Peristiwa Bulan Syawal: Nabi Muhammad SAW Menikahi Ummu Salamah
loading...
A
A
A
Ummu Salamah menceritakan, “Suatu hari, Abu Salamah menemuiku. Ia baru saja menemui Rasulullah. Ia berkata, ‘Aku mendengar dari Rasulullah sebuah perkataan yang membuatku bahagia. Beliau bersabda,
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah. Kemudian ia beristirja (mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un) saat musibah tersebut terjadi. Setelah itu berdoa, ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya’. Kecuali Allah akan mengabulkannya.”
Kata Ummu Salamah, “Aku pun menghafalkannya.”
Ketika Abu Salamah wafat, aku beristirja. Dan berdoa, “Ya Allah berilah pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya.” Setelah itu, aku renungkan ucapanku dan bertanya pada diriku, “Adakah untukku yang lebih baik dari Abu Salamah?”
Kisah lain menyebut, Abu Salamah meninggal tak lama setelah Perang Uhud. Ketika menjelang ajal, Rasulullah SAW memejamkan kedua mata Abu Salamah dengan kedua tangannya seraya berdoa,"Ya Allah ampunilah Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya dalam golongan Al-Muqarrabin dan gantikanlah dia dengan kesudahan yang baik pada masa yang telah lampau dan ampunilah kami dan dia.”
Ada juga kisah yang menceritakan tatkala masa iddah Ummu Salamah berakhir, Abu Bakar mengirim seseorang untuk meminang dirinya, namun dia tidak berkenan menikah dengan Abu Bakar. Kemudian Rasulullah SAW mengirimkan Umar bin Al-Khathab untuk meminangnya agar menikah dengan Rasul.
Namun menurut Ummu Salamah, setelah iddahnya selesai, Rasulullah meminta izin padanya. "Saat itu aku sedang menyamak kulit. Kucuci tanganku dan kuizinkan beliau masuk. Aku pun membentangkan alas duduk dari kulit yang berisi serat. Beliau pun duduk di atasnya dan meminangku untuk dirinya."
Setelah beliau selesai berbicara, aku berkata, “Wahai Rasulullah, siapa aku ini untuk tidak menerimamu. Tapi aku adalah seorang wanita yang sangat pencemburu. Aku khawatir Anda melihat pada diriku sesuatu yang menyebabkan aku diazab oleh Allah. Dan aku adalah wanita yang sudah berusia dan memiliki anak-anak.”
Rasulullah menanggapi,
“Yang engkau sebut berupa kecemburuan, Allah akan menghilangkan hal itu darimu. Tentang umurmu, aku pun telah berumur sebagaimana engkau. Dan tentang anak-anakmu, anak-anakmu juga anak-anakku.”
Ummu Salamah menjawab, “Aku terima lamaran Anda, Rasulullah.”
Kemudian ia mengatakan, “Sungguh Allah telah menggantikan untuk diriku seseorang yang lebih baik dari Abu Salamah, yakni Rasulullah.” (Ibnu Katsir as-Sirah an-Nabawiyah, 3/175).
Baginya, Ummu Salamah adalah sebaik-baik istri baik dari segi kesetiaan, ketaatan dan dalam menunaikan hak-hak suaminya. Dia senantiasa mendampingi suaminya dan bersama-sama memikul beban ujian dan kerasnya siksaan orang-orang Quraisy.
Matang dan Cerdas
Rasulullah menikahi Ummu Salamah tepat pada bulan Syawal tahun 4 Hijriyah. Maka Hindun binti Abu Umayyah pun menjadi Ummul Mukminin. Rasulullah SAW memberinya kasur empuk yang terbuat dari serabut, sejumlah uang, mangkuk dan alat penggiling. Rasulullah juga memuliakannya dengan biasa mengunjunginya pertama kali sehabis menunaikan salat Ashar, sebelum mengunjungi istri-istrinya yang lain.
Ketika Rasulullah SAW menikahi Ummu Salamah, Aisyah merasa sedih karena banyak orang yang menyebut kecantikannya. Ketika Aisyah melihat sendiri, dia berkata, "Demi Allah (sungguh), dia lebih dari yang diceritakan padaku (kubayangkan) dalam hal kebaikan dan kecantikannya."
Ummu Salamah adalah seorang wanita yang cerdas dan matang dalam memahami persoalan dengan pemahaman yang baik dan dapat mengambil keputusan dengan tepat pula. Hal itu ditunjukkan pada peristiwa Hudaibiyah, manakala Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya untuk menyembelih qurban selepas terjadinya perjanjian dengan pihak Quraisy.
