Hukum Kawin Kontrak dalam Pandangan Islam

Senin, 29 April 2024 - 16:07 WIB
loading...
Hukum Kawin Kontrak...
Panduan Cara Membuat Visa Umrah 2024 Berikut ini panduan cara membuat visa umrah 2024. Perlu diketahui, visa umrah adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi sebagai izin bagi jemaah untuk melakukan ibadah umrah. Arab Saudi telah me
A A A
Hukum kawin kontrak dalam pandangan Islam adalah haram , kendati pada awalnya dibolehkan. Kawin mut'ah pernah diperkenankan oleh Rasulullah SAW sebelum stabilnya syariah Islamiah, yaitu diperkenankannya ketika dalam bepergian dan peperangan, kemudian diharamkannya untuk selama-lamanya.

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Halal dan Haram dalam Islam " menyebutkan rahasia dibolehkannya kawin mut'ah waktu itu, ialah karena masyarakat Islam masih dalam suatu perjalanan yang kita istilahkan dengan masa transisi, masa peralihan dari jahiliah kepada Islam.

Sedang perzinaan di masa jahiliah merupakan satu hal yang biasa dan tersebar di mana-mana. Maka setelah Islam datang dan menyerukan kepada pengikutnya untuk pergi berperang, dan jauhnya mereka dari isteri merupakan suatu penderitaan yang cukup berat.

Sebagian mereka ada yang imannya kuat dan ada pula yang lemah. "Yang imannya lemah, akan mudah untuk berbuat zina sebagai suatu perbuatan yang keji dan cara yang tidak baik," tuturnya.



Sedangkan bagi mereka yang kuat imannya berkeinginan untuk kebiri dan mengimpotenkan kemaluannya, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud : "Kami pernah berperang bersama Rasulullah SAW sedang isteri-isteri kami tidak turut serta bersama kami, kemudian kami bertanya kepada Rasulullah, apakah boleh kami berkebiri?

Maka Rasulullah SAW melarang kami berbuat demikian dan memberikan rukhshah supaya kami kawin dengan perempuan dengan mas kawin baju untuk satu waktu tertentu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, maka dibolehkannya kawin mut'ah atau kawin kontrak adalah sebagai suatu jalan untuk mengatasi problema yang dihadapi oleh kedua golongan tersebut dan merupakan jenjang menuju diundangkannya hukum perkawinan yang sempurna, di mana dengan hukum tersebut akan tercapailah seluruh tujuan perkawinan seperti: terpeliharanya diri, ketenangan jiwa, berlangsungnya keturunan, kecintaan, kasih-sayang dan luasnya daerah pergaulan kekeluargaan karena perkawinan itu.

Dalam hadis yang diriwayatkan At-Tirmizy, Abdullah bin Abbas ra mengatakan bahwa nikah mut'ah pernah dibolehkan di awal-awal pensyariatan. Saat itu, seseorang yang mengembara di suatu negeri tanpa memiliki pengetahuan berapa lama akan tinggal, lalu dia menikah dengan seorang wanita sekadar masa bermukim di negeri itu, istrinya itu memelihara hartanya dan mengurusinya, hingga turunnya ayat yang berbunyi: orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali kepada istrinya dan budaknya.



Bertahab

DR Ahmad Nahrawi Abdus Salam dalam buku berjudul "Ensiklopedia Imam Syafi'i" menyebutkan, bahwa nikah mu'tah kemudian dilarang dan larangan itu sudah menjadi ijma' ulama .

Sebagaimana al-Quran telah mengharamkan arak dan riba dengan bertahap, di mana kedua hal tersebut telah terbiasa dan tersebar luas di zaman jahiliah, maka begitu juga halnya dalam masalah haramnya kemaluan, Rasulullah tempuh dengan jalan bertahap juga.

Misalnya tentang mut'ah, dibolehkannya ketika terpaksa, setelah itu diharamkannya. Seperti apa yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat yang lain, antara lain sebagai berikut: "Dari Saburah al-Juhani, sesungguhnya ia pernah berperang bersama Nabi SAW dalam peperangan fat-hu Makkah , kemudian Nabi memberikan izin kepada mereka untuk kawin mut'ah. Katanya: Kemudian ia (Saburah) tidak pernah keluar sehingga Rasulullah SAW mengharamkan kawin mut'ah itu." (Riwayat Muslim)



Dalam satu riwayat dikatakan: Dari Ar-Rabi' bin Sabrah Al-Juhani berkata, bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat." (HR. Muslim).

Karena itulah, para ulama dari seluruh mazhab pun sepakat bahwa nikah mut'ah hukumnya haram dan memasukannya dalam jenis pernikahan yang bathil. Bahkan, pelaku nikah disamakan dengan pezina.

Sahabat Nabi SAW, Umar bin Khattab , menganggap nikah mut'ah sebagai sebuah kemungkaran. Selain itu, pelakunya diancam dengan hukum rajam, karena tidak ada bedanya dengan zina.

Berlaku Selamanya

Akan tetapi apakah haramnya mut'ah ini berlaku untuk selama-lamanya seperti halnya kawin dengan ibu dan anak, ataukah seperti haramnya bangkai, darah dan babi yang dibolehkan ketika dalam keadaan terpaksa dan takut berbuat dosa?
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3401 seconds (0.1#10.140)