Masjid Tiban Ngawen, Masjid Terkecil Peninggalan Sunan Kalijaga dengan Pondasi Pantek Kayu Tanpa Paku

Selasa, 12 Maret 2024 - 10:39 WIB
loading...
Masjid Tiban Ngawen, Masjid Terkecil Peninggalan Sunan Kalijaga dengan Pondasi Pantek Kayu Tanpa Paku
Masjid Tiban Ngawen di Jurangjero, Gunungkidul merupakan masjid terkecil peninggalan Sunan Kalijaga yang dibangun dengan pondasi pantek kayu dan tanpa paku. Foto/MPI/Erfan Erlin
A A A
GUNUNGKIDUL - Penyebaran agama Islam di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memang menyimpan berbagai macam cerita yang terkadang sampai saat ini masih menjadi misteri.

Mulai dari banyaknya petilasan Sunan Kalijaga termasuk Masjid Sunan Kalijaga hingga keberadaan Masjid Tiban yang konon selalu dibawa oleh Sunan Kalijaga setiap melaksanakan salat di suatu tempat peristirahatan.



Salah satu Masjid Tiban yang sampai saat ini masih berdiri tegak dan bangunannya dibiarkan tak banyak mengalami perubahan berada di Padukuhan Jurangjero, Kalurahan Jurangjero, Kapanewon (Kecamatan) Ngawen, Gunungkidul.

Masjid ini berada di sebuah pekarangan rumah warga yang kini menjadi penjaga masjid tersebut, Manto Suwitnya.

Sekilas, masjid ini memang tak seperti masjid kebanyakan lainnya yang memiliki ukuran cukup besar dan mampu menampung banyak jemaah.

Masjid tiban Ngawen ini mungkin juga bisa disebut masjid paling kecil di dunia karena hanya berukuran 4x4 meter persegi dan tinggi dari lantai ke atap hanya sekira 2 meter.



Bangunan masjid ini sebenarnya lebih mirip dengan rumah panggung pada umumnya di Yogyakarta. Di mana bangunan ini dibuat tanpa paku dengan dinding dari anyaman bambu dan atap terbuat dari ilalang kering.

Masjid tiban gunungkidul ini tidak dibangun dengan pondasi dari semen hanya berupa kayu berukuran besar yang didirikan dengan teknik pantek.

Di depan masjid ini terdapat gentong alias tempayan yang terbuat dari tanah liat. Gentong ini untuk menampung air yang bisa digunakan untuk wudlu.

Di dalam terdapat beberapa kaligrafi usang yang dipasang setiap sisi dalam dinding masjid tersebut. Sementara untuk lantai terbuat dari bilah bambu yang ditutupi karpet warna hijau.

Kini masjid tersebut dijaga dan dirawat oleh Manto Suwitnyo, yang juga pemilik lahan pekarangan tempat masjid tersebut berdiri.

Manto mengaku dirinya adalah generasi ketujuh dari penjaga masjid tersebut. Meski mengklaim sebagai generasi ketujuh, namun dia mengaku tidak mengetahui secara pasti kapan masjid tersebut dibangun.

"Hingga saat ini kami tidak mengetahui siapa yang membangun masjid ini," kata dia.

Namun berdasarkan cerita yang dia peroleh, masjid tersebut awalnya tidak ada di pekarangan belakang rumahnya. Masjid tersebut awalnya berada di puncak Gunung Gambar, sebuah gunung kecil yang berada di belakang rumah Manto.

Karena keadaan tertentu masjid tersebut terlempar ke Dusun Jurang Jero dan jatuh ke belakang rumahnya.

Oleh karena itulah, kini banyak warga dari luar Ngawen bahkan luar daerah yang sengaja datang ke Jurang Jero untuk sholat di masjid tiban ini.

Konon katanya, jika salat di masjid ini maka hajadnya bakal terkabul. Dan hingga saat ini, ada pejabat ataupun seseorang yang ingin memiliki jabatan datang ke masjid tersebut agar hajadnya terkabul.

Hingga kini, masyarakat masih tetap berupaya melestarikan keberadaan masjid tiban di dusun Jurang Jero ini. Setiap ada kerusakan, warga berupaya memperbaikinya dengan cara bergotong royong.

Mereka bakal berupaya memperbaiki dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Warga juga tidak ingin mengubah bentuknya agar kesakralannya tetap terjaga.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1683 seconds (0.1#10.140)