Catatan Invasi Israel ke Lebanon, Ketika Ariel Sharon Tebar Omong Kosong
loading...
A
A
A
Dia menyimpulkan bahwa perang itu "mungkin tidak akan terjadi" jika negara-negara Arab telah menampung para pengungsi Palestina.
Pengarang Zionis Norman Podhoretz dan yang lain-lainnya, termasuk aktivis anti-Perang Vietnam Jane Fonda, melihat adanya anti-Semitisme dalam akar kecaman terhadap invasi Israel. Para pengecam invasi, kata Podhoretz, menolak "hak-hak asasi bangsa Yahudi untuk membela diri... Yang kita dapati di sini adalah anti-Semitisme kuno yang telah dimodifikasi untuk disesuaikan dengan pola-pola kehidupan internasional."
Setelah perang, sebuah kelompok bernama Americans for a Safe Israel melancarkan tekanan keras pada NBC, memprotes peliputannya. Kelompok itu memproduksi sebuah film dokumentasi berjudul NBC in Lebanon: A Study of Media Misrepresentation dan sebuah karangan ilmiah, NBC's War in Lebanon: The Distorting Mirror, yang berusaha mendiskreditkan peliputan jaringan itu.
Di kemudian hari, ABC juga kena serangan. Sebuah organisasi pro Israel lain yang muncul karena perang itu adalah Komite untuk Akurasi Laporan Timur Tengah di Amerika (CAMERA). Ia berhasil mencegah lima belas stasiun radio di Baltimore, Maryland, agar tidak menyiarkan iklan menentang bantuan kepada Israel yang dibayar oleh Asosiasi Nasional Arab Amerika.
Mengapa timbul reaksi yang begitu berlebihan pada peliputan media?
Robin Fisk, seorang wartawan veteran untuk The Times London, yang selamat dalam invasi Israel ketika ditempatkan di Beirut, menyimpulkan bahwa alasan bagi histeria itu adalah karena invasi 1982 tersebut membuktikan pada dunia bahwa pasukan Israel bertindak persis seperti pasukan-pasukan lainnya di masa perang.
Perbedaannya pada 1982, "untuk pertama kalinya, para wartawan mendapatkan akses terbuka pada pihak Arab dalam perang Timur Tengah dan mendapati bahwa angkatan bersenjata Israel yang dianggap tak terkalahkan, dengan moral tinggi dan sasaran militer yang dinyatakan secara tegas untuk melawan 'terorisme,' tidak menjalankannya dengan cara sebagaimana digambarkan dalam legenda itu.
Orang-orang Israel itu bertindak brutal, mereka memperlakukan para tawanan dengan sangat buruk, membunuh beribu-ribu penduduk sipil, berbohong mengenai aktivitas-aktivitas mereka, dan kemudian menyaksikan sekutu milisi mereka membantai para penduduk kamp pengungsi. Dalam kenyataannya, mereka bertingkah persis seperti angkatan-angkatan bersenjata Arab yang 'biadab,' yang mereka cemoohkan terus-menerus selama 30 tahun ini."
Pengarang Zionis Norman Podhoretz dan yang lain-lainnya, termasuk aktivis anti-Perang Vietnam Jane Fonda, melihat adanya anti-Semitisme dalam akar kecaman terhadap invasi Israel. Para pengecam invasi, kata Podhoretz, menolak "hak-hak asasi bangsa Yahudi untuk membela diri... Yang kita dapati di sini adalah anti-Semitisme kuno yang telah dimodifikasi untuk disesuaikan dengan pola-pola kehidupan internasional."
Setelah perang, sebuah kelompok bernama Americans for a Safe Israel melancarkan tekanan keras pada NBC, memprotes peliputannya. Kelompok itu memproduksi sebuah film dokumentasi berjudul NBC in Lebanon: A Study of Media Misrepresentation dan sebuah karangan ilmiah, NBC's War in Lebanon: The Distorting Mirror, yang berusaha mendiskreditkan peliputan jaringan itu.
Di kemudian hari, ABC juga kena serangan. Sebuah organisasi pro Israel lain yang muncul karena perang itu adalah Komite untuk Akurasi Laporan Timur Tengah di Amerika (CAMERA). Ia berhasil mencegah lima belas stasiun radio di Baltimore, Maryland, agar tidak menyiarkan iklan menentang bantuan kepada Israel yang dibayar oleh Asosiasi Nasional Arab Amerika.
Mengapa timbul reaksi yang begitu berlebihan pada peliputan media?
Robin Fisk, seorang wartawan veteran untuk The Times London, yang selamat dalam invasi Israel ketika ditempatkan di Beirut, menyimpulkan bahwa alasan bagi histeria itu adalah karena invasi 1982 tersebut membuktikan pada dunia bahwa pasukan Israel bertindak persis seperti pasukan-pasukan lainnya di masa perang.
Perbedaannya pada 1982, "untuk pertama kalinya, para wartawan mendapatkan akses terbuka pada pihak Arab dalam perang Timur Tengah dan mendapati bahwa angkatan bersenjata Israel yang dianggap tak terkalahkan, dengan moral tinggi dan sasaran militer yang dinyatakan secara tegas untuk melawan 'terorisme,' tidak menjalankannya dengan cara sebagaimana digambarkan dalam legenda itu.
Orang-orang Israel itu bertindak brutal, mereka memperlakukan para tawanan dengan sangat buruk, membunuh beribu-ribu penduduk sipil, berbohong mengenai aktivitas-aktivitas mereka, dan kemudian menyaksikan sekutu milisi mereka membantai para penduduk kamp pengungsi. Dalam kenyataannya, mereka bertingkah persis seperti angkatan-angkatan bersenjata Arab yang 'biadab,' yang mereka cemoohkan terus-menerus selama 30 tahun ini."
(mhy)