Ijtima Ulama: Pengucapan Salam Berdimensi Doa Agama Lain Haram bagi Umat Islam

Kamis, 30 Mei 2024 - 17:15 WIB
loading...
Ijtima Ulama: Pengucapan Salam Berdimensi Doa Agama Lain Haram bagi Umat Islam
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII 2024 digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum Islamic Centre Sungailiat, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung, Kamis (30/5/2024). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII 2024 yang digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum Islamic Centre Sungailiat, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung, telah resmi ditutup. Kegiatan yang telah dimulai sejak Selasa (28/5/2024) itu menghasilkan panduan penting mengenai hubungan antarumat beragama.

Panduan yang dihasilkan Ijtima Ulama mencakup prinsip-prinsip dasar, hukum salam lintas agama, dan toleransi dalam perayaan hari raya agama lain. Salah satunya adalah terkait pengucapan salam .

"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," kata Ketua SC dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh saat membacakan hasil Ijtima Ulama usai sidang pleno terakhir, Kamis (30/5/2024).

Ijtimah Ulama memandang pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan. Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu'alaikum dan/atau salam nasional atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.

Untuk lebih detailnya, berikut ini poin-poin hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII 2024:

A. Prinsip Hubungan Antar Umat Beragama

1. Prinsip dasar hubungan antarumat beragama dalam Islam adalah sebagai berikut:
a. Islam menghormati pemeluk agama lain dan menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya dengan prinsip toleransi (al-tasamuh), sesuai dengan tuntunan al-Quran 'lakum dinukum wa liyadin' (untukmu agamamu dan untukku agamaku), tanpa mencampuradukkan ajaran agama (sinkretisme).

b. Dalam masalah muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama (al-ta’awun) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara harmonis, rukun dan damai.

2. Umat Islam tidak boleh mengolok-olok, mencela dan/atau merendahkan ajaran agama lain (al-istihza`).

3. Antarumat beragama tidak boleh mencampuri dan/atau mencampuradukkan ajaran agama lain.

B. Fikih Salam Lintas Agama

1. Penggabungan ajaran berbagai agama termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.

2. Dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

3. Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.

4. Pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.

5. Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum dan/atau salam nasional atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.

C. Fikih Toleransi dalam Perayaan Hari Raya Agama Lain

1. Setiap agama memiliki hari raya sebagai hari besar keagamaan yang biasanya disambut dengan perayaan oleh penganutnya.

2. Setiap umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan kepada umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka. Bentuk toleransi beragama adalah:

a. Dalam hal akidah, memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaannya.

b. Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Toleransi umat beragama harus dilakukan selama tidak masuk ke dalam ranah akidah, ibadah ritual dan upacara-upacara keagamaan, seperti: mengucapkan selamat hari raya agama lain, menggunakan atribut hari raya agama lain, memaksakan untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak bisa diterima oleh umat beragama secara umum.

4. Beberapa tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam angka nomor 3 dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama.

Untuk diketahui, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII 2024 diikuti oleh 654 peserta dari berbagai kalangan. Antara lain pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam tingkat pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren, fakultas Syariah perguruan tinggi Islam, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah, serta para cendekiawan dan peneliti.

Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin pada Rabu (29/5/2024). Beberapa tokoh penting yang memberikan materi pengayaan adalah Ketua BAZNAS Prof Noor Ahmad, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, Dirjen PHU Kementerian Agama RI Prof Hilman Latief, Staf Ahli Menteri Luar Negeri RI Muhsin Syihab, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 KH Jusuf Kalla, serta Ketua Umum KADIN Arsjad Rasjid.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2216 seconds (0.1#10.140)
pixels