Siapa yang Tidak Wajib Mempelajari Akidah tentang Qadar? Begini Penjelasan Syaikh Al-Utsaimin

Rabu, 23 Agustus 2023 - 14:31 WIB
loading...
Siapa yang Tidak Wajib...
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Usaimin. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Siapakah yang tidak wajib mempelajari Akidah, khususnya qadar karena dikhawatirkan salah? Menjawab pertanyaan tersebut, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin mengatakan masalah ini sebagaimana masalah penting lainnya harus dipahami oleh manusia untuk agama dan dunianya.

"Dia harus mendalami dan memohon pertolongan Allah SWT agar mampu memahami dan meyakininya sehingga permasalahannya menjadi sangat jelas," ujar Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin dalam kitab "Al-Qadha' wal Qadar" yang dalam edisi Indonesia menjadi " Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar ".

"Karena seseorang tidak boleh meragukan sedikitpun tentang masalah-masalah penting seperti ini," tambahnya.



Menurutnya, masalah yang tidak merusak agama bila ditunda dan tidak dikhawatirkan menjadi sebab berpalingnya seseorang (dari agama), maka boleh ditunda selama masih ada hal yang lebih penting daripadanya.

Al-'Utsaimin mengatakan masalah qadar adalah masalah yang wajib dipahami oleh setiap hamba (Allah) sehingga dapat menghantarkannya pada keyakinan yang mendalam. "Sebenarnya masalah tersebut tidaklah sulit, segala puji hanya bagi Allah," ujarnya.

Hal yang memberatkan pelajaran akidah bagi sebagian orang adalah karena mereka, dengan sangat disayangkan lebih mendahulukan sisi "bagaimana" dari pada "mengapa".

Sebenarnya manusia dituntut untuk menggunakan dua kata tanya secara berurutan, yaitu "mengapa" baru disusul dengan "bagaimana". Mengapa kamu melakukan itu? (Jawabnya), ini adalah keikhlasan. Bagaimana cara kamu melaksanakan itu? (Jawabnya) dengan mengikuti Rasulullah SAW .



Al-'Utsaimin mengatakan kebanyakan orang sekarang sibuk merealisasikan jawaban pertanyaan "bagaimana" dan lalai dari jawaban pertanyaan "mengapa".

"Oleh karena itu, sebagaimana Anda lihat sendiri, dari sisi ikhlas mereka tidak mau banyak berupaya, sedang dari sisi ketaatan memiliki semangat yang tinggi," katanya.

Itu sebabnya manusia lebih memperhatikan sisi ini (sisi awal) dan melalaikan sisi yang lain yang lebih penting, yaitu sisi akidah, keikhlasan dan tauhid. "Oleh karena itu, Anda banyak menemukan sebagian besar orang yang bertanya tentang masalah duniawi yang sangat amat remeh dan hatinya tertutup oleh dunia, melalaikan Allah secara total dalam praktek jual beli kendaraan dan berpakaian," jelasnya.

Al-'Utsaimin mengatakan terkadang sebagian mereka menyembah/menjadi budak dunia sementara dia tidak menyadarinya dan terkadang dengan tidak sadar menyekutukan Allah dengan dunia, karena dengan sangat disesalkan, sisi tauhid dan akidah sudah tidak diperhatikan lagi, baik di kalangan masyarakat awam maupun para penuntut ilmu.

"Ini adalah masalah yang berbahaya," kata Al-'Utsaimin. Sebaliknya, lanjutnya, memperhatikan perkara akidah saja tanpa mengamalkan apa yang telah disyari'atkan (Allah) sebagai benteng dan pagar (dari perbuatan jahat) juga sangat keliru.

Karena kita telah mendengar dari berbagai siaran (TV dan radio) dan membaca dari media massa adanya upaya penyederhanaan pemahaman bahwa agama adalah akidah yang toleran dan beberapa ungkapan serupa yang lain. Pada hakikatnya, hal ini sangat dikhawatirkan menjadi pintu bagi orang yang ingin menghalalkan yang haram dengan alasan bahwa akidah membenarkan, akan tetapi harus diperhatikan dua sekaligus agar terjadi pertanyaan "kenapa" dan "bagaimana".



Ringkasnya, Al-'Utsaimin mengatakan, setiap orang harus mempelajari ilmu tauhid dan akidah agar mengetahui Rabb yang dia sembah, mengetahui nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, mengetahui tentang hukum-hukum kauniyah-Nya (ketentuan-Nya tehadap alam) dan hukum-hukum syari'ah-Nya, mengetahui kebijakan-Nya dan rahasia syari'ah dan ciptaan-Nya, sehingga dia tidak tersesat dan menyesatkan orang lain.

Ilmu Tauhid adalah ilmu yang paling agung karena agungnya obyek yang dibicarakan di dalamnya (Allah). Oleh karena itu, ilmu tersebut disebut oleh para ulama' dengan "Fiqh Akbar".

Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa dikehendaki Allah menjadi baik, maka Dia memahamkannya tentang agama".

Al-'Utsaimin mengatakan ilmu yang paling pertama dan utama dalam agama adalah ilmu tauhid dan akidah. Akan tetapi seseorang juga harus memperhatikan bagaimana cara dan dari mana sumber memperolehnya. Maka seharusnya dia mengambil ilmu tersebut dari sumber yang murni serta selamat dari berbagai syubhat, agar dia bisa menolak syubhat tersebut dan menjelaskan aqidah murni yang telah dia peroleh sebelumnya.

Al-'Utsaimin mengingatkan hendaklah sumber yang dipelajari adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasul SAW lalu pendapat para Sahabat, kemudian pendapat para imam sesudahnya yakni tabi'in maupun pengikutnya dan kemudian pendapat para ulama' yang dapat dipertanggung jawabkan ilmu dan kejujurannya.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1849 seconds (0.1#10.140)