Tata Cara Haji: Jemaah Lelaki Boleh Mengenakan Sandal saat Ihram
loading...
A
A
A
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjelaskan sesuai sunah Nabi Muhammad SAW bahwa laki-laki yang ihram boleh memakai sandal. Dalam hal ini terdapat riwayat sahih bahwa Nabi SAW bersabda:
“Hendaklah seorang di antara kamu berihram dengan memakai kain dan selendang serta sandal” (HR Ahmad dan Ibnu Jarud]
"Maka yang utama adalah bila laki-laki ihram dengan memakai sandal untuk menghindari duri, panas atau dingin. Tapi jika dia ihram tanpa memakai sandal maka tiada dosa atas dia," ujar Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam buku berjudul "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad dan diterjemahkan Asmuni Solihan Zamaksyari Lc.
Menurutnya, jika dia tidak mendapatkan sandal maka dia boleh memakai sepatu but (khuf).
Apakah dia harus memotong khuf itu sampai kedua mata kaki ataukah tidak? Dalam hal ini terdapat perselisihan pendapat ulama. Sebab terdapat hadis bahwa Nabi SAW bersabda.
“Barangsiapa yang tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memakai khuf dan harus memotongnya sampai mata kaki”
Sedangkan dalam khutbah di Arafah ketika haji wada’. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa tidak mendapatkan kain maka hendaklah dia memakai celana, dan siapa yang tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memakai khuf” [Muttafaqun ‘alaih].
Nabi Muhammad SAW tidak menyebutkan perintah memotong khuf, dan sebagian ulama mengatakan bahwa perintah yang pertama dihapuskan. Karenanya orang yang ihram boleh memakai sepatu but tanpa harus memotong sampai bawah mata kaki.
Sebagian ulama mengatakan bahwa perintah Nabi SAW dalam hadis yang pertama tidak dihapuskan, tapi menunjukkan sunnah dan tidak wajib dengan dalil bahwa Nabi SAW diam atas hal tersebut ketika khutbahnya di Arafah .
Pendapat yang sangat kuat, menurut Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, adalah, bahwa perintah memotong khuf dihapuskan. Sebab dalam khotbah Nabi SAW di Arafah yang dihadiri banyak manusia baik dari kota maupun desa yang mereka tidak menghadiri khotbah Nabi di Madinah yang di dalamnya terdapat perintah memotong khuf.
"Jika memotong khuf hukumnya wajib atau diberlakukan niscaya beliau menjelaskan kepada manusia ketika khotbahnya di Arafah," ujar Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Menurutnya, karena Nabi SAW diam dari menyebutkan perintah memotong khuf ketika khotbahnya di Arafah, maka menunjukkan bahwa perintah memotong khuf dihapuskan dan Allah memaafkan serta memberikan kelonggaran kepada hamba-Nya dari memotong khuf karena di dalamnya terdapat unsur pengrusakan terhadap khuf. Wallahu ‘alam.
Jemaah haji Perempuan
Adapun bagi jemaah haji perempuan maka tiada dosa padanya jika memakai khuf atau kaos kaki. Sebab kaki wanita adalah aurat. Tetapi wanita dilarang dua hal, yaitu memakai cadar dan kaos tangan. Sebab Rasulullah SAW melarang hal tersebut. Beliau bersabda.
“Janganlah wanita bercadar dan janganlah dia memakai kaos tangan” (HR Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i)
ليحرم أحدكم فى إزار و رداء و نعلين
“Hendaklah seorang di antara kamu berihram dengan memakai kain dan selendang serta sandal” (HR Ahmad dan Ibnu Jarud]
"Maka yang utama adalah bila laki-laki ihram dengan memakai sandal untuk menghindari duri, panas atau dingin. Tapi jika dia ihram tanpa memakai sandal maka tiada dosa atas dia," ujar Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam buku berjudul "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad dan diterjemahkan Asmuni Solihan Zamaksyari Lc.
Menurutnya, jika dia tidak mendapatkan sandal maka dia boleh memakai sepatu but (khuf).
Baca Juga
Apakah dia harus memotong khuf itu sampai kedua mata kaki ataukah tidak? Dalam hal ini terdapat perselisihan pendapat ulama. Sebab terdapat hadis bahwa Nabi SAW bersabda.
إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسِ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ
“Barangsiapa yang tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memakai khuf dan harus memotongnya sampai mata kaki”
Sedangkan dalam khutbah di Arafah ketika haji wada’. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا فَلْيَلْبَسْ اَلسَّرَاوِيْلَ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ اَلْخُفَّيْنِ
“Barangsiapa tidak mendapatkan kain maka hendaklah dia memakai celana, dan siapa yang tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memakai khuf” [Muttafaqun ‘alaih].
Nabi Muhammad SAW tidak menyebutkan perintah memotong khuf, dan sebagian ulama mengatakan bahwa perintah yang pertama dihapuskan. Karenanya orang yang ihram boleh memakai sepatu but tanpa harus memotong sampai bawah mata kaki.
Sebagian ulama mengatakan bahwa perintah Nabi SAW dalam hadis yang pertama tidak dihapuskan, tapi menunjukkan sunnah dan tidak wajib dengan dalil bahwa Nabi SAW diam atas hal tersebut ketika khutbahnya di Arafah .
Pendapat yang sangat kuat, menurut Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, adalah, bahwa perintah memotong khuf dihapuskan. Sebab dalam khotbah Nabi SAW di Arafah yang dihadiri banyak manusia baik dari kota maupun desa yang mereka tidak menghadiri khotbah Nabi di Madinah yang di dalamnya terdapat perintah memotong khuf.
"Jika memotong khuf hukumnya wajib atau diberlakukan niscaya beliau menjelaskan kepada manusia ketika khotbahnya di Arafah," ujar Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Menurutnya, karena Nabi SAW diam dari menyebutkan perintah memotong khuf ketika khotbahnya di Arafah, maka menunjukkan bahwa perintah memotong khuf dihapuskan dan Allah memaafkan serta memberikan kelonggaran kepada hamba-Nya dari memotong khuf karena di dalamnya terdapat unsur pengrusakan terhadap khuf. Wallahu ‘alam.
Jemaah haji Perempuan
Adapun bagi jemaah haji perempuan maka tiada dosa padanya jika memakai khuf atau kaos kaki. Sebab kaki wanita adalah aurat. Tetapi wanita dilarang dua hal, yaitu memakai cadar dan kaos tangan. Sebab Rasulullah SAW melarang hal tersebut. Beliau bersabda.
وَلاَ تَنْتَقِبِ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ
“Janganlah wanita bercadar dan janganlah dia memakai kaos tangan” (HR Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i)
(mhy)