-apa, karena interaksi tersebut tidak secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi. Dan hukumnya disamakan dengan mimpi basah. Namun jika hal itu dilakukan berulang-ulang maka puasanya batal, meskipun tidak ejakulasi.
6. Jelas-jelas keliru makan pada siang hari, karena sudah terbitnya fajar atau belum terbenamnya matahari.
Jika ia berbuka puasa dengan sebuah ijtihad yaitu membaca keberadaan awan kemerah-merahan (sabagai tanda waktu buka) atau yang lain, seperti cara menentukan waktu salat (secara astronomis), maka dibolehkan atau sah puasanya.
Namun, untuk kehati-hatian, hindari makan di penghujung hari (berbuka) kecuali dengan keyakinan sudah saatnya berbuka. Juga dibolehkan makan di penghujung malam (waktu sahur) jika ia menyangka masih ada waktu meski sebenarnya waktu fajar sudah tiba dan dimulutnya masih ada makanan maka sah puasanya. Sebab dasar hukum itu berangkat dari keyakinan awal yaitu belum terbit fajar. Akan tetapi jika sudah jelas-jelas ia mengetahui terbitnya fajar (imsak) sementara di mulutnya masih ada makanan kemudian ia langsung memuntahkan makanan tersebut maka tidak apa-apa, namun jika masih asyik memakannya maka puasanya batal.
7. Datang bulan (haid), nifas, gila, dan murtad. Sebab kembali pada syarat-syarat sahnya puasa yaitu sehat akal (Akil), masuk ke jenjang dewasa (baligh), muslim, dan suci dari haid dan nifas. Dengan demikian batalnya puasa tersebut karena tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas.
1. Masuknya satu benda (materi) ke dalam perut atau pembuluh nadi dari lubang/rongga badan dengan unsur kesengajaan dan sebagai alternatif, sementara ia masih ingat betul bahwa dirinya sedang puasa -meski ia tidak tahu hal tersebut membatalkan. Baik benda tersebut bisa dimakan seperti makanan dan minuman, atau tidak, seperti kerikil, dahak, tembakau kinang, obat, pelumas yang sampai ke tenggorokan atau otak, selang yang dimasuk lewat anus, atau merokok.
Seperti Syafi`i, Imam Hanbali mensyaratkan adanya unsur kesengajaan dalam hal batalnya puasa. Jika seseorang lupa, keliru, atau ter/di-paksa melakukan hal-hal yang membatalkan puasa maka tidak apa-apa.
2. Memakai celak mata hingga zat celak tersebut sampai tenggorokan. Jika tidak sampai ke sana, maka tidak apa-apa;. Rasulullah bersabda, "Berhatilah-hatilah orang yang puasa dengannya (celak)".
3. Muntah dengan sengaja –baik muntahan itu berupa makanan, ataupun muntahan yang sudah pahit, lendir, darah dan lain-lain– meski sedikit sekalipun. Rasulullah bersabda, "Barang siapa terpaksa harus muntah maka ia tidak perlu mengulang puasanya, dan barang siapa muntah dengan sengaja maka ia wajib qadla`".
4. Berbekam. Baik subyek maupun obyek di sini dianggap batal puasanya jika benar-benar terlihat darah. Rasul bersabda, "membatalkan (puasa) pelaku dan obyek bekam". Namun jika tidak sampai kelihatan maka tidak apa-apa.
5. Berciuman, onani, bersentuhan, bersetubuh tanpa penetrasi (persenggamaan) -baik yang keluar mani atau madzi-. Begitujuga Keseringan menonton obyek sensual hingga keluar mani bukan madzi;
6. Murtad secara mutlak, karena firman Allah SWT.: "Jika kamu benar-benar musyrik, maka amal kamu akan benar-benar terhapus".
7. Meninggal dalam keadaan puasa wajib maka ahli waris harus mengqadla puasa untuk hari kematiaannya. Namun jika pada hari kematiaanya, ia dalam keadaan menjalankan puasa nazar atau kafarah, maka ahli waris hanya memberi makan orang miskin (tidak perlu mengqadla).
8. Jelas-jelas salah makan di siang hari.
Jika ada keraguan bahwa matahari sudah terbenam kemudian ia berbuka (seperti halnya ia berbuka namun ia masih menyangka matahari belum terbenam dan memang kenyataan matahari belum terbenam) maka batal puasa dan harus mengqadla.
Termasuk batal dan wajib qadla juga, jika seseorang makan karena lupa, kemudian ia menyangka dirinya sudah batal sehingga ia meneruskan makan dengan sengaja.
Qadla adalah kewajiban mengerjakan salah satu perintah agama namun tidak bisa dikerjakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan karena berbagai halangan.
Kafarah adalah denda bagi orang yang melanggar kewajiban agama dengan ketetapan yang telah ditentukan (ketentuan kafarah yang berkaitan puasa akan diterangkan lebih lanjut).