لا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعَ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ فُعِلَ ذَلِكَ بِهِ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah. Kemudian ia beristirja (mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un) saat musibah tersebut terjadi. Setelah itu berdoa, ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya’. Kecuali Allah akan mengabulkannya.”
Kata Ummu Salamah, “Aku pun menghafalkannya.”
Ketika Abu Salamah wafat, aku beristirja. Dan berdoa, “Ya Allah berilah pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya.” Setelah itu, aku renungkan ucapanku dan bertanya pada diriku, “Adakah untukku yang lebih baik dari Abu Salamah?”
Kisah lain menyebut, Abu Salamah meninggal tak lama setelah Perang Uhud. Ketika menjelang ajal, Rasulullah SAW memejamkan kedua mata Abu Salamah dengan kedua tangannya seraya berdoa,"Ya Allah ampunilah Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya dalam golongan Al-Muqarrabin dan gantikanlah dia dengan kesudahan yang baik pada masa yang telah lampau dan ampunilah kami dan dia.”
Ada juga kisah yang menceritakan tatkala masa iddah Ummu Salamah berakhir, Abu Bakar mengirim seseorang untuk meminang dirinya, namun dia tidak berkenan menikah dengan Abu Bakar. Kemudian Rasulullah SAW mengirimkan Umar bin Al-Khathab untuk meminangnya agar menikah dengan Rasul.
Namun menurut Ummu Salamah, setelah iddahnya selesai, Rasulullah meminta izin padanya. "Saat itu aku sedang menyamak kulit. Kucuci tanganku dan kuizinkan beliau masuk. Aku pun membentangkan alas duduk dari kulit yang berisi serat. Beliau pun duduk di atasnya dan meminangku untuk dirinya."
Setelah beliau selesai berbicara, aku berkata, “Wahai Rasulullah, siapa aku ini untuk tidak menerimamu. Tapi aku adalah seorang wanita yang sangat pencemburu. Aku khawatir Anda melihat pada diriku sesuatu yang menyebabkan aku diazab oleh Allah. Dan aku adalah wanita yang sudah berusia dan memiliki anak-anak.”
Rasulullah menanggapi,
أَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْغَيْرَةِ فَسَوْفَ يُذْهِبُهَا اللَّهُ مِنْكِ، وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ السِّنِّ فَقَدْ أَصَابَنِي مِثْلُ الَّذِي أَصَابَكِ، وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْعِيَالِ فَإِنَّمَا عِيَالُكِ عِيَالِي
“Yang engkau sebut berupa kecemburuan, Allah akan menghilangkan hal itu darimu. Tentang umurmu, aku pun telah berumur sebagaimana engkau. Dan tentang anak-anakmu, anak-anakmu juga anak-anakku.”
Ummu Salamah menjawab, “Aku terima lamaran Anda, Rasulullah.”
Kemudian ia mengatakan, “Sungguh Allah telah menggantikan untuk diriku seseorang yang lebih baik dari Abu Salamah, yakni Rasulullah.” (Ibnu Katsir as-Sirah an-Nabawiyah, 3/175).
Baginya, Ummu Salamah adalah sebaik-baik istri baik dari segi kesetiaan, ketaatan dan dalam menunaikan hak-hak suaminya. Dia senantiasa mendampingi suaminya dan bersama-sama memikul beban ujian dan kerasnya siksaan orang-orang Quraisy.
Matang dan Cerdas
Rasulullah menikahi Ummu Salamah tepat pada bulan Syawal tahun 4 Hijriyah. Maka Hindun binti Abu Umayyah pun menjadi Ummul Mukminin. Rasulullah SAW memberinya kasur empuk yang terbuat dari serabut, sejumlah uang, mangkuk dan alat penggiling. Rasulullah juga memuliakannya dengan biasa mengunjunginya pertama kali sehabis menunaikan salat Ashar, sebelum mengunjungi istri-istrinya yang lain.
Ketika Rasulullah SAW menikahi Ummu Salamah, Aisyah merasa sedih karena banyak orang yang menyebut kecantikannya. Ketika Aisyah melihat sendiri, dia berkata, "Demi Allah (sungguh), dia lebih dari yang diceritakan padaku (kubayangkan) dalam hal kebaikan dan kecantikannya."
Ummu Salamah adalah seorang wanita yang cerdas dan matang dalam memahami persoalan dengan pemahaman yang baik dan dapat mengambil keputusan dengan tepat pula. Hal itu ditunjukkan pada peristiwa Hudaibiyah, manakala Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya untuk menyembelih qurban selepas terjadinya perjanjian dengan pihak Quraisy.