4 Pendapat Mengapa Dajjal Tidak Disebutkan dalam Al-Qur'an
loading...
A
A
A
DALAM bahasa Arab, istilah dajjal lazim digunakan untuk menyebut “ nabi palsu ”. Namun, istilah ad-Dajjal, yang dimaksudkan di sini merujuk pada sosok “pembohong” yang muncul menjelang dunia berakhir atau kiamat .
Sosok itu juga disebut sebagai al-Masih ad-Dajjal; yang dimaksudkan di sini adalah “Al-Masih Palsu”. Al-Quran tidak menyebut kata Dajjal baik secara eksplisit maupun implisit.
Dr Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil dalam Asyraathus Saa’ah menyebut ada beberapa hikmah tidak disebutnya Dajjal dalam Al-Qur'an. Namun ia menyebut setidaknya ada 4 pendapat dari para ulama perihal masalah ini.
Pendapat pertama, sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu…” [ QS Al-An’aam : 158]
Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini.
Imam Muslim dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Ada tiga hal yang jika keluar, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebaikan dengan imannya itu: terbitnya matahari dari barat, Dajjal, dan binatang bumi.’”
Kedua, pendapat bahwa sesungguhnya al-Qur'an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alihissallam, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebutkan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.
Ketiga, pendapat bahwa sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” [ QS Al-Mu’min : 57]
Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.
Abul ‘Aliyah rahimahullah berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini -jika memang telah tetap- merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.”
Keempat, sesungguhnya al-Qur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan kemuliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaan-Nya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam al-Quran).
Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya. Sesungguhnya setiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan memberikan peringatan terhadap fitnahnya.
Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa al-Qur'an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, Yusuf bin Abdillah mengatakan, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. "Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman," ujarnya..
Tidak disebutkannya hal ini dalam al-Qur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebatilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang diserukannya.
Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam al-Qur'an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”
Yusuf bin Abdillah menyatakan terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi SAW ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar ra karena hal itu memang sudah jelas.
Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah dan orang-orang yang beriman enggan, kecuali kepada Abu Bakar.”
Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam al-Qur'an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya’juj dan Ma’juj di dalam al-Qur'an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”
Tentang hal ini, Al-Quran menjelaskan dalam Surat Al-Kahfi ayat 94: Mereka berkata, 'Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu supaya kamu membuat dinding antara kamu dan mereka'.
Dalam Al-Quran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama, Ya'juj dan Ma'juj disebutkan sebagai dua bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, seperti yang telah dilakukan oleh bangsa Tartar dan Mongol dahulu.
Bila Al-Quran tidak menjelaskan secara tegas dan pasti, bukan berarti Dajjal itu tidak ada. Beberapa Hadis Rasulullah yang diyakini kesahihannya secara jelas melengkapi apa yang disitir sebagai Ya'juj dan Ma'juj dalam Surat Al-Kahfi tersebut. Wallahu'alam
Sosok itu juga disebut sebagai al-Masih ad-Dajjal; yang dimaksudkan di sini adalah “Al-Masih Palsu”. Al-Quran tidak menyebut kata Dajjal baik secara eksplisit maupun implisit.
Dr Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil dalam Asyraathus Saa’ah menyebut ada beberapa hikmah tidak disebutnya Dajjal dalam Al-Qur'an. Namun ia menyebut setidaknya ada 4 pendapat dari para ulama perihal masalah ini.
Pendapat pertama, sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا “…
Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu…” [ QS Al-An’aam : 158]
Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini.
Imam Muslim dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ إِذَا خَـرَجْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِـيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا: طُلُوْعُ الشَمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ اْلأَرْضِ.
‘Ada tiga hal yang jika keluar, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebaikan dengan imannya itu: terbitnya matahari dari barat, Dajjal, dan binatang bumi.’”
Kedua, pendapat bahwa sesungguhnya al-Qur'an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alihissallam, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebutkan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.
Ketiga, pendapat bahwa sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” [ QS Al-Mu’min : 57]
Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.
Abul ‘Aliyah rahimahullah berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini -jika memang telah tetap- merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.”
Keempat, sesungguhnya al-Qur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan kemuliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaan-Nya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam al-Quran).
Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya. Sesungguhnya setiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan memberikan peringatan terhadap fitnahnya.
Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa al-Qur'an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, Yusuf bin Abdillah mengatakan, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. "Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman," ujarnya..
Tidak disebutkannya hal ini dalam al-Qur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebatilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang diserukannya.
Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam al-Qur'an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”
Yusuf bin Abdillah menyatakan terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi SAW ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar ra karena hal itu memang sudah jelas.
Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.
“Allah dan orang-orang yang beriman enggan, kecuali kepada Abu Bakar.”
Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam al-Qur'an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya’juj dan Ma’juj di dalam al-Qur'an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”
Tentang hal ini, Al-Quran menjelaskan dalam Surat Al-Kahfi ayat 94: Mereka berkata, 'Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu supaya kamu membuat dinding antara kamu dan mereka'.
Dalam Al-Quran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama, Ya'juj dan Ma'juj disebutkan sebagai dua bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, seperti yang telah dilakukan oleh bangsa Tartar dan Mongol dahulu.
Bila Al-Quran tidak menjelaskan secara tegas dan pasti, bukan berarti Dajjal itu tidak ada. Beberapa Hadis Rasulullah yang diyakini kesahihannya secara jelas melengkapi apa yang disitir sebagai Ya'juj dan Ma'juj dalam Surat Al-Kahfi tersebut. Wallahu'alam
(mhy)