Model Cadar Trendi dan Peringatan Rasulullah

Selasa, 11 Agustus 2020 - 18:59 WIB
loading...
Model Cadar Trendi dan Peringatan Rasulullah
Bercadar seringkali dilakukan tanpa pemahaman atau hanya karena mengikuti tren semata seperti hukum menjadi model hijab dalam Islam. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ketika Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan sebuah hukum syara (syariat), Allah pasti menyertakan maslahat dan hikmah di dalamnya. Tidaklah Allah menurunkan hukum untuk memudaratkan atau menyusahkan manusia. Bila ada yang merasa susah dengan hukum yang diturunkan Allah, maka berarti ia perlu mengevaluasi kadar keimanannya. Termasuk syariat yang diturunkan Allah adalah tentang menutup aurat.

Allah berfirman dalam Al Qur'an Al Ahzab ayat 59 :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al Ahzab : 59)

Imam Taqyuddin An Nabhani dalam kitab Nizhamu al-Ijtima’I fii Al Islam menjelaskan, frasa يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ artinya adalah hendaknya mereka mengulurkan jilbab ke tubuh mereka. Kata min dalam ayat ini bukan li at-tab’idh, yang menunjukkan sebagian, melainkan li al bayaan, yaitu menunjukkan penjelasan, bahwa yang diulurkan adalah jilbabnya, bukan sebagian jilbabnya. Dengan demikian, artinya adalah yurkhina alayhinna jalaabiibihinna, yaitu mengulurkan jilbab sampai ke bawah menutup tubuh. (Baca juga : Benarkah Jin 'Berulah', Kala Jodoh Datang Terlambat? )

Kata jalaabiibihinna dalam ayat tersebut adalah bentuk jamak dari jilbaabun. “Jilbaabun”, dalam kamus Al-Muhith adalah milhaafah wa mulaa’ah, yaitu baju yang serupa dengan mantel sedangkan dalam tafsir Ibnu Abbas, “jilbaabun” adalah kain penutup atau baju luar seperti mantel (Tafsir Ibnu Abbas). Jilbab juga berarti “baju panjang yang meliputi seluruh tubuh perempuan” (Tafsir Jalalain). Sedangkan dalam Shofwatut Tafaasir, Imam ash-Shobuni, Jilbab diartikan sebagai baju yang luas yang menutupi tempat perhiasan wanita (auratnya).

Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo: Darul Maarif), jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi tubuh wanita). Berdasarkan pendefinisian ini, jelaslah bahwa makna jilbab adalah pakaian luar yang luas yang wajib digunakan oleh muslimah di luar pakaian rumahnya (mihnah), yang berbentuk seperti mantel (milhaafah atau mulaa’ah).

Pengertian ini diperkuat oleh hadis yang datang dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu anha, ia berkata:

“Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk keluar pada Idul Fitri maupun Idul Adha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, dan yang lainnya. Adapun wanita yang sedang haid, maka diperintahkan untuk meninggalkan salat dan menyaksikan dakwah dan syiar kaum muslimin. Lalu aku bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana jika di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah kemudian menjawab: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya” (HR. Muslim).

Ini berarti Rasulullah tidak memberikan keringanan bagi perempuan yang tidak mempunyai jilbab untuk keluar rumah tanpa jilbab. Beliau memerintahkan agar saudara muslimahnya meminjamkan jilbab. (Baca juga : Rutinkan Amalan dan Berzikir Mendekat Kepada Allah Ta'ala )

Yang memperkuat juga makna jilbab sebagai pakaian luar adalah firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti dari haid (menopause) yang tiada ingin menikah lagi, maka tiada dosa atas mereka meninggalkan tsiyaab (pakaian luar) mereka, dengan tanpa bermaksud menampakkan perhiasannya” (QS. An-Nuur: 60)

Lafaz tsiyaab yang boleh ditanggalkan oleh muslimah yang tua dalam ayat tersebut adalah pakaian luar (Tafsir Al-Azhar). Hal senada juga dikemukakan di dalam tafsir Jalalain, bahwa tsiyaab maknanya adalah pakaian luar (Tafsir Jalalain). Dari ayat tersebut jelaslah bahwa jilbab adalah pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian sehari-hari.Perempuan muslimah yang sudah tua, menurut syara, boleh meninggalkan pakaian luarnya (tsiyab/jilbabnya) dengan tetap menutup auratnya kecuali muka dan telapak tangannya.

Hanya saja, yang jadi persoalan , saat ini banyak dari perempuan yang mulai mengenakan jilbab yang penuh dengan pernak pernik, bunga-bunga, dan rumbai-rumbai yang terus melambai-lambai seakan memanggil lawan jenis agar memandanginya. Bahkan ada juga cadar modern. Ada cadar butterfly yang melambai lambai, ada pula cadar yang penuh dengan bordir dengan berbagai motif dan warnanya, dan ada pula cadar dengan berbagai manik-manik yang berkilau-kilau.

Seringkali juga bercadar dilakukan tanpa pemahaman atau hanya karena mengikuti tren semata seperti hukum menjadi model hijab dalam Islam. Mereka bercadar hanya karena ingin terlihat lebih trendi dan anggun. Atau bagi yang baru belajar bercadar, karena malu akan penampilan bercadarnya, maka meskipun rambutnya tetap tertutup dengan bercadar, namun bagian ujung ujung depan rambutnya masih terlihat.

Sejatinya, bercadar yang digunakan jangan sampai membentuk rambut layaknya punuk unta yang tidak sesuai dengan hukum memakai jilbab dalam islam, karena meskipun rambutnya tertutup tetap saja bentuk rambutnya terlihat dan Hadis Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda:

“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mrip ekor sapi untk memukuli orang lain dan perempuan perempuan yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Dari hadis ini jelas ancaman dari Allah bagi orang yang seolah menutupkan auratnya namun bentuk tubuhnya terlihat adalah tidak bisa mencium wanginya surga meskipun surga itu ada di depan matanya. (Baca juga : Pengumbar Aurat, Sangat Disukai Makhluk Gaib )

Lebih parahnya lagi bagi perempuan muslimah yang sudah bercadar, namun model rambut yang ditutup bercadarnya terbentuk layaknya punuk unta, itu juga termasuk dalam kategori yang diancam oleh Allah SWT dengan tidak mencium wanginya surga .

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3174 seconds (0.1#10.140)