Pendapat Sejumlah Ulama tentang Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW

Senin, 25 September 2023 - 16:30 WIB
loading...
Pendapat Sejumlah Ulama tentang Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsimin. Foto: Ist
A A A
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW biasanya dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat. Mereka bersama-sama membaca ayat-ayat Al-Qur’an , membaca sejarah ringkas kehidupan dan perjuangan Rasulullah , melantuntan selawat dan syair-syair kepada Rasulullah serta diisi pula dengan ceramah agama.

Ibnu Taimiyah dalam kitab "Fatawa Kubra" mengatakan peringatan maulid Nabi seperti gambaran di atas tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah maupun sahabat. Karena alasan inilah, sebagian kaum muslimin tidak mau merayakan maulid Nabi, bahkan mengklaim bid'ah pelaku perayaan maulid.

Menurut kelompok ini seandainya perayaan maulid memang termasuk amal saleh yang dianjurkan agama, mestinya generasi salaf lebih peka, mengerti dan juga menyelenggarakannya.

Oleh karena itulah, penting kiranya untuk memperjelas hakikat perayaan maulid, dalil-dalil yang membolehkan dan tanggapan terhadap yang membid'ahkan.



Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitab "Mafahim Yajibu An-Tushahha" mengatakan sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi SAW merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya.

Selanjutnya dalam kitab "Ikhraj wa Ta’liq Fi Mukhtashar Sirah An-Nabawiyah", dia berpendapat bahwa bergembira dengan adanya Nabi Muhammad SAW ialah dianjurkan berdasarkan firman Allah SWT pada surat Yunus ayat 58.

Dalam kitab Fathul Bari karangan al- Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani diceritakan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa tiap hari Senin karena dia gembira atas kelahiran Rasulullah. Ini membuktikan bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah memberikan manfaat yang sangat besar, bahkan orang kafirpun dapat merasakannya.



Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebut malam kelahiran Rasulullah SAW tidak diketahui secara pasti. "Sebagian ulama kontemporer memastikan bahwa itu pada malam kesembilan Rabi’ul Awal, bukan malam kedua belasnya. Kalau demikian, perayaan pada malam kedua belas tidak benar menurut sejarah," ujarnya dalam "Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram" penyusun Khalid al-Juraisiy yang dalam edisi Indonesia menjadi "Fatwa-Fatwa Terkini".

Sedangkan dipandang dari segi syari’at, perayaan itu tidak ada asalnya. Seandainya itu termasuk syari’at Allah, tentu Nabi SAW telah melakukannya dan telah menyampaikan kepada umatnya, dan seandainya beliau melakukannya dan menyampaikannya, tentulah syari’at ini akan terpelihara.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1530 seconds (0.1#10.140)