5 Faktor yang Membuat Musik Haram Menurut Imam Al-Ghazali

Senin, 21 Agustus 2023 - 05:15 WIB
loading...
5 Faktor yang Membuat...
Imam Al Ghazali menyebut beberapa faktor yang mengalihkan dari diperbolehkannya mendengar lagu menjadi tidak. Foto/Ilusttrasi: Ist
A A A
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi berpendapat fikih Imam Ghazali di dalam kitabnya "Ihya'" secara umum merupakan fikih yang bebas dari ikatan mazhab-mazhab . Bahkan menjadi mujtahid mutlak, yang belum melihat syari'at dari cakrawala yang luas.

"Ini juga terlihat dalam masalah-masalah yang lainnya. Untuk memahaminya memerlukan studi khusus yang kiranya pantas untuk diajukan dalam kurikulum pengajaran di perguruan tinggi," ujar Al-Qardhawi dalam buku "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).



Imam Al Ghazali menjelaskan beberapa faktor yang mengalihkan dari diperbolehkannya mendengar lagu menjadi tidak. Yakni meliputi lima penyebab sebagai berikut:

Pertama, faktor yang ada pada penyanyi, yaitu seorang wanita yang tidak halal untuk dipandang dan dikhawatirkan terjadi fitnah apabila memperdengarkannya. Sehingga haramnya di sini dikarenakan takut fitnah, bukan lagunya itu sendiri.

Di sini Imam Ghazali lebih menitikberatkan pengharaman atas dasar takut terhadap fitnah. Ini dikuatkan dengan hadits mengenai dua gadis budak yang ada di rumah 'Aisyah.

Diketahui bahwa saat itu Nabi SAW turut mendengar suaranya dan tidak dikhawatirkan adanya fitnah, karena itu beliau tidak berlindung. Ini bisa berbeda-beda tergantung pada keadaan subyek dan audiensnya (apakah wanita, laki-laki, apakah pemuda atau orang yang sudah tua). Karena itu kita katakan, boleh bagi orang yang sudah tua mencium isterinya ketika puasa, dan tidak boleh hal itu bagi pemuda.

Kedua, faktor yang ada pada alat musik, yaitu apabila menunjukkan lambang para pencium atau para banci. Alat-alat itu ialah seruling, autaar dan genderang kecil. Inilah tiga jenis alat musik yang dilarang, adapun selain itu, tetap pada asalnya yaitu diperbolehkan. Seperti duf (rebana), meskipun ada jalaajil (kempyang), seperti juga beduk, syahin, memukul dengan qadhib dan alat-alat lainnya.



Ketiga, faktor yang ada pada isi lagu, yaitu sya'ir-sya'irnya. Apabila di dalamnya terkandung kata-kata mencaci dan kata-kata kotor, atau perkataan dusta terhadap Allah dan Rasul-Nya atau terhadap sahabat seperti yang dilakukan oleh orang-orang syi'ah yang mencaci maki para sahabat. Maka mendengarkannya menjadi haram, baik dengan irama atau tidak, karena pendengar itu ikut serta seperti yang dilagukan.

Demikian juga lagu-lagu yang menyebutkan ciri-ciri wanita di hadapan pria, adapun menyebutkan ciri-ciri secara umum maka yang shahih tidak diharamkan melagukannya, baik dengan irama atau tidak. Dan bagi pendengar tidak boleh mempertunjukkan kepada wanita tertentu, apabila hendak dipertunjukkan maka hendaklah dipertunjukkan kepada wanita yang halal baginya. Jika ditunjukkan kepada wanita lain, maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan jika memang demikian ia harus menjauhi dari mendengarkan lagu.

Keempat, faktor yang ada pada pendengar yang dikeluarkan oleh syahwatnya. Biasanya ini dirasakan oleh kaum muda, maka mendengarkan haram baginya. Baik pemuda yanng dirundung cinta kasih terhadap orang tertentu atau tidak.



Sesungguhnya dia tidak boleh mendengar syair lagu tentang sifat-sifat pelipis atau pipi, berpisah dan bertemu. Karena kalau ia mendengar, akan bangkit syahwatnya dan tertuju kepada wanita tertentu. Setan akan meniupkan dalam dirinya sehingga hiduplah api syahwat dan berkembanglah motivasi untuk berbuat maksiat.

