Ketika Para Pembangkang Zakat Menyerbu Madinah

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Sikap itu mengingatkan kita pada sikap Rasulullah SAW. Sungguh agung ekspedisi Abu Bakar yang pertama ini, tak ubahnya seperti agungnya perang Badr. Dalam perang Badr itu jumlah pihak Muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad tidak lebih dari tiga ratus orang, berhadapan dengan kekuatan musyrik Makkah yang jumlahnya lebih dari seribu orang.

Orang-orang Madinah ini terdiri dari tentara dan bukan tentara, dipimpin oleh Khalifah Abu Bakar dalam jumlah kecil, berhadapan dengan sebuah gabungan besar terdiri dari Abs, Zubyan, Gatafan dan kabilah-kabilah lain.

Ketika itu Nabi Muhammad berbenteng iman dan iman sahabat-sahabatnya, dan dengan pertolongan Allah kepada mereka dalam menghadapi kaum musyrik. ( )

Di sini pun Abu Bakar berbentengkan imannya dan iman para sahabat dan memperoleh kemenangan seperti kemenangan yang diperoleh Rasulullah. Kemenangan ini menanamkan pengaruh besar ke dalam hati kaum Muslimin.

Haekal mengatakan kekaguman orang kepada Abu Bakar dalam peristiwa ini memang pada tempatnya. Sejak semula ia sudah bertekad untuk tidak meninggalkan apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah. “Kalau memang itu pendiriannya yang sudah tak dapat ditawar-tawar lagi, tidak heran jika segala tawar-menawar yang berhubungan dengan ketentuan Allah dalam Qur'an ditolaknya,” tutur Haekal.

Setiap ada permintaan agar beliau mau mengalah mengenai sesuatu yang oleh Rasulullah sendiri tidak akan dilakukannya, orang akan selalu ingat pada kata-kata abadi yang pernah diucapkan Rasulullah: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah Yang akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya."

Ini juga yang dilakukan Abu Bakar ketika sahabat-sahabatnya memintanya ia mengubah sikap dalam pengiriman pasukan Usamah. Dan ini juga sikapnya ketika orang-orang Arab minta dikecualikan dalam hal kewajiban zakat.

Itulah iman yang sebenarnya yang tak dapat dikalahkan oleh siapa dan oleh apa pun. Buat dia maut itu bukan soal, dibandingkan dengan iman yang berada di atas segalanya.

Iman yang begitu kuat itu, yang tak dapat dikalahkan oleh maut dan oleh gemerlapnya kehidupan dunia, itulah yang menjaga Islam dalam kemurnian dan keutuhannya pada saat yang sangat genting, yang ketika itu harus dilaluinya.

Boleh saja kita bertanya kepada diri sendiri: gerangan apa jadinya keadaan kaum Muslimin sekiranya Abu Bakar ketika itu menerima saran Umar bin Khattab dan sahabat-sahabatnya mengenai tuntutan mereka yang ingin dibebaskan dari kewajiban membayar zakat itu dan mau berkompromi dengan mereka?

“Rasanya tidak perlu saya menunjukkan bagaimana jawabannya,. Sampai pada waktu itu, kabilah-kabilah Arab banyak sekali, yang cara hidup mereka tidak jauh dari kehidupan jahiliah dan paganism,” tutur Haekal.

Sekiranya Abu Bakar mau berkompromi mengenai segala ketentuan agama, tentu sudah terjadi tawar-menawar, dan orang-orang semacam Tulaihah dan Musailimah serta pengaku-pengaku nabi yang lain akan mendapat jalan untuk menanamkan kebimbangan terhadap ajaran Nabi Muhammad yang datang dari Allah.

Kemudian dari kabilah-kabilah yang belum begitu selang lama dari suasana kehidupan jahiliyah akan mendapat orang yang mau mempercayai dan mematuhi, bahkan percaya kepada mereka sehingga bersedia mati untuk itu dalam melawan agama yang benar.

Kita dapat menghargai keteguhan hati Abu Bakar, kemudian pengaruh kemenangannya di Zul-Qassah setelah kita mengetahui, bahwa kaum musyrik dari Banu Zubyan dan Abs menyerbu Muslimin dan membunuhi mereka secara kejam.

Gejala yang didorong oleh amarah dan perasaan hina serta membalas dendam secara rendah itu menambah agungnya kemenangan Muslimin dan setiap Muslim dalam setiap kabilah itu akan makin teguh dalam beragama. Itulah yang membuat mereka kemudian berlomba dalam menunaikan zakat kepada Khalifah.

Mereka melihat Abu Bakar dapat mengalahkan orang-orang murtad itu dengan kekuatan imannya, sementara pasukannya dan Usamah bertugas di perbatasan dengan Romawi, dan mereka yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak agama yang benar dan karena imannya yang kuat pada agama itu.

Cara balas dendam yang rendah dan murah yang dijadikan sandaran kabilah-kabilah itu tidak akan menghilangkan aib kekalahannya yang sangat memalukan, dan harga balas dendamnya itu harus dibayar mahal.

Bagaimana mereka masih akan ragu padahal Abu Bakar sudah bersumpah akan membunuh siapa pun dari setiap kabilah musyrik yang membunuhi Muslimin, bahkan akan lebih banyak lagi. Tentu ia akan melaksanakannya bila pasukan Usamah sudah kembali dan akan menghukum mereka yang telah melakukan kejahatan. (Baca juga: Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat)
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1559 seconds (0.1#10.140)