Debat Capres Cawapres: Al-Munazarah Disebut Sebanyak 129 Kali dalam Al-Quran
loading...
A
A
A
Debat sebagai padanan dari istilah diskusi , di dalam al-Qur’an disebutkan istilah al-hiwar, al-mira’, al-muhajjah, al-jadal, syura, dan al-munazarah yang definisinya lebih mendekati perdebatan.
Ini kali kita membahas term al-Munazarah. Frasa ini berasal dari akar kata na-za-ra yang berarti melihat dan memperhatikan. Menurut al-Asfahani dalam al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, kata ini memiliki arti memalingkan pandangan karena menemukan sesuatu yang kemudian dilakukan penelitian dan penyelidikan, sehingga didapati kebenaran yang bersifat deduktif.
Secara istilah, Muhammad al-Amin al-Shinqiti dalam "Adab al-Bahts wa al-Munazarah", memberi definisi komperhensif tentang al-munazarah, bahwa kata ini bermakna sebuah diskusi atau perdebatan antara dua belah pihak yang berbeda pandangan, di mana masing-masing pihak berusaha menguatkan pandangannya dan melemahkan pandangan lawannya dengan suatu keinginan agar kebenaran dapat diperoleh.
Menurut Al-Baqi dalam al-Mu’jam al-Mufahras, di dalam al-Qur’an, kata yang terbentuk dari akar kata na-za-ra dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 129 kali.
Di antara ayat al-Qur’an yang menjelaskan adanya adu argumentasi dengan ungkapan na-za-ra terdapat pada QS al-Saffat (37) : 102 sebagai berikut:
Falamma balagha ma'a hus sa'ya qoola yaa buniya inniii araa fil manaami anniii azbahuka fanzur maazaa taraa; qoola yaaa abatif 'al maa tu'maru satajidunii in shaaa'allaahu minas saabiriin
Artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."
Penyebutan term al-munazarah pada ayat ini adalah mengarah pada permasalahan yang diungkapkan menggunakan argumentasi bukan penglihatan.
Dengan kata lain, setiap ingin memecahkan suatu masalah dalam berdiskusi, seseorang membutuhkan nalar dan argumentasi untuk mendapatkan kebenaran sesuai dengan masalah yang sedang diperdebatkan.
Ini kali kita membahas term al-Munazarah. Frasa ini berasal dari akar kata na-za-ra yang berarti melihat dan memperhatikan. Menurut al-Asfahani dalam al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, kata ini memiliki arti memalingkan pandangan karena menemukan sesuatu yang kemudian dilakukan penelitian dan penyelidikan, sehingga didapati kebenaran yang bersifat deduktif.
Secara istilah, Muhammad al-Amin al-Shinqiti dalam "Adab al-Bahts wa al-Munazarah", memberi definisi komperhensif tentang al-munazarah, bahwa kata ini bermakna sebuah diskusi atau perdebatan antara dua belah pihak yang berbeda pandangan, di mana masing-masing pihak berusaha menguatkan pandangannya dan melemahkan pandangan lawannya dengan suatu keinginan agar kebenaran dapat diperoleh.
Menurut Al-Baqi dalam al-Mu’jam al-Mufahras, di dalam al-Qur’an, kata yang terbentuk dari akar kata na-za-ra dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 129 kali.
Di antara ayat al-Qur’an yang menjelaskan adanya adu argumentasi dengan ungkapan na-za-ra terdapat pada QS al-Saffat (37) : 102 sebagai berikut:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعۡىَ قَالَ يٰبُنَىَّ اِنِّىۡۤ اَرٰى فِى الۡمَنَامِ اَنِّىۡۤ اَذۡبَحُكَ فَانْظُرۡ مَاذَا تَرٰىؕ قَالَ يٰۤاَبَتِ افۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ سَتَجِدُنِىۡۤ اِنۡ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيۡنَ
Falamma balagha ma'a hus sa'ya qoola yaa buniya inniii araa fil manaami anniii azbahuka fanzur maazaa taraa; qoola yaaa abatif 'al maa tu'maru satajidunii in shaaa'allaahu minas saabiriin
Artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."
Penyebutan term al-munazarah pada ayat ini adalah mengarah pada permasalahan yang diungkapkan menggunakan argumentasi bukan penglihatan.
Dengan kata lain, setiap ingin memecahkan suatu masalah dalam berdiskusi, seseorang membutuhkan nalar dan argumentasi untuk mendapatkan kebenaran sesuai dengan masalah yang sedang diperdebatkan.
(mhy)