Kelima, apabila pendengar itu termasuk orang awam dan tidak mengalahkan cintanya kepada Allah SWT, maka mendengarkan tidak mengapa. Atau dia tidak dikuasai oleh syahwatnya sehingga mendengarkannya menjadi tidak terlarang. Tetapi mendengarkan itu diperbolehkan bagi dia seperti jenis kelezatan-kelezatan lainnya yang diperbolehkan.

Hanya saja apabila dia mengisi seluruh waktunya untuk itu, maka ia termasuk orang yang bodoh yang tidak diterima kesaksiannya. Karena terus-menerus berbuat demikian itu suatu kesalahan, sebagaimana jika dosa kecil itu terus menerus dilakukan secara rutin, maka akan menjadi dosa besar.

Demikian juga hal-hal yang diperbolehkan, jika berlebihan dan secara terus-menerus dilakukan akhirnya akan menjadi dosa kecil. Termasuk dalam hal ini adalah bermain catur. Sesungguhnya ia mubah, akan tetapi apabila berlebihan dan secara rerus-menerus dilakukan maka akan berubah menjadi makruh yang sangat. Banyak sekali hal yang diperbolehkan termasuk roti, tetapi bila berlebihan menjadi haram, seperti hal-hal yang mubah lainnya.



Al-Qardhawi mengatakan kalau dilihat dari keterangan Imam Ghazali ini, berarti seruling dan autaar termasuk faktor yang menjadikan haramnya lagu-lagu, karena syara' sendiri melarang yang demikian itu.

Imam Ghazali telah berijtihad di dalam mencari alasan tidak diperbolehkannya, maka beliau benar-benar bagus dalam mencari alasan dan menafsirkannya. Yaitu ketika mengatakan bahwa syari'at tidak melarang lagu-lagu itu karena kelezatannya. Karena jika disebabkan kelezatan niscaya akan menjadi standar bahwa setiap yang lezat bagi manusia itu dilarang.

"Akan tetapi minuman keras itu diharamkan dan kebutuhan manusia sendiri memutuskan untuk benar-benar dipisahkan dari minuman keras," ujar Al-Qardhawi.

Sebagaimana diharamkan berkhalwat dengan wanita lain (bukan muhrim), karena itu merupakan muqaddimah zina (bersetubuh). Diharamkan memandang paha, karena itu bisa sampai kemaluan, dan diharamkan khamr yang sedikit, karena hal itu sebagai pengantar menuju mabuk. Tidak ada satupun yang diharamkan kecuali ada pengantar yang juga diharamkan, agar menjadi pelindung (preventif) bagi bahaya yang lebih besar.

Karena itu autaar dan seruling diharamkan, ikut dengan pengharaman khamr, karena tiga alasan:



Sesungguhnya alat itu bisa mendorong seseorang untuk minum khamr, karena kelezatan yang diperoleh dengan musik jenis ini bisa sempurna kalau dengan minum khamr.

Sesungguhnya alat itu bagi orang yang masih baru dalam minum khamr, akan mengingatkan kepada majelis-majelis hiburan dengan minum ... sedangkan ingat itu menjadi penyebab bangkitnya kerinduan.

Berkumpul dengan musik itu sudah menjadi kebiasaan orang-orang yang menjadi ahli maksiat (fasik), maka dilarang untuk menyerupai mereka. Karena barang siapa yang menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk kaum itu.

Setelah pembahasan yang baik tersebut, Imam Ghazali mengatakan, "Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya alasan pengharaman musik itu bukan sekadar kenikmatan yang baik. Tetapi standar asalnya adalah penghalalan seluruh yang baik, kecuali jika penghalalan itu membawa kerusakan."

Allah SWT berfirman: "Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" (QS Al A'raf: 32)

Al-Qardhawi mengatakan sebenarnya tidak ada nash yang shahibuts-tsubuut (benar dan tetap pijakannya) sarihud-dalalah (sanadnya shahih dan maknanya jelas) yang melarang autaar dan seruling sebagaimana yang Imam al-Ghazali kira. "Tetapi beliau mengambil hadis-hadis yang diriwayatkan mengenai masalah ini sebagai masalah yang seakan tidak diperselisihkan, kemudian berupaya untuk menafsirkannya," ujar Syaikh Al-Qardhawi.

Menururtnya, kalau seandainya Imam al-Ghazali mengetahui kelemahan sanad riwayat hadis dalam masalah ini, maka beliau tidak akan payah-payah untuk menafsirkan hadis ini, yang jelas alasan-alasan yang dikemukakan ini bermanfaat bagi orang yang tidak menganggap hadis tersebut lemah.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2152 seconds (0.1#10.140)