Tata Cara Salat Orang Tunarungu dan Tunanetra
loading...
A
A
A
Tata cara salat orang tunarungu dan tunanetra prinsipnya sama dengan tata cara salat orang yang nomal. Hanya saja, secara umum bisa dikatakan bahwa orang yang mengalami dua difabilitas tersebut tidak diwajibkan salat. Hal ini jika orang tersebut mengalami kecacatan tersebut sejak lahir.
Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kitab "Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin" menjelaskan alasan tidak diwajibkannya salat bagi kaum tersebut.
"Siapa yang tumbuh dan tinggal di puncak gunung dan orang tersebut tidak tersentuh dakwah Islam (karena tidak terjangkau), maka mereka tidak terkena hukum wajib. Begitu juga orang yang dilahirkan dalam keadaan tunanetra dan tunarungu, mereka tidak terkena kewajiban karena tidak ada cara untuk menyampaikan dakwah kepadanya walaupun ia bisa berbicara karena mampu berbicara bukanlah cara untuk mengetahui hukum-hukum syara," ujarnya.
Kendati demikian, Syaikh Nawawi menekankan bahwa berbeda hukumnya bagi orang yang mengalami tunanetra dan tunarungu setelah mengetahui (hukum-hukum syara’) maka sesungguhnya ia mukallaf (diwajibkan salat).
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairami dalam kitab Al-Bujairami ala Syarhil Khatib bahwa adapun jika kondisi (tunanetra dan tunarungu) itu datang setelah tamyiz, walaupun menjelang baligh dan telah mengetahui hukum (permasalahan) salat, maka yang bersangkutan terkena kewajiban.
Hal ini sesuai tuntunan Nabi dalam hadisnya yang mengharuskan orang tua agar mengajarkan anak-anaknya salat sebelum baligh melalui riwayat Abu Dawud.
Artinya, "Perintahlah anak-anakmu salat setelah mereka memasuki usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (karena meninggalkan salat) bila sudah menginjak usia 10 tahun. Pisahkanlah tempat tidur mereka," (Lihat Abu Dawud Sulaiman As-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Beirut, Darul Kutub Al-Arabi, juz I, halaman 185).
Jadi yang menjadikan tunanetra dan tunarungu tidak diwajibkan salat adalah ketidakmampuannya dalam menerima dakwah lantaran difabilitas yang dialaminya. Jika ada metode atau cara lain yang mampu mengenalkan dakwah kepada penyandang difabilitas ini maka ia tetap mukallaf.
Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kitab "Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin" menjelaskan alasan tidak diwajibkannya salat bagi kaum tersebut.
"Siapa yang tumbuh dan tinggal di puncak gunung dan orang tersebut tidak tersentuh dakwah Islam (karena tidak terjangkau), maka mereka tidak terkena hukum wajib. Begitu juga orang yang dilahirkan dalam keadaan tunanetra dan tunarungu, mereka tidak terkena kewajiban karena tidak ada cara untuk menyampaikan dakwah kepadanya walaupun ia bisa berbicara karena mampu berbicara bukanlah cara untuk mengetahui hukum-hukum syara," ujarnya.
Kendati demikian, Syaikh Nawawi menekankan bahwa berbeda hukumnya bagi orang yang mengalami tunanetra dan tunarungu setelah mengetahui (hukum-hukum syara’) maka sesungguhnya ia mukallaf (diwajibkan salat).
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairami dalam kitab Al-Bujairami ala Syarhil Khatib bahwa adapun jika kondisi (tunanetra dan tunarungu) itu datang setelah tamyiz, walaupun menjelang baligh dan telah mengetahui hukum (permasalahan) salat, maka yang bersangkutan terkena kewajiban.
Hal ini sesuai tuntunan Nabi dalam hadisnya yang mengharuskan orang tua agar mengajarkan anak-anaknya salat sebelum baligh melalui riwayat Abu Dawud.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya, "Perintahlah anak-anakmu salat setelah mereka memasuki usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (karena meninggalkan salat) bila sudah menginjak usia 10 tahun. Pisahkanlah tempat tidur mereka," (Lihat Abu Dawud Sulaiman As-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Beirut, Darul Kutub Al-Arabi, juz I, halaman 185).
Jadi yang menjadikan tunanetra dan tunarungu tidak diwajibkan salat adalah ketidakmampuannya dalam menerima dakwah lantaran difabilitas yang dialaminya. Jika ada metode atau cara lain yang mampu mengenalkan dakwah kepada penyandang difabilitas ini maka ia tetap mukallaf.
(mhy)