Kisah Shalahuddin Al-Ayyubi Menghancurkan Benteng Eropa di Dekat Rumah Nabi Ya'qub
loading...
A
A
A
Peristiwa Shalahuddin Al-Ayyubi menghancurkan benteng yang dibangun Eropa di dekat rumah Nabi Ya'qub dikisahkan Ibnu al-Atsir dalam bukunya berjudul "Al-Mukhtar Min al-Kamil fi al-Tarikh; Qishshah Shalahuddin al-Ayyubi" yang diterjemahkan Abu Haytsam menjadi "Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Tanah Para Nabi".
Dikisahnya, kala itu Bangsa Eropa telah membangun sebuah benteng kokoh di Banyas, Negeri Syam, dekat rumah Nabi Yakqub as, di daerah yang bernama Makhadlat al-Ahzan.
Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi mendengar hal itu, ia segera bergerak dari Damaskus menuju Banyas. Ia lalu bermukim di sana dan menebarkan serangan ke negeri-negeri yang diduduki Eropa. Ia lalu bergerak ke arah benteng dan melakukan pengepungan sebagai pemberitahuan atas kedatangannya.
Kemudian ia kembali lagi ke benteng itu ketika bala tentaranya sudah berkumpul semua. Ketika sampai ke benteng itu, Shalahuddin menyerang semua orang Eropa yang ada di dalam benteng, lalu ia pun pulang.
Ketika memasuki tahun 575 H Shalahuddin tidak meninggalkan Banyas, bahkan ia bermukim di sana. Dengan kudanya ia menyerang negeri musuh. Ia mengirim sekelompok pasukannya bersama Gali al-Mirah. Mereka tidak menyadari bahwa bala tentara Eropa bersama rajanya telah menghadang mereka.
Mereka lalu mengirimkan surat kepada Shalahuddin untuk memberitahukan situasi. Ia pun segera bergerak bersama pasukannya dengan segala kemegahan untuk menyusul mereka, yang saat itu sedang berada di tengah pertempuran.
Shalahuddin lalu menggempur bala tentara Eropa dengan sengit. Akan tetapi bala tentara Eropa memberikan perlawanan hebat. Kemudian Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya dengan memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin. Orang-orang Musyrik pun berhasil dikalahkan. Banyak korban tewas dan menjadi tawanan dari pihak mereka. Sementara itu raja mereka selamat seorang diri.
Di antara tawanan tersebut terdapat seorang putra Bierzan -penguasa Ramalah dan Nablus. Ia adalah seseorang yang memiliki kedudukan terhormat setelah Raja Eropa. Tentara Muslim juga menawan saudaranya - penguasa Jibyal- penguasa Thabariyah, panglima al-Dawiyah, panglima al-Aspatariyah, penguasa Jenin dan para ksatria dan penguasa mereka yang lain.
Adapun putra Bierzan menebus dirinya dengan uang sejumlah 150.000 Dinar Suriyah, dan pembebasan 1.000 orang tawanan tentara Muslimin.
Pada hari itu, orang yang paling banyak berjasa adalah Izzuddin Farakhsyah, keponakan Shalahuddin. Ia mengisahkan kejadian tersebut seraya mengatakan:
“Pada saat itu saya menyebutkan dua bait puisi yang ditulis oleh al-Mutanabbi, yaitu:
‘Apabila negeri-negeri bisa dibagi Niscaya itu pertama kali untuk mereka yang didatangi kematian tiba-tiba
Barangsiapa memandang rendah dunia atas jiwanya sejenak
Sebutir telur dalam jiwa pemberani adalah besi’.
Tatkala itu, kematian tampak ringan di mata saya. Saya pun terjun langsung ke tengah-tengah medan peperangan”.
Tindakan beraninya itulah yang menjadi penentu kemenangan pasukan Shalahuddin.
Kemudian Shalahuddin pulang kembali ke Banyas dari medan perang untuk mempersiapkan dirinya memasuki benteng pertahanan kota itu. Ia berniat melakukan blokade atasnya, dan mulai bergerak pada bulan Rabi`ul Awwal untuk mengepung benteng tersebut. Ambisinya menjadi kuat untuk mengalahkan benteng tersebut, sehingga ia menyebar pasukannya ke negeri Eropa itu untuk melakukan ekspansi.