Ini kali kita akan menampilkan yang pertama, yang mewajibkan qadla’ saja, menurut 4 mazhab besar sebagaimana dinukil dari buku berjudul "The Islamic Husprudence and Its Evidences" karya Prof Dr Wahbah Al Zuhaily:
Mazhab Hanafiyah
Hal-hal yang membatalkan puasa, dalam mazhab Hanafiyah ini terbagi ke dalam 3 kelompok besar. Pertama, memakan/menelan/meminum sesuatu yang tidak selayaknya ia makanan.Kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada uzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar.
Ketiga, pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna.
Hal yang masuk kategori memakan/menelan/meminum sesuatu yang tidak selayaknya ia makanan adalah:
- Memakan/menelan kapas, kertas atau kulit, kerikil, besi, debu, batu, uang kertas/perak atau sejenisnya.
- Memasukkan air atau obat ke dalam tubuh dengan cara menyuntukkan melalui lubang kemaluan, hidung, atau tenggorokan.
- Meneteskan minyak ke dalam telinga (bukan air, karena air tidak bisa meresap lebih jauh ke dalam).
- Masuknya air hujan atau salju ke dalam tenggorokan tanpa sengaja, dan dia tidak menelannya.
- Sengaja muntah-muntah, atau mengeluarkan muntah dengan paksa lantas ditelankannya kembali, jika muntahannya itu memenuhi mulut; atau walaupun tidak sampai memenuhi mulut namun yang kembali tertelan minimal menyamai biji kacang Arab, sementara dia sadar bahwa dia puasa.
Namun jika muntahan itu terjadi dengan tanpa sengaja; atau kalaupun muntah secara disengaja namun muntahannya tidak memenuhi mulutnya; atau saat muntah dia lupa bahwa dia sedang puasa; atau muntahannya itu berupa lendir, tidak makanan; maka puasanya tidak batal.
Ini berdasar hadis "Barang siapa muntah dengan tanpa sengaja maka dia tidak wajib mengqadla, namun jika sengaja muntah-muntah maka diwajibkan mengqadla’".
Baca Juga
Jenis kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada uzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut ini:
- Masuknya air kumur ke dalam perut secara tak sengaja.
- Berobat dengan cara membedah tubuh bagian kepala atau perut, lantas obat yang dimasukkan mencapai otak atau perut.
- Orang tidur yang dimasuki air ke dalam tubuhnya dengan sengaja.
Orang perempuan yang membatalkan puasanya dengan alasan khawatir sakit karena melaksanakan suatu pekerjaan.
- Makan atau bersenggama secara syubhat/samar, setelah ia melakukan hal itu (makan atau senggama) karena lupa.
- Makan setelah ia berniat puasa pada siang hari.
- Seorang musafir (orang yang bepergian) yang makan saat niat puasanya dilakukan pada malam hari setelah ia memutuskan untuk menetap (mukim) di tempat ia berada.
- Makan/minum/senggama pada saat fajar telah terbit, namun ia ragu apakah fajar telah terbit.
- Makan/minum/senggama pada saat matahari belum terbenam, namun ia menyangka bahwa matahari telah terbenam (telah maghrib).
Baca Juga
Jenis ketiga adalah pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut:
- Keluarnya mani dikarenakan berhubungan badan dengan mayit atau binatang atau anak kecil yang belum menimbulkan syahwat.
- Keluarnya mani karena berpelukan atau adu paha.
- Keluarnya mani karena ciuman atau rabaan.
- Perempuan yang disetubuhi saat ia tertidur.
- Perempuan yang menetesi kemaluannya dengan minyak.
- Memasukkan jari yang dibasahi dengan minyak atau air kedalam anus, lantas air atau minyak itu masuk ke dalam.
- Bercebok sehingga ada air yang masuk ke dalam melalui anus.
- Memasukkan sesuatu sampai tenggelam seluruhnya (kapas, kain, atau jarum suntik, dll) ke dalam anus.(Jika tidak tenggelam seluruhnya, maka tidak membatalkan puasa)
- Perempuan yang memasukkan jarinya yang dibasahi dengan minyak atau air ke dalam vaginanya bagian dalam.
Mazhab Malikiyah
Dalam mazhab Maliki ini, hal-hal yang bisa membatalkan puasa ada 5 hal:1. Bersengga yang mewajibkan mandi.
2. Keluarnya mani atau madzi karena ciuman, belaian, dan melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat) dan itu dilakukannya dengan sengaja dan terus-terusan.
3. Muntah-muntah secara sengaja, baik muntahannya itu memenuhi mulut atau tidak. Namun jika muntah itu terjadi secara tak sengaja maka tak membatalkan puasanya, kecuali jika ada muntahannya yang kembali masuk ke perut walau tak sengaja (maka batallah puasanya).
