Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq Marah dan Memukul Pendeta Yahudi
loading...
A
A
A
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang damai dan tenang. Ia tak mudah marah, kecuali ketika melihat musuh-musuh dakwah yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan kaum munafik mulai berolok-olok dan main tipu muslihat.
Rasulullah SAW dan kaum Muslimin dengan pihak Yahudi di Madinah sudah membuat perjanjian, masing-masing menjamin kebebasan menjalankan dakwah agamanya serta bebas melaksanakan upacara-upacara keagamaannya masing-masing.
Orang-orang Yahudi itu pada mulanya mengira bahwa mereka mampu mengambil keuntungan dari kaum Muslimin yang datang dari Makkah dalam menghadapi Aus dan Khazraj.
"Hanya saja, setelah ternyata gagal memecah belah kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, mulailah mereka menjalankan tipu muslihat dan memperolok agama," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq, Yang Lembut Hati".
Beberapa orang Yahudi berkumpul mengerumuni salah seorang dari mereka yang bernama Finhas. Dia adalah pendeta dan pemuka agama mereka. Ketika Abu Bakar datang dan melihat mereka, ia berkata kepada Finhas:
"Finhas, takutlah engkau kepada Allah dan terimalah Islam. Engkau tahu bukan bahwa Muhammad Rasulullah. Dia telah datang kepada kita dengan sebenarnya sebagai utusan Allah. Kalian akan melihat itu dalam Taurat dan Injil."
Dengan berolok dan senyum mengejek di bibir Finhas berkata:
"Abu Bakar, bukan kita yang memerlukan Tuhan, tapi Dia yang memerlukan kita. Bukan kita yang meminta-minta kepada-Nya, tetapi Dia yang meminta-minta kepada kita. Kita tidak memerlukan-Nya, tapi Dialah yang memerlukan kita. Kalau Dia kaya, tentu tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti yang didakwakan oleh pemimpinmu itu. Ia melarang kalian menjalankan riba, tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya, tentu Ia tidak akan menjalankan ini."
Yang dimaksud oleh kata-kata Finhas itu firman Allah: "Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, yang akan Ia lipatgandakan dengan sebanyak-banyaknya." ( QS Al-Baqaran : 245).
Setelah Abu Bakar melihat orang ini memperolok firman Allah serta wahyu-Nya kepada Nabi, ia tak dapat menahan diri, dipukulnya muka Finhas itu keras-keras seraya katanya:
"Demi Allah, kalau tidak karena adanya perjanjian antara kami dengan kamu sekalian, kupukul kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan!"
Haekal mengatakan bukanlah aneh juga Abu Bakar menjadi begitu keras, orang yang begitu tenang, damai dan rendah hati itu. Ia menjadi sedemikian rupa padahal usianya sudah melampaui lima puluh tahun!
Kemarahannya kepada Finhas ini mengingatkan kita kepada kemarahan yang sama lebih sepuluh tahun yang silam, yaitu ketika Persia mengalahkan Romawi.
Persia Majusi dan Romawi Ahli Kitab. Kaum Muslimin ketika itu merasa sedih karena diejek kaum musyrik yang menduga bahwa pihak Romawi kalah karena juga Ahli Kitab seperti mereka. Ada seorang musyrik menyinggung soal ini di depan Abu Bakar dengan begitu bersemangat bicaranya, sehingga Abu Bakar naik pitam. Diajaknya orang itu bertaruh dengan sepuluh ekor unta bahwa kelak Romawi yang akan mengalahkan pihak Majusi sebelum habis tahun itu.
Haekal mengatakan hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar akan sangat marah jika sudah mengenai akidah dan keimanannya yang begitu tulus kepada Allah dan Rasul-Nya.
"Itulah sikapnya tatkala ia berusia empat puluh, dan tetap itu juga setelah usianya lima puluh tahun sampai kemudian ketika ia sudah menjadi Khalifah dan memegang pimpinan kaum Muslimin," tutur Haekal.
Rasulullah SAW dan kaum Muslimin dengan pihak Yahudi di Madinah sudah membuat perjanjian, masing-masing menjamin kebebasan menjalankan dakwah agamanya serta bebas melaksanakan upacara-upacara keagamaannya masing-masing.
Orang-orang Yahudi itu pada mulanya mengira bahwa mereka mampu mengambil keuntungan dari kaum Muslimin yang datang dari Makkah dalam menghadapi Aus dan Khazraj.
"Hanya saja, setelah ternyata gagal memecah belah kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, mulailah mereka menjalankan tipu muslihat dan memperolok agama," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq, Yang Lembut Hati".
Beberapa orang Yahudi berkumpul mengerumuni salah seorang dari mereka yang bernama Finhas. Dia adalah pendeta dan pemuka agama mereka. Ketika Abu Bakar datang dan melihat mereka, ia berkata kepada Finhas:
"Finhas, takutlah engkau kepada Allah dan terimalah Islam. Engkau tahu bukan bahwa Muhammad Rasulullah. Dia telah datang kepada kita dengan sebenarnya sebagai utusan Allah. Kalian akan melihat itu dalam Taurat dan Injil."
Dengan berolok dan senyum mengejek di bibir Finhas berkata:
"Abu Bakar, bukan kita yang memerlukan Tuhan, tapi Dia yang memerlukan kita. Bukan kita yang meminta-minta kepada-Nya, tetapi Dia yang meminta-minta kepada kita. Kita tidak memerlukan-Nya, tapi Dialah yang memerlukan kita. Kalau Dia kaya, tentu tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti yang didakwakan oleh pemimpinmu itu. Ia melarang kalian menjalankan riba, tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya, tentu Ia tidak akan menjalankan ini."
Yang dimaksud oleh kata-kata Finhas itu firman Allah: "Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, yang akan Ia lipatgandakan dengan sebanyak-banyaknya." ( QS Al-Baqaran : 245).
Setelah Abu Bakar melihat orang ini memperolok firman Allah serta wahyu-Nya kepada Nabi, ia tak dapat menahan diri, dipukulnya muka Finhas itu keras-keras seraya katanya:
"Demi Allah, kalau tidak karena adanya perjanjian antara kami dengan kamu sekalian, kupukul kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan!"
Haekal mengatakan bukanlah aneh juga Abu Bakar menjadi begitu keras, orang yang begitu tenang, damai dan rendah hati itu. Ia menjadi sedemikian rupa padahal usianya sudah melampaui lima puluh tahun!
Kemarahannya kepada Finhas ini mengingatkan kita kepada kemarahan yang sama lebih sepuluh tahun yang silam, yaitu ketika Persia mengalahkan Romawi.
Persia Majusi dan Romawi Ahli Kitab. Kaum Muslimin ketika itu merasa sedih karena diejek kaum musyrik yang menduga bahwa pihak Romawi kalah karena juga Ahli Kitab seperti mereka. Ada seorang musyrik menyinggung soal ini di depan Abu Bakar dengan begitu bersemangat bicaranya, sehingga Abu Bakar naik pitam. Diajaknya orang itu bertaruh dengan sepuluh ekor unta bahwa kelak Romawi yang akan mengalahkan pihak Majusi sebelum habis tahun itu.
Haekal mengatakan hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar akan sangat marah jika sudah mengenai akidah dan keimanannya yang begitu tulus kepada Allah dan Rasul-Nya.
"Itulah sikapnya tatkala ia berusia empat puluh, dan tetap itu juga setelah usianya lima puluh tahun sampai kemudian ketika ia sudah menjadi Khalifah dan memegang pimpinan kaum Muslimin," tutur Haekal.
(mhy)