Dengan kesigapan dan loyalitas yang tinggi mereka mengumpulkan kayu-kayu dan bebatuan dalam jumlah banyak untuk dijadikan sebagai peluru meriam pelontar batu.
Gauli al-Asadi –seorang panglima dari kabilah al-Asadiyah dan salah seorang emir terbesar- mengajukan pendapatnya kepada Shalahuddin. Ia berkata: “Kita serang pasukan Eropa dengan pasukan infanteri dulu untuk mengukur kekuatan mereka. Jika kita tidak bisa membuat lemah kekuatan mereka, baru kita gempur mereka dengan meriam pelontar batu.”
Shalahuddin menerima pendapatnya ini. Ia segera memerintahkan pasukan infanteri untuk menyerang mereka, sehingga meletuslah pertempuran hebat. Ada seseorang yang memanjat tembok benteng dan menyerang orang-orang yang ada di atas pagar benteng. Tindakannya ini diikuti oleh tentara-tentara lainnya hingga mereka berhasil menguasai tembok.
Pasukan Eropa lalu menaiki pagar benteng untuk melindungi jiwa dan benteng mereka hingga datang bala bantuan. Ketika itu pasukan Eropa telah berkumpul di Thabariyyah. Tentara Muslim terus menekan karena khawatir akan tibanya bala bantuan pasukan Eropa, sementara malam hampir datang menjelang. Shalahuddin pun memerintahkan pasukannya untuk menginap di sekitar tembok.
Keesokan paginya mereka menggali parit di sekitar benteng, dan menyalakan api di dalamnya. Mereka menunggu keruntuhan tembok benteng, akan tetapi tembok tersebut tidak kunjung runtuh karena tebalnya. Ketebalan benteng tersebut adalah sembilan hasta menurut ukuran al-Najari, di mana satu hasta al-Najari berukuran satu setengah hasta biasa.
Mereka akhirnya menunggu selama dua hari, namun tembok itu masih tidak runtuh juga. Shalahuddin lalu memerintahkan pasukannya untuk memadamkan api yang dinyalakan di parit buatan tersebut.
Mereka membawa air dan menyiram kobaran api hingga padam. Para penggali kemudian kembali menggali tanah serta membakar tembok dan galian parit tersebut. Akhirnya tembok tersebut runtuh pada hari Kamis, enam hari terakhir di bulan Rabi`ul Awwal.
Masuklah tentara Muslimin ke dalam benteng, dan menawan semua orang yang ada di dalamnya serta membebaskan tawanan Muslimin. Shalahuddin sendiri membunuh banyak sekali tentara Eropa yang menjadi tawanan. Sisanya dibawa ke Damaskus dan dipenjarakan di sana.
Shalahuddin tetap berada di posisinya itu, sampai benteng itu dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Sebelumnya Shalahuddin telah menawarkan uang sebesar 60.000 Dinar kepada Eropa agar mereka mau menghancurkan benteng itu sendiri tanpa harus melalui pertempuran. Tetapi mereka menolaknya, karena menduga jika benteng itu tetap berdiri mereka akan bisa menduduki lebih banyak lagi negeri-negeri Muslim.
Ketika tentara Eropa yang berkumpul di Thabariyyah mendengar berita bahwa Shalahuddin telah mengambil alih benteng tersebut, mereka menjadi surut. Mereka pun akhirnya bercerai berai kembali ke negeri masing-masing.
Banyak sekali penyair yang mengabadikan peristiwa ini dalam syair mereka. Di antaranya adalah al-Nasyw Ibn Nafadzah -semoga Allah mencurahkan rahmat atas-Nya- yang menuliskan syair sebagai berikut:
“Kekalahan Eropa datang begitu cepat
Telah datang saatnya salib-salib mereka dihancurkan
Seandainya kekalahan mereka tidak dekat
Niscaya tidak akan ramai rumah duka mereka”.
