Bolehkan Menceritakan Aib Masa Lalu Sebelum Melangsungkan Pernikahan?
loading...
A
A
A
Menikah dengan pasangan sempurna, tentu sangat didampakan setiap manusia baik laki-laki maupun wanita. Namun tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna. Semua manusia memiliki aib , bahkan terkadang ada aib yang sangat memalukan sehingga ingin ditutup rapat-rapat dari semua orang apalagi pada pasangannya kelak.
Lantas, benarkah sikap seseorang yang hendak menikah untuk menyembunyikan aibnya dari calon pasangannya? Menurut Ustadz Raehanul Bahraen dalam laman dakwahnya menjelaskan, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui bahwa aib dalam pernikahan ada dua model:
Aib-aib yang bisa berpengaruh pada tujuan ini hendaknya diberi tahu kepada calon pasangan dan dia berhak memilih apakah ingin melanjutkan atau tidak.
Semisal laki-laki tersebut lemah syahwat, atau perempuan tersebut punya penyakit kulit yang parah, atau salah satunya buta, dan lain sebagainya.
Misalnya dulu lelaki tersebut pernah mencuri atau membunuh, perempuan tersebut dulu suka minum khamr dan punya pergaulan yang bebas. Aib-aib semacam ini hendaknya ditutup rapat dan tidak perlu diceritakan.
Dalam syariat Islam pun, pada dasarnya kemaksiatan yang pernah dilakukan itu sebisa mungkin dirahasiakan dan tidak dibongkar padahal Allah telah menutupinya. Hal ini karena dengan dia membongkar aib masa lalunya justru bisa menjadi sebab dia tidak diampuni. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Semua umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Termasuk bentuk terang-terangan maksiat, seseorang melakukan maksiat di malam hari, Allah tutupi sehingga tidak ada yang tahu, namun di pagi hari dia bercerita, ‘Hai Fulan, tadi malam saya melakukan perbuatan maksiat seperti ini..’ Malam hari Allah tutupi kemaksiatanya, pagi harinya dia singkap tabir Allah yang menutupi maksiatnya.” (HR. Bukhari, no. 6069 dan Muslim, no. 7676)
Bahkan para ulama menyebutkan bahwa di antara aib masa lalu yang tidak perlu diceritakan adalah hilangnya keperawanan karena berzina atau selainnya. Sebab aib ini sebenarnya tidak mempengaruhi tujuan utama pernikahan, sang suami tetap bisa mendapatkan pelayanan dan kenikmatan dari istrinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)
"Selama wanita tersebut telah bertaubat dengan benar dari dosanya, maka Allah akan ampuni dan dia akan kembali menjadi wanita baik-baik. Masa silam sudah berlalu dan jangan lagi diungkit, fokuslah untuk menatap masa depan, Allah telah menutup aibnya maka hendaknya dia juga berusaha menutupnya,"ungkap dai yang juga seorang dokter, alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Wallahu A'lam
Lantas, benarkah sikap seseorang yang hendak menikah untuk menyembunyikan aibnya dari calon pasangannya? Menurut Ustadz Raehanul Bahraen dalam laman dakwahnya menjelaskan, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui bahwa aib dalam pernikahan ada dua model:
1. Aib yang terkait dengan tujuan pernikahan
Para ulama menyebutkan bahwa diantara tujuan utama pernikahan adalah terwujudnya pelayanan dan kenikmatan pada kedua belah pihak pasangan.Aib-aib yang bisa berpengaruh pada tujuan ini hendaknya diberi tahu kepada calon pasangan dan dia berhak memilih apakah ingin melanjutkan atau tidak.
Semisal laki-laki tersebut lemah syahwat, atau perempuan tersebut punya penyakit kulit yang parah, atau salah satunya buta, dan lain sebagainya.
2. Aib yang tidak terkait dengan tujuan pernikahan
Adapun aib-aib yang tidak menghilangkan tujuan utama pernikahan maka tidak perlu diberi tahu.Misalnya dulu lelaki tersebut pernah mencuri atau membunuh, perempuan tersebut dulu suka minum khamr dan punya pergaulan yang bebas. Aib-aib semacam ini hendaknya ditutup rapat dan tidak perlu diceritakan.
Dalam syariat Islam pun, pada dasarnya kemaksiatan yang pernah dilakukan itu sebisa mungkin dirahasiakan dan tidak dibongkar padahal Allah telah menutupinya. Hal ini karena dengan dia membongkar aib masa lalunya justru bisa menjadi sebab dia tidak diampuni. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Semua umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Termasuk bentuk terang-terangan maksiat, seseorang melakukan maksiat di malam hari, Allah tutupi sehingga tidak ada yang tahu, namun di pagi hari dia bercerita, ‘Hai Fulan, tadi malam saya melakukan perbuatan maksiat seperti ini..’ Malam hari Allah tutupi kemaksiatanya, pagi harinya dia singkap tabir Allah yang menutupi maksiatnya.” (HR. Bukhari, no. 6069 dan Muslim, no. 7676)
Bahkan para ulama menyebutkan bahwa di antara aib masa lalu yang tidak perlu diceritakan adalah hilangnya keperawanan karena berzina atau selainnya. Sebab aib ini sebenarnya tidak mempengaruhi tujuan utama pernikahan, sang suami tetap bisa mendapatkan pelayanan dan kenikmatan dari istrinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)
"Selama wanita tersebut telah bertaubat dengan benar dari dosanya, maka Allah akan ampuni dan dia akan kembali menjadi wanita baik-baik. Masa silam sudah berlalu dan jangan lagi diungkit, fokuslah untuk menatap masa depan, Allah telah menutup aibnya maka hendaknya dia juga berusaha menutupnya,"ungkap dai yang juga seorang dokter, alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Wallahu A'lam
(wid)