Kisah Khalifah Umar bin Khattab Membangun Masjid Al Aqsa
loading...
A
A
A
Kisah Khalifah Umar bin Khattab membangun masjid , begitu umat Islam menguasai Palestina diceritakan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000).
Haekal menyebut, setiap Muslim memasuki suatu tempat, mereka harus membangun sebuah masjid. Khalifah Umar bin Khattab pernah menolak ajakan Uskup Baitulmaqdis Severinus untuk menunaikan salat di Gereja Anastasis. Umar menolak dan ia salat di dekat Batu Yakub di reruntuhan Kuil.
Di tempat ini ia membangun sebuah mesjid yang sangat sederhana seperti mesjid yang dibangun Nabi di Madinah setibanya di sana.
Ibn Katsir menyebutkan bahwa Umar meminta pendapat Ka'bul Ahbar, di tempat di mana ia salat. Ka'b al-Ahbar ini orang Yahudi yang sudah masuk Islam.
Ia berkata kepada Umar: Kalau Anda mau menerima saran saya, sebaiknya Anda salat di belakang Batu itu, maka seluruh Quds di depan Anda.
Akan tetapi Umar berkata: "Anda sudah meniru ajaran Yahudi. Tidak! Saya akan salat di tempat Rasulullah SAW dulu salat."
Tetapi menurut sumber Tabari, ketika Umar bertanya kepada Ka'b: "Menurut pendapat Anda di mana sebaiknya kita mendirikan musala?"
Dijawab oleh Ka'b: "Menghadap ke Batu itu."
Tetapi kata Umar: "Ka'b, Anda sudah meniru ajaran Yahudi. Saya sudah melihat Anda dan cara Anda membuka alas kaki. Tidak! Akan kita buat kiblat itu bagian depan, seperti dilakukan oleh Rasulullah, kiblat mesjid-mesjid kita di depan. Kita tidak diperintahkan menghadap ke Batu, tetapi perintah itu menghadap ke Kakbah."
Kemudian Umar mendirikan masjid itu bagian depannya menghadap ke Kakbah, bukan ke Batu Yakub.
Umar mengalihkan kiblat ke Kakbah dan bukan ke Batu yang ada di depannya, karena Kakbah merupakan kiblat umat Islam seperti di sebutkan di dalam Qur'an, namun ia tidak mengurangi pentingnya Batu itu karena di situlah terjadinya Isra' seperti diterangkan dalam hadis Rasulullah.
Karena dilihatnya begitu penting, sehingga ketika ia melihat di atasnya ada timbunan sampah yang dilemparkan oleh pihak Romawi ia berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Kerjakanlah seperti yang saya lakukan."
Kemudian ia berlutut di bawahnya dan sampah-sampah itu diangkatnya sendiri lalu dilemparkannya jauh-jauh. Sahabat-sahabatnya juga ikut bekerja seperti dia. Demikian mereka bekerja terus di atas Batu itu sampai semua di atasnya dapat dibersihkan.
Sejak itu Batu tersebut tetap terpelihara di bawah pengawasan kaum Muslimin sampai pada masa Abdul-Malik bin Marwan. Dialah yang kemudian memasang kubah di atasnya, dikerjakan dengan begitu teliti sehingga tampak sangat mengagumkan sekali, menjadi lambang bangunan yang sungguh indah, sehingga dapat mengalahkan bangunan Masjidilaqsa dan Masjidilharam, bahkan mengalahkan semua mesjid yang pernah dibangun.
Abdul-Malik memang sangat menyukai bangunan Bizantium karena ia pernah tinggal di Damsyik, di tengah-tengah gereja-gereja Nasrani dan segala peninggalan kunonya. Karenanya, mesjid-mesjid yang dibangunnya itu sangat menarik dan sedap dipandang.
Lihat Juga: Penaklukan Yerusalem: Kisah Khalifah Umar Serahkan Kepemimpinan kepada Ali bin Abi Thalib
Haekal menyebut, setiap Muslim memasuki suatu tempat, mereka harus membangun sebuah masjid. Khalifah Umar bin Khattab pernah menolak ajakan Uskup Baitulmaqdis Severinus untuk menunaikan salat di Gereja Anastasis. Umar menolak dan ia salat di dekat Batu Yakub di reruntuhan Kuil.
Di tempat ini ia membangun sebuah mesjid yang sangat sederhana seperti mesjid yang dibangun Nabi di Madinah setibanya di sana.
Ibn Katsir menyebutkan bahwa Umar meminta pendapat Ka'bul Ahbar, di tempat di mana ia salat. Ka'b al-Ahbar ini orang Yahudi yang sudah masuk Islam.
Ia berkata kepada Umar: Kalau Anda mau menerima saran saya, sebaiknya Anda salat di belakang Batu itu, maka seluruh Quds di depan Anda.
Akan tetapi Umar berkata: "Anda sudah meniru ajaran Yahudi. Tidak! Saya akan salat di tempat Rasulullah SAW dulu salat."
Tetapi menurut sumber Tabari, ketika Umar bertanya kepada Ka'b: "Menurut pendapat Anda di mana sebaiknya kita mendirikan musala?"
Dijawab oleh Ka'b: "Menghadap ke Batu itu."
Tetapi kata Umar: "Ka'b, Anda sudah meniru ajaran Yahudi. Saya sudah melihat Anda dan cara Anda membuka alas kaki. Tidak! Akan kita buat kiblat itu bagian depan, seperti dilakukan oleh Rasulullah, kiblat mesjid-mesjid kita di depan. Kita tidak diperintahkan menghadap ke Batu, tetapi perintah itu menghadap ke Kakbah."
Kemudian Umar mendirikan masjid itu bagian depannya menghadap ke Kakbah, bukan ke Batu Yakub.
Umar mengalihkan kiblat ke Kakbah dan bukan ke Batu yang ada di depannya, karena Kakbah merupakan kiblat umat Islam seperti di sebutkan di dalam Qur'an, namun ia tidak mengurangi pentingnya Batu itu karena di situlah terjadinya Isra' seperti diterangkan dalam hadis Rasulullah.
Baca Juga
Karena dilihatnya begitu penting, sehingga ketika ia melihat di atasnya ada timbunan sampah yang dilemparkan oleh pihak Romawi ia berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Kerjakanlah seperti yang saya lakukan."
Kemudian ia berlutut di bawahnya dan sampah-sampah itu diangkatnya sendiri lalu dilemparkannya jauh-jauh. Sahabat-sahabatnya juga ikut bekerja seperti dia. Demikian mereka bekerja terus di atas Batu itu sampai semua di atasnya dapat dibersihkan.
Sejak itu Batu tersebut tetap terpelihara di bawah pengawasan kaum Muslimin sampai pada masa Abdul-Malik bin Marwan. Dialah yang kemudian memasang kubah di atasnya, dikerjakan dengan begitu teliti sehingga tampak sangat mengagumkan sekali, menjadi lambang bangunan yang sungguh indah, sehingga dapat mengalahkan bangunan Masjidilaqsa dan Masjidilharam, bahkan mengalahkan semua mesjid yang pernah dibangun.
Abdul-Malik memang sangat menyukai bangunan Bizantium karena ia pernah tinggal di Damsyik, di tengah-tengah gereja-gereja Nasrani dan segala peninggalan kunonya. Karenanya, mesjid-mesjid yang dibangunnya itu sangat menarik dan sedap dipandang.
Lihat Juga: Penaklukan Yerusalem: Kisah Khalifah Umar Serahkan Kepemimpinan kepada Ali bin Abi Thalib
(mhy)