Begitu pula dengan syair yang diucapkan oleh `Ali Ibn Muhammad al-Sa`ati al-Dimasyqi:
“Apakah engkau akan tinggal di tanah para Nabi
Dengan berkelompok yang bersumpah dengan sumpahnya
Saya nasehati kamu, di mana nasehat dalam agama adalah kewajiban
Berhati-hatilah dengan keluarga Ya`qub karena Yusuf telah datang”.
Dikisahnya, kala itu Bangsa Eropa telah membangun sebuah benteng kokoh di Banyas, Negeri Syam, dekat rumah Nabi Yakqub as, di daerah yang bernama Makhadlat al-Ahzan.
Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi mendengar hal itu, ia segera bergerak dari Damaskus menuju Banyas. Ia lalu bermukim di sana dan menebarkan serangan ke negeri-negeri yang diduduki Eropa. Ia lalu bergerak ke arah benteng dan melakukan pengepungan sebagai pemberitahuan atas kedatangannya.
Kemudian ia kembali lagi ke benteng itu ketika bala tentaranya sudah berkumpul semua. Ketika sampai ke benteng itu, Shalahuddin menyerang semua orang Eropa yang ada di dalam benteng, lalu ia pun pulang.
Ketika memasuki tahun 575 H Shalahuddin tidak meninggalkan Banyas, bahkan ia bermukim di sana. Dengan kudanya ia menyerang negeri musuh. Ia mengirim sekelompok pasukannya bersama Gali al-Mirah. Mereka tidak menyadari bahwa bala tentara Eropa bersama rajanya telah menghadang mereka.
Mereka lalu mengirimkan surat kepada Shalahuddin untuk memberitahukan situasi. Ia pun segera bergerak bersama pasukannya dengan segala kemegahan untuk menyusul mereka, yang saat itu sedang berada di tengah pertempuran.
Shalahuddin lalu menggempur bala tentara Eropa dengan sengit. Akan tetapi bala tentara Eropa memberikan perlawanan hebat. Kemudian Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya dengan memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin. Orang-orang Musyrik pun berhasil dikalahkan. Banyak korban tewas dan menjadi tawanan dari pihak mereka. Sementara itu raja mereka selamat seorang diri.
Di antara tawanan tersebut terdapat seorang putra Bierzan -penguasa Ramalah dan Nablus. Ia adalah seseorang yang memiliki kedudukan terhormat setelah Raja Eropa. Tentara Muslim juga menawan saudaranya - penguasa Jibyal- penguasa Thabariyah, panglima al-Dawiyah, panglima al-Aspatariyah, penguasa Jenin dan para ksatria dan penguasa mereka yang lain.
Adapun putra Bierzan menebus dirinya dengan uang sejumlah 150.000 Dinar Suriyah, dan pembebasan 1.000 orang tawanan tentara Muslimin.
Pada hari itu, orang yang paling banyak berjasa adalah Izzuddin Farakhsyah, keponakan Shalahuddin. Ia mengisahkan kejadian tersebut seraya mengatakan:
“Pada saat itu saya menyebutkan dua bait puisi yang ditulis oleh al-Mutanabbi, yaitu:
‘Apabila negeri-negeri bisa dibagi Niscaya itu pertama kali untuk mereka yang didatangi kematian tiba-tiba
Barangsiapa memandang rendah dunia atas jiwanya sejenak
Sebutir telur dalam jiwa pemberani adalah besi’.
Tatkala itu, kematian tampak ringan di mata saya. Saya pun terjun langsung ke tengah-tengah medan peperangan”.
Tindakan beraninya itulah yang menjadi penentu kemenangan pasukan Shalahuddin.
Kemudian Shalahuddin pulang kembali ke Banyas dari medan perang untuk mempersiapkan dirinya memasuki benteng pertahanan kota itu. Ia berniat melakukan blokade atasnya, dan mulai bergerak pada bulan Rabi`ul Awwal untuk mengepung benteng tersebut. Ambisinya menjadi kuat untuk mengalahkan benteng tersebut, sehingga ia menyebar pasukannya ke negeri Eropa itu untuk melakukan ekspansi.
Dengan kesigapan dan loyalitas yang tinggi mereka mengumpulkan kayu-kayu dan bebatuan dalam jumlah banyak untuk dijadikan sebagai peluru meriam pelontar batu.
