Poligami: Pintu Darurat Kecil, yang Hanya Dilalui saat Amat Diperlukan

Sabtu, 29 Juni 2024 - 19:56 WIB
loading...
Poligami: Pintu Darurat Kecil, yang Hanya Dilalui saat Amat Diperlukan
Quraish menjelaskan keadilan yang dimaksud oleh ayat ini, adalah keadilan di bidang imaterial (cinta). Ilustrasi: Ist
A A A
Prof Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Penerbit Mizan, 1996) menjelaskan tentang ayat Al-Quran surat Al-Nisa' [4] : 3 menyatakan:

"Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil (dalam hal-hal yang bersifat lahiriah jika mengawini lebih dari satu), maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Menurut Quraish, atas dasar ayat inilah sehingga Nabi SAW melarang menghimpun dalam saat yang sama lebih dari empat orang istri bagi seorang pria.

Ketika turunnya ayat ini, beliau memerintahkan semua yang memiliki lebih dari empat orang istri, agar segera menceraikan istri-istrinya sehingga maksimal, setiap orang hanya memperistrikan empat orang wanita.



Imam Malik , An-Nasa'i, dan Ad-Daraquthni meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda kepada Sailan bin Umayyah, yang ketika itu memiliki sepuluh orang istri.

"Pilihlah dari mereka empat oranq (istri) dan ceraikan selebihnya."

Di sisi lain, ayat ini pula yang menjadi dasar bolehnya poligami. Sayang ayat ini sering disalahpahami.

Ayat ini turun--sebagaimana diuraikan oleh istri Nabi Aisyah ra -- menyangkut sikap sementara orang yang ingin mengawini anak-anak yatim yang kaya lagi cantik, dan berada dalam pemeliharaannya, tetapi tidak ingin memberinya mas kawin yang sesuai serta tidak memperlakukannya secara adil.

Ayat ini melarang hal tersebut dengan satu susunan kalimat yang sangat tegas. Penyebutan "dua, tiga atau empat" pada hakikatnya adalah dalam rangka tuntutan berlaku adil kepada mereka.

Redaksi ayat ini mirip dengan ucapan seseorang yang melarang orang lain memakan makanan tertentu, dan untuk menguatkan larangan itu dikatakannya, "Jika Anda khawatir akan sakit bila makan makanan ini, maka habiskan saja makanan selainnya yang ada di hadapan Anda selama Anda tidak khawatir sakit".

Tentu saja perintah menghabiskan makanan yang lain hanya sekadar untuk menekankan larangan memakan makanan tertentu itu.



Perlu juga digarisbawahi bahwa ayat ini, kata Quraish, tidak membuat satu peraturan tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syariat agama dan adat istiadat sebelum ini.

Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, dia hanya berbicara tentang bolehnya poligami, dan itu pun merupakan pintu darurat kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan.

Jika demikian halnya, maka pembahasan tentang poligami dalam syariat Al-Quran, hendaknya tidak ditinjau dari segi ideal atau baik dan buruknya, tetapi harus dilihat dari sudut pandang pengaturan hukum, dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi.

Adalah wajar bagi satu perundangan --apalagi agama yang bersifat universal dan berlaku setiap waktu dan kondisi-= untuk mempersiapkan ketetapan hukum yang boleh jadi terjadi pada satu ketika, walaupun kejadian itu hanya merupakan "kemungkinan".

Bukankah kemungkinan mandulnya seorang istri, atau terjangkiti penyakit parah, merupakan satu kemungkinan yang tidak aneh

Apakah jalan keluar bagi seorang suami yang dapat diusulkan untuk menghadapi kemungkinan ini?

Bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologis atau memperoleh dambaannya untuk memiliki anak?
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1301 seconds (0.1#10.140)
pixels