Kisah Kisra Yazdigird yang Menjadi Pelarian: Satu per Satu Wilayah Persia Dikuasai Muslim
loading...
A
A
A
Kisah Kisra Yazdigird yang menjadi pelarian dan satu per satu Wilayah Persia dikuasai pasukan Muslim di era Khalifah Umar bin Khattab dikisahkan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan oleh Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000)
Kala itu, Muslim sudah menaklukkan Irak, Khurasan, Isfahan, Ray dan negeri-negeri kerajaan Persia lainnya. Haekal mengisahkan tak lama setelah Nu'aim bin Muqarrin menduduki Ray, Khalifah Umar bin Khattab mengizinkan para komandannya yang diserahi pimpinan brigade untuk memasuki seluruh kawasan Persia.
Sejak itu kekuatan-kekuatan yang bermarkas di Isfahan, Iran , bergerak maju ke Khurasan, dan yang dari Basrah dan Bahrain terjun ke Persia dan Kirman.
Bala bantuan dari negeri-Ânegeri Arab berdatangan memperkuat pasukan-pasukan yang tersebar di segenap penjuru tanah Kisra itu.
Khalifah Umar sudah yakin sekali bahwa Allah memberikan kesempatan kepadanya memasuki semua bumi yang akan diwarisi kaum Muslimin.
Ia tidak ingin membiarkan ada peluang sementara itu terbuka bagi Persia untuk bersatu kembali atau memikirkan kawasan yang di tangan pihak lain.
Dengan demikian kawasan Kisra itu dari ujung utara sampai ke ujung selatan menjadi ajang peperangan yang tiada hentinya.
Dalam setiap pertempuran itu semua pasukan Muslimin yang dalam jumlah lebih kecil, selalu mendapat kemenangan.
Kisra Yazdigird yang menjadi pelarian, di mana pun ia berada, berita-berita pertempuran selalu diikutinya dari tempat pelariannya itu.
Ia menyadari bahwa tempat berlindung agar dapat hidup menetap baginya sudah tak ada lagi. Ia berpindah-pindah dari satu tempat berlindung ke tempat yang lain, mencari selamat dari satu daerah ke daerah yang lain.
Semua tempat perlindungan sudah habis dan tak ada satu kota pun yang dapat dijadikan pegangan. Maka ia pun meneruskan pelariannya, berpindah-pindah selalu, yang berakhir dengan keluarnya sama sekali dari daerah itu sebagai raja terusir dan mencari pertolongan dari satu golongan ke golongan yang lain, dari bangsa yang bukan bangsanya.
Kala itu, Muslim sudah menaklukkan Irak, Khurasan, Isfahan, Ray dan negeri-negeri kerajaan Persia lainnya. Haekal mengisahkan tak lama setelah Nu'aim bin Muqarrin menduduki Ray, Khalifah Umar bin Khattab mengizinkan para komandannya yang diserahi pimpinan brigade untuk memasuki seluruh kawasan Persia.
Sejak itu kekuatan-kekuatan yang bermarkas di Isfahan, Iran , bergerak maju ke Khurasan, dan yang dari Basrah dan Bahrain terjun ke Persia dan Kirman.
Bala bantuan dari negeri-Ânegeri Arab berdatangan memperkuat pasukan-pasukan yang tersebar di segenap penjuru tanah Kisra itu.
Khalifah Umar sudah yakin sekali bahwa Allah memberikan kesempatan kepadanya memasuki semua bumi yang akan diwarisi kaum Muslimin.
Ia tidak ingin membiarkan ada peluang sementara itu terbuka bagi Persia untuk bersatu kembali atau memikirkan kawasan yang di tangan pihak lain.
Dengan demikian kawasan Kisra itu dari ujung utara sampai ke ujung selatan menjadi ajang peperangan yang tiada hentinya.
Dalam setiap pertempuran itu semua pasukan Muslimin yang dalam jumlah lebih kecil, selalu mendapat kemenangan.
Kisra Yazdigird yang menjadi pelarian, di mana pun ia berada, berita-berita pertempuran selalu diikutinya dari tempat pelariannya itu.
Ia menyadari bahwa tempat berlindung agar dapat hidup menetap baginya sudah tak ada lagi. Ia berpindah-pindah dari satu tempat berlindung ke tempat yang lain, mencari selamat dari satu daerah ke daerah yang lain.
Semua tempat perlindungan sudah habis dan tak ada satu kota pun yang dapat dijadikan pegangan. Maka ia pun meneruskan pelariannya, berpindah-pindah selalu, yang berakhir dengan keluarnya sama sekali dari daerah itu sebagai raja terusir dan mencari pertolongan dari satu golongan ke golongan yang lain, dari bangsa yang bukan bangsanya.
(mhy)