Gauli al-Asadi –seorang panglima dari kabilah al-Asadiyah dan salah seorang emir terbesar- mengajukan pendapatnya kepada Shalahuddin. Ia berkata: “Kita serang pasukan Eropa dengan pasukan infanteri dulu untuk mengukur kekuatan mereka. Jika kita tidak bisa membuat lemah kekuatan mereka, baru kita gempur mereka dengan meriam pelontar batu.”
Shalahuddin menerima pendapatnya ini. Ia segera memerintahkan pasukan infanteri untuk menyerang mereka, sehingga meletuslah pertempuran hebat. Ada seseorang yang memanjat tembok benteng dan menyerang orang-orang yang ada di atas pagar benteng. Tindakannya ini diikuti oleh tentara-tentara lainnya hingga mereka berhasil menguasai tembok.
Pasukan Eropa lalu menaiki pagar benteng untuk melindungi jiwa dan benteng mereka hingga datang bala bantuan. Ketika itu pasukan Eropa telah berkumpul di Thabariyyah. Tentara Muslim terus menekan karena khawatir akan tibanya bala bantuan pasukan Eropa, sementara malam hampir datang menjelang. Shalahuddin pun memerintahkan pasukannya untuk menginap di sekitar tembok.
Keesokan paginya mereka menggali parit di sekitar benteng, dan menyalakan api di dalamnya. Mereka menunggu keruntuhan tembok benteng, akan tetapi tembok tersebut tidak kunjung runtuh karena tebalnya. Ketebalan benteng tersebut adalah sembilan hasta menurut ukuran al-Najari, di mana satu hasta al-Najari berukuran satu setengah hasta biasa.
Mereka akhirnya menunggu selama dua hari, namun tembok itu masih tidak runtuh juga. Shalahuddin lalu memerintahkan pasukannya untuk memadamkan api yang dinyalakan di parit buatan tersebut.
Mereka membawa air dan menyiram kobaran api hingga padam. Para penggali kemudian kembali menggali tanah serta membakar tembok dan galian parit tersebut. Akhirnya tembok tersebut runtuh pada hari Kamis, enam hari terakhir di bulan Rabi`ul Awwal.
Masuklah tentara Muslimin ke dalam benteng, dan menawan semua orang yang ada di dalamnya serta membebaskan tawanan Muslimin. Shalahuddin sendiri membunuh banyak sekali tentara Eropa yang menjadi tawanan. Sisanya dibawa ke Damaskus dan dipenjarakan di sana.
Shalahuddin tetap berada di posisinya itu, sampai benteng itu dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Sebelumnya Shalahuddin telah menawarkan uang sebesar 60.000 Dinar kepada Eropa agar mereka mau menghancurkan benteng itu sendiri tanpa harus melalui pertempuran. Tetapi mereka menolaknya, karena menduga jika benteng itu tetap berdiri mereka akan bisa menduduki lebih banyak lagi negeri-negeri Muslim.
Ketika tentara Eropa yang berkumpul di Thabariyyah mendengar berita bahwa Shalahuddin telah mengambil alih benteng tersebut, mereka menjadi surut. Mereka pun akhirnya bercerai berai kembali ke negeri masing-masing.
Banyak sekali penyair yang mengabadikan peristiwa ini dalam syair mereka. Di antaranya adalah al-Nasyw Ibn Nafadzah -semoga Allah mencurahkan rahmat atas-Nya- yang menuliskan syair sebagai berikut:
“Kekalahan Eropa datang begitu cepat
Telah datang saatnya salib-salib mereka dihancurkan
Seandainya kekalahan mereka tidak dekat
Niscaya tidak akan ramai rumah duka mereka”.
Begitu pula dengan syair yang diucapkan oleh `Ali Ibn Muhammad al-Sa`ati al-Dimasyqi:
“Apakah engkau akan tinggal di tanah para Nabi
Dengan berkelompok yang bersumpah dengan sumpahnya
Saya nasehati kamu, di mana nasehat dalam agama adalah kewajiban
Berhati-hatilah dengan keluarga Ya`qub karena Yusuf telah datang”.
(mhy)