4. Sampainya sesuatu yang cair ke tenggorokan melalui mulut, hidung, atau telinga, baik itu secara sengaja, lupa, kesalahan, atau keterpaksaan. Seperti air kumur atau saat gosok gigi.
Masuk dalam kategori hukum cairan ini juga, dupa dan kemenyan jika dihirup kuat-kuat sehingga masuk ke tenggorokan, asap yang diketahui (seperti rokok-pent), bercelak dan berminyak rambut pada siang hari jika rasanya sampai ke tenggorokan, jika tidak sampai ke tenggorokan tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ia tak membatalkan puasa, jika hal itu dilakukannya pada malam hari.
5. Sampainya sesuatu ke pencernaan, baik zat cair atau tidak, melalui mulut, hidung, mata atau pangkal rambut, baik masuknya dengan disengaja, keliru, lupa atau terlanjur. Adapun suntikan pada lobang kelamin laki-laki tidak membatalkan puasa. Begitu juga halnya mengkorek-korek lubang telinga, juga menelan sisa-sisa makanan yang masih menempel di antara gigi-gigi tidak membatalkan puasa, meskipun itu dilakukan dengan sengaja.
Demikian pula masuknya segala sesuatu, baik berupa cairan atau tidak, ke dalam pencernaan melalui lubang-lubang (menuju dalam tubuh) yang berada di atas perut, baik lubang tersebut lebar atau sempit, membatalkan puasa dan wajib mengqadanya.
Beda dengan sesuatu yang masuk melalui lubang bawah (perut), ia baru dianggap membatalkan puasa jika lubang bawah itu lebar (seperti lubang anus dan kelamin perempuan), dan barang yang masuk itu berupa zat cair (tidak benda yang keras).
Mazhab Syafi`i
Batalnya puasa seseorang menurut Mazhab Syafi`iyah , yaitu:1. Orang yang lupa, (di-)terpaksa, atau tidak tahu bahwa hal-hal tersebut bisa membatalkan puasa, maka puasanya tidak batal -meski yang dimakan itu banyak atau sedikit. Jadi kriteria batal menurut Syafi`iyah adalah adanya unsur kesengajaan dalam melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tersebut.
2. Orang yang batal puasa tanpa uzur (halangan) harus tetap meneruskan puasanya hingga waktu buka.
Baca Juga
Perihal Batalnya Puasa Dan Hanya Wajib Qadla
Ada beberapa hal yang membatalkan puasa dengan konsekuensi qadla` saja tanpa berkewajiban membayar kafarah, yaitu:
1. Masuknya satu benda atau zat ke dalam perut dari lubang terbuka seperti mulut, hidung, lubang penis, anus dan bekas infus, baik sesedikit/sekecil apapun, seperti semut merah; ataupun benda tersebut yang tidak biasa dimakan seperti debu atau kerikil.
Masuk dalam kategori ini juga:
- Sengaja mencium bau renyah daging goreng;
- Menghirup obat pelega pernafaan (semacam vicks atau mint) ketika seseorang merasa sesak nafas;
- Menelan kembali ludah yang sudah berceceran dari pusat kelenjar penghasil ludah. Seperti menelan kembali ludah yang sudah keluar dari mulutnya (dihukumi sebagai benda luar); atau seseorang membasahi benang dengan ludahnya kemudian mengembalikan benang yang basah (oleh ludahnya tersebut) ke dalam mulutnya dan hasil ludah tersebut ditelannya lagi; atau menelan ludah yang sudah bercampur dengan benda lain -lebih-lebih benda yang terkena najis.
- Mempermainkan ludah di antara gigi-gigi, sementara ia bisa memuntahkannya.
- Menelan sisa-sisa makanan yang menempel di antara gigi-gigi meski sedikit, sementara ia sebenarnya bisa memisahkannya tanpa harus menelannya.
2. Menelan dahak yang sudah sampai ke batas luar mulut. Namun jika kesulitan memuntahkannya maka tidak apa-apa;
3. Masuknya air madlmadlah (air kumur) atau air istinsyaq (air untuk membersihkan hidung) ketika wudlu hingga melwati tenggorokan atau kerongkongan karena berlebih-lebihan dalam melakukannya.
4. Muntah dengan sengaja walaupun ia yakin bahwa muntahan tersebut tidak ada yang kembali ke perut.
5. Ejakulasi ekster-coitus (Istimna) seperti onani –baik dengan tangan sendiri maupun bantuan isterinya–, atau mani tersebut keluar disebabkan sentuhan, ciuman, maupun melakukan petting (bercumbu tanpa senggama) tanpa penghalang (bersentuhan kulit dengan kulit). Hal-hal tersebut membatalkan puasa karena interaksi secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi.
