Bolehkah Anak Menjadi Wali Nikah Ibunya?
loading...
A
A
A
Bolehkah anak menjadi wali nikah untuk ibunya? Sebagaimana diketahui, wali merupakan salah satu dari rukun nikah.
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada pernikahan tanpa adanya wali." (HR Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Sekadar informasi, orang yang berhak menjadi wali nikah dalam Mazhab Syafi'i dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj:
وَأَحَقُّ الْأَوْلِيَاءِ أَبٌ ثُمَّ جَدٌّ ثُمَّ أَبُوهُ ثُمَّ أَخٌ لِأَبَوَيْنِ أَوْ لِأَبٍ ثُمَّ ابْنُهُ وَإِنْ سَفَلَ ثُمَّ عَمٌّ ثُمَّ سَائِرُ الْعَصَبَةِ كَالْإِرْثِ، وَيُقَدَّمُ أَخٌ لِأَبَوَيْنِ عَلَى أَخٍ لِأَبٍ فِي الْأَظْهَرِ، وَلَا يُزَوِّجُ ابْنٌ بِبُنُوَّةٍ،
Artinya: "Yang berhak menjadi wali wanita adalah ayah, kemudian kakek, kemudian ke atasnya lagi. Lalu saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, lalu anak dari saudara laki-laki, lalu ke bawah (keponakan). Lalu paman (saudara ayah), lalu ashobah lainnya seperti pada waris."
Jika diuraikan sebagai berikut:
1. Ayah.
2. Kakek dari dari pihak bapak.
3. Saudara laki-laki kandung.
4. Saudara laki-laki seayah.
5. Paman (saudara laki-laki kandung dari ayah).
6. Anak laki-laki paman dari pihak ayah.
Jika keenam di atas tidak ada maka yang berhak menjadi wali adalah Wali Hakim.
Anak Menjadi Wali Nikah Ibunya?
Kembali ke pertanyaan di atas, bolehkah anak menjadi wali nikah untuk ibunya?
Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan menjelaskan, seorang anak laki-laki menjadi wali nikah ibunya, jika memang tidak ada wali aqrab (yaitu ayah kandung dari ibunya), maka anak itu sah menjadi wali ibunya menurut jumhur (mayoritas) ulama, kecuali Mazhab Syafi'i.
Dalam Fatawa Asy-Syabakah Al Islamiyah tertulis:
فتقديم الابن على الأخ في ولاية تزويج المرأة هو مذهب جمهور العلماء من الحنفية، والمالكية، والحنابلة، خلافا للشافعية، فليس للابن عندهم ولاية التزويج أصلاً
"Anak didahulukan sebagai wali pernikahan ibunya dibanding saudara ibunya, itu adalah pendapat mayoritas ulama baik Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Berbeda dengan Syafi'iyyah bagi mereka pada dasarnya anak tidak berhak menjadi wali dalam pernikahan." (Fatwa No 233872)
"Karena ini masih diperselisihkan sebaiknya dikonsultasikan kepada hakim pengadilan setempat dan ikuti arahan mereka," terang Ustaz Farid Nu'man.
Wallahu A'lam
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada pernikahan tanpa adanya wali." (HR Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Sekadar informasi, orang yang berhak menjadi wali nikah dalam Mazhab Syafi'i dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj:
وَأَحَقُّ الْأَوْلِيَاءِ أَبٌ ثُمَّ جَدٌّ ثُمَّ أَبُوهُ ثُمَّ أَخٌ لِأَبَوَيْنِ أَوْ لِأَبٍ ثُمَّ ابْنُهُ وَإِنْ سَفَلَ ثُمَّ عَمٌّ ثُمَّ سَائِرُ الْعَصَبَةِ كَالْإِرْثِ، وَيُقَدَّمُ أَخٌ لِأَبَوَيْنِ عَلَى أَخٍ لِأَبٍ فِي الْأَظْهَرِ، وَلَا يُزَوِّجُ ابْنٌ بِبُنُوَّةٍ،
Artinya: "Yang berhak menjadi wali wanita adalah ayah, kemudian kakek, kemudian ke atasnya lagi. Lalu saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, lalu anak dari saudara laki-laki, lalu ke bawah (keponakan). Lalu paman (saudara ayah), lalu ashobah lainnya seperti pada waris."
Jika diuraikan sebagai berikut:
1. Ayah.
2. Kakek dari dari pihak bapak.
3. Saudara laki-laki kandung.
4. Saudara laki-laki seayah.
5. Paman (saudara laki-laki kandung dari ayah).
6. Anak laki-laki paman dari pihak ayah.
Jika keenam di atas tidak ada maka yang berhak menjadi wali adalah Wali Hakim.
Anak Menjadi Wali Nikah Ibunya?
Kembali ke pertanyaan di atas, bolehkah anak menjadi wali nikah untuk ibunya?
Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia Ustaz Farid Nu'man Hasan menjelaskan, seorang anak laki-laki menjadi wali nikah ibunya, jika memang tidak ada wali aqrab (yaitu ayah kandung dari ibunya), maka anak itu sah menjadi wali ibunya menurut jumhur (mayoritas) ulama, kecuali Mazhab Syafi'i.
Dalam Fatawa Asy-Syabakah Al Islamiyah tertulis:
فتقديم الابن على الأخ في ولاية تزويج المرأة هو مذهب جمهور العلماء من الحنفية، والمالكية، والحنابلة، خلافا للشافعية، فليس للابن عندهم ولاية التزويج أصلاً
"Anak didahulukan sebagai wali pernikahan ibunya dibanding saudara ibunya, itu adalah pendapat mayoritas ulama baik Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Berbeda dengan Syafi'iyyah bagi mereka pada dasarnya anak tidak berhak menjadi wali dalam pernikahan." (Fatwa No 233872)
"Karena ini masih diperselisihkan sebaiknya dikonsultasikan kepada hakim pengadilan setempat dan ikuti arahan mereka," terang Ustaz Farid Nu'man.
Wallahu A'lam
(rhs)