Pelaksanaan Puasa Syawal Menurut 4 Mazhab
loading...
A
A
A
Dalam praktik atau pelaksanaannya, puasa 6 hari di bulan Syawal ini masih banyak yang belum memahami. Bahkan muncul pertanyaan, haruskah dilaksanakan berturut-turut atau boleh dicicil? Berikut penjelasannya berdasarkan pandangan ulama 4 mazhab seperti diterangkan Ustaz Ahmad Syarwat, dari Rumah Fiqih Indonesia.
Kita perlu merujuk kepada orang yang paling tinggi ilmunya dalam berijtihad. Mereka adalah para imam 4 mazhab dan pendirinya langsung.
Berikut ini pendapat mereka:
Sehingga afdhalnya menurut mazhab ini puasa Syawal dilakukan sejak tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawal. Dengan alasan agar jangan sampai timbul halangan bila ditunda-tunda.
Pendapat ini didukung oleh beberapa kalangan umat Islam di negeri ini. Misalnya di daerah Pekalongan Jawa Tengah. Sebagian masyarakat muslim di sana punya kebiasaan puasa Syawal 6 hari berturut-turut sejak tanggal 2 Syawal. Sehingga ada lebarang lagi nanti pada tanggal 8 Syawal.
Bahkan mereka mengatakan bahwa puasa 6 hari itu juga disunnahkan di luar bulan Syawal, seperti 6 hari pada bulan Zulhijjah.
Demikianlah perbedaan pendapat di kalangan 4 Mazhab. Semua terjadi karena tidak ada satu pun nash yang menetapkan puasa Syawal harus dikerjakan dengan begini atau begitu.
Kata Ustaz Ahmad Sarwat, umat muslim boleh menggunakan pendapat mana saja. Sebab semua merupakan hasil ijtihad para fuqaha yang paling mengerti dalil dan hujjah yang mendukung pendapat mereka.
"Dan rasanya aneh kalau kita yang awam ini malah saling menyalahkan antara sesama yang awam juga. Kita tidak pernah mendengar para imam Mazhab yang paling berilmu saling mencaci, memaki, atau melecehkan. Padahal mereka jauh lebih berhak untuk membela pendapat mereka," kata Ustaz Ahmad Sarwat lewat kajiannya di rumahfiqih.
Wallahu A'lam
Kita perlu merujuk kepada orang yang paling tinggi ilmunya dalam berijtihad. Mereka adalah para imam 4 mazhab dan pendirinya langsung.
Berikut ini pendapat mereka:
1. Mazhab Syafi'iyah dan sebagian Al-Hanabilah
Imam Asy-Syafi'i dan sebagian fuqaha Al-Hanabilah mengatakan bahwa afdhalnya puasa 6 hari Syawwal itu dilakukan secara berturut-turut selepas hari raya 'Idul Fitri.Sehingga afdhalnya menurut mazhab ini puasa Syawal dilakukan sejak tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawal. Dengan alasan agar jangan sampai timbul halangan bila ditunda-tunda.
Pendapat ini didukung oleh beberapa kalangan umat Islam di negeri ini. Misalnya di daerah Pekalongan Jawa Tengah. Sebagian masyarakat muslim di sana punya kebiasaan puasa Syawal 6 hari berturut-turut sejak tanggal 2 Syawal. Sehingga ada lebarang lagi nanti pada tanggal 8 Syawal.
2. Mazhab Al-Hanabilah (Hanbali)
Kalangan resmi Mazhab Al-Hanabilah tidak membedakan apakah harus berturut-turut atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh dari segi keutamaan.Sehingga dilakukan kapan saja asal masih di bulan Syawal, silakan saja. Tidak ada keharusan untuk berturut-turut, juga tidak ada ketentuan harus sejak tanggal 2 Syawal.3. Mazhab Al-Hanafiyah (Hanafi)
Kalangan Al-Hanafiyah yang mendukung kesunnahan puasa 6 hari Syawal mengatakan sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa lebih utama bila dilakukan dengan tidak berturut-turut. Mereka menyarankan agar dikerjakan 2 hari dalam satu minggu.4. Mazhab Al-Malikiyah (Maliki)
Adapun kalangan fuqaha Al-Malikiyah lebih ekstrem lagi. Mereka malah mengatakan bahwa puasa itu menjadi makruh bila dikerjakan bergandengan langsung dengan bulan Ramadan. Hukumnya makruh bila dikerjakan mulai tanggal 2 Syawal selepas hari 'Idul Fitri.Bahkan mereka mengatakan bahwa puasa 6 hari itu juga disunnahkan di luar bulan Syawal, seperti 6 hari pada bulan Zulhijjah.
Demikianlah perbedaan pendapat di kalangan 4 Mazhab. Semua terjadi karena tidak ada satu pun nash yang menetapkan puasa Syawal harus dikerjakan dengan begini atau begitu.
Kata Ustaz Ahmad Sarwat, umat muslim boleh menggunakan pendapat mana saja. Sebab semua merupakan hasil ijtihad para fuqaha yang paling mengerti dalil dan hujjah yang mendukung pendapat mereka.
"Dan rasanya aneh kalau kita yang awam ini malah saling menyalahkan antara sesama yang awam juga. Kita tidak pernah mendengar para imam Mazhab yang paling berilmu saling mencaci, memaki, atau melecehkan. Padahal mereka jauh lebih berhak untuk membela pendapat mereka," kata Ustaz Ahmad Sarwat lewat kajiannya di rumahfiqih.
Wallahu A'lam
(wid)