Manfaat dan Keindahan dalam Kehidupan Menurut Al-Qur'an

Senin, 17 Juli 2023 - 05:15 WIB
loading...
Manfaat dan Keindahan dalam Kehidupan Menurut Al-Quran
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Foto/Ilustrasi: MEE
A A A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan apabila jiwa seni itu adalah bagaimana merasakan adanya keindahan dan menghayatinya, maka itulah yang diingatkan oleh Al Qur'an untuk diperhatikan, dan Al Qur'an telah menegaskan dalam banyak ayatnya.

"Al Qur'an mengingatkan kita dengan tegas akan pentingnya unsur keindahan dan kecantikan yang telah Allah ciptakan pada setiap makhluk-Nya, selain unsur manfaat atau faedah yang juga ada padanya," ujar Syaikh Yusuf Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi Sistem "Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997)

Menurutnya, demikian juga Allah telah memberikan kemampuannya kepada manusia untuk bisa merasakan keindahan dan hiasan sekaligus manfaat dari sesuatu.



Allah SWT berfirman menjelaskan karunia-Nya yaitu tentang penciptaan binatang ternak:

"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan." ( QS An-Nahl : 5)

Ayat tersebut menjelaskan tentang hikmah dan manfaat binatang. Kemudian pada ayat berikutnya Allah SWT berfirman:

"Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskan ke tempat penggembalaan." ( QS An-Nahl : 6).

Al-Qardhawi mengatakan ayat ini mengingatkan sisi keindahan yang mengingatkan kita akan keindahan Rabbani yang belum pernah disentuh oleh tangan pelukis seni yang dia hanya seorang makhluk, tetapi justru digambar langsung oleh Tangan Sang Pencipta, yakni Allah SWT.

Di dalam surat yang sama Allah berfirman:

"Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan." ( QS An-Nahl :8).



"Menungganginya dapat menghasilkan manfaat, adapun hiasan itu merupakan kenikmatan tersendiri berupa keindahan yang bernilai seni yang dengannya siapa pun orangnya akan menyukainya," ujar al-Qardhawi.

Pada surat yang sama, Allah SWT juga menjelaskan tentang nikmat-Nya berupa lautan yang ditundukkan untuk manusia. Firman-Nya,

"Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untakmu), agar kamu dapat memakan dari padanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasaan yang kamu pakai ..." ( QS An-Nahl : 14).

Di dalam ayat ini Allah tidak hanya menjelaskan faedah lautan dari unsur materi saja yaitu ikan yang bisa dimakan dan dimanfaatkan oleh tubuh, tetapi juga disertai hiasan yang dipakai sebagai perhiasan sehingga bisa dinikmati oleh mata dan dirasakan oleh hati.

Taujih Qur'ani seperti ini juga disebutkan berulang kali dalam Al Qur'an di berbagai lapangan kehidupan, seperti tumbuh-tumbuhan, tanaman, kurma, anggur, zaitun, delima dan yang lainnya, Allah SWT berfirman di dalam surat Al An'am:

"Dan Dia-lah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak, berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), tetapi tidak sama (rasannya) Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." ( QS Al An'am : 141)



Di dalam ayat lain pada surat yang sama Allah berfirman setelah menjelaskan tanam-tanaman, kebun kurma dan anggur sebagai berikut:

"Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman." ( QS An-An'am : 99)

Sebagaimana jasad kita membutuhkan makan buah-buahan pada saat berbuah, demikian juga jiwa kita membutuhkan hiburan yaitu dengan melihat buah itu apabila saatnya berbuah dan matang. Dengan demikian maka manusia harus menghindari dari harapannya yang berlebihan yaitu kepentingan perut. Allah SWT juga berfirman:

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhrya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik..?" ( QS Al A'raf : 31-32)

Hiasan itu merupakan kebutuhan jiwa kita sedangkan makan dan minum itu adalah kebutuhan jasad kita. Keduanya sama-sama diperlukan.

Demikian juga kita dapatkan istifham inkari (pertanyaan dalam bentuk pengingkaran) pada ayat yang kedua di atas yang ditujukan pada dua sasaran, yaitu sikap mengharamkan "Hiasan Allah" yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan mengharamkan "Ath-Thayyibaat" (yang baik-baik) dari rezeki.

"Zinatullah" (hiasan Allah) menggambarkan tentang keindahan yang telah Allah persiapkan untuk hamba-hamba-Nya, selain unsur manfaat yang tergambar dalam ungkapan "Ath-Thayyibaat min ar-Rizqi."



Coba renungkanlah penyandaran ini yaitu penyandaran kata "Ziinah" kepada "lafadz Allah," ini membuktikan kemuliaan zinah (hiasan) dan mengingatkan kita akan urgensinya.

Dalam dua ayat berikut ini Allah SWT berfirman, menjelaskan tentang fungsi pakaian sebagai berikut:

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuh perhiasaan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik . ." ( QS Al A'raf : 26)

Menurut al-Qardhawi, dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan tentang fungsi pakaian dalam tiga unsur, yaitu menutupi aurat yang diungkapkan dalam, "Yuwwarii sau'aatikum," kemudian berfungsi sebagai keindahan dan hiasan, yaitu sebagai upaya pemeliharaan dari panas dan dingin, dan pakaian takwa yang diungkapkan dengan, "Wa libaasut-taqwaa."

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1714 seconds (0.1#10.140)