Adapun jika seorang keluar mani karena imajinasi sensual, melihat sesuatu dengan syahwat, melakukan petting tanpa sentuhan kulit dengan kulit (masih dihalangi kain), maka tidak apa-apa, karena interaksi tersebut tidak secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi. Dan hukumnya disamakan dengan mimpi basah. Namun jika hal itu dilakukan berulang-ulang maka puasanya batal, meskipun tidak ejakulasi.
6. Jelas-jelas keliru makan pada siang hari, karena sudah terbitnya fajar atau belum terbenamnya matahari.
Jika ia berbuka puasa dengan sebuah ijtihad yaitu membaca keberadaan awan kemerah-merahan (sabagai tanda waktu buka) atau yang lain, seperti cara menentukan waktu salat (secara astronomis), maka dibolehkan atau sah puasanya.
Namun, untuk kehati-hatian, hindari makan di penghujung hari (berbuka) kecuali dengan keyakinan sudah saatnya berbuka. Juga dibolehkan makan di penghujung malam (waktu sahur) jika ia menyangka masih ada waktu meski sebenarnya waktu fajar sudah tiba dan dimulutnya masih ada makanan maka sah puasanya. Sebab dasar hukum itu berangkat dari keyakinan awal yaitu belum terbit fajar. Akan tetapi jika sudah jelas-jelas ia mengetahui terbitnya fajar (imsak) sementara di mulutnya masih ada makanan kemudian ia langsung memuntahkan makanan tersebut maka tidak apa-apa, namun jika masih asyik memakannya maka puasanya batal.
7. Datang bulan (haid), nifas, gila, dan murtad. Sebab kembali pada syarat-syarat sahnya puasa yaitu sehat akal (Akil), masuk ke jenjang dewasa (baligh), muslim, dan suci dari haid dan nifas. Dengan demikian batalnya puasa tersebut karena tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas.
Mazhab Hanbali
Menurut Mazhab Hanbali hal yang membatalkan puasa antara lain:1. Masuknya satu benda (materi) ke dalam perut atau pembuluh nadi dari lubang/rongga badan dengan unsur kesengajaan dan sebagai alternatif, sementara ia masih ingat betul bahwa dirinya sedang puasa -meski ia tidak tahu hal tersebut membatalkan. Baik benda tersebut bisa dimakan seperti makanan dan minuman, atau tidak, seperti kerikil, dahak, tembakau kinang, obat, pelumas yang sampai ke tenggorokan atau otak, selang yang dimasuk lewat anus, atau merokok.
Seperti Syafi`i, Imam Hanbali mensyaratkan adanya unsur kesengajaan dalam hal batalnya puasa. Jika seseorang lupa, keliru, atau ter/di-paksa melakukan hal-hal yang membatalkan puasa maka tidak apa-apa.
2. Memakai celak mata hingga zat celak tersebut sampai tenggorokan. Jika tidak sampai ke sana, maka tidak apa-apa;. Rasulullah bersabda, "Berhatilah-hatilah orang yang puasa dengannya (celak)".
3. Muntah dengan sengaja –baik muntahan itu berupa makanan, ataupun muntahan yang sudah pahit, lendir, darah dan lain-lain– meski sedikit sekalipun. Rasulullah bersabda, "Barang siapa terpaksa harus muntah maka ia tidak perlu mengulang puasanya, dan barang siapa muntah dengan sengaja maka ia wajib qadla`".
4. Berbekam. Baik subyek maupun obyek di sini dianggap batal puasanya jika benar-benar terlihat darah. Rasul bersabda, "membatalkan (puasa) pelaku dan obyek bekam". Namun jika tidak sampai kelihatan maka tidak apa-apa.
5. Berciuman, onani, bersentuhan, bersetubuh tanpa penetrasi (persenggamaan) -baik yang keluar mani atau madzi-. Begitujuga Keseringan menonton obyek sensual hingga keluar mani bukan madzi;
6. Murtad secara mutlak, karena firman Allah SWT.: "Jika kamu benar-benar musyrik, maka amal kamu akan benar-benar terhapus".
7. Meninggal dalam keadaan puasa wajib maka ahli waris harus mengqadla puasa untuk hari kematiaannya. Namun jika pada hari kematiaanya, ia dalam keadaan menjalankan puasa nazar atau kafarah, maka ahli waris hanya memberi makan orang miskin (tidak perlu mengqadla).
8. Jelas-jelas salah makan di siang hari.
Jika ada keraguan bahwa matahari sudah terbenam kemudian ia berbuka (seperti halnya ia berbuka namun ia masih menyangka matahari belum terbenam dan memang kenyataan matahari belum terbenam) maka batal puasa dan harus mengqadla.
Termasuk batal dan wajib qadla juga, jika seseorang makan karena lupa, kemudian ia menyangka dirinya sudah batal sehingga ia meneruskan makan dengan sengaja.
(mhy)