Inilah Faedah Syahwat dan Cara Mengendalikannya

Selasa, 01 September 2020 - 08:45 WIB
loading...
Inilah Faedah Syahwat dan Cara Mengendalikannya
Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan disertai syahwat dan tidak akan sia-sia karena terdapat juga faedah dan manfaat di dalamnya. Salah satunya jika manusia tidak memiliki syahwat terhadap lawan jenis, maka keturunan dapat menjadi terputus. Foto ilustr
A A A
AllahSubhanahu wa ta'ala menciptakan manusia dengan disertaisyahwat. Kata syahwat itu sendiri merupakan bentuk jamak dari ‘syahaa’ yang berarti ‘almusytaha‘ atau sesuatu yang diinginkan.

Allah Ta’ala telah menyebutkan bagi kita berbagai jenis syahwat yang membawa jiwa untuk mencintainya. Seperti disebutkan dalam firman'Nya :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al Imran:14)

(Baca juga : Jadilah Calon Istri yang Sesuai Panduan Rasulullah )

Jenis-jenis syahwat yang disebutkan dalam ayat tersebut di antaranya: wanita, anak-anak, harta, hewan ternak dan ladang. Syahwat seringkali dikonotasikan dengan hal-hal yang negatif, terutama tentang hawa nafsu yang berlebihan. Padahal, menurut Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari, Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan disertai syahwat dan tidak akan sia-sia karena terdapat juga faedah dan manfaat di dalamnya.

Salah satu contohnya, misalnya jika manusia tidak memiliki syahwat (selera) makan, kemudian dia tidak makan, sehingga akan menyebabkan dirinya binasa. Demikian juga jika manusia tidak memiliki syahwat terhadap lawan jenis, maka keturunan dapat menjadi terputus.

Oleh karena itu, keberadaan syahwat pada manusia tidak tercela. Celaan itu tertuju jika manusia melewati batas dalam memenuhi syahwat. Karena ada sebagian manusia yang tidak memahami hal ini, mengira bahwa syahwat pada manusia merupakan perkara tercela, sehingga mereka berusaha meninggalkan semua yang sebenarnya diinginkan oleh jiwanya.

(Baca juga : Waspada, Perempuan pun Bisa Terfitnah Kaum Lelaki )

Ada juga sebagian manusia yang meninggalkan perkara-perkara yang mereka sukai itu dengan beralasan karena zuhud (meremehkan) terhadap dunia. Tetapi zuhud yang mereka lakukan itu diiringi dengan kebodohan terhadap agama, sehingga zuhud mereka itu tidak bernilai kebaikan. Karena mengharamkan sesuatu yang dihalalkan agama –meskipun hanya bagi dirinya sendiri- merupakan kezaliman terhadap jiwa, bukan merupakan keadilan .

Namun demikian, yang dibutuhkan manusia adalah mengendalikan syahwat agar tidak berlebihan. Dirangkum dari tulisan ceramahnya, ustadz Abu Isma'il membeberkan beberapa cara mengendalikan syahwat tersebut. Di antaranya :

1. Mengendalikan syahwat perut

Walaupun memenuhi kebutuhan hidup yang disukai itu diperbolehkan, namun bukan berarti seorang mukmin dibolehkan selalu memperturutkan hawa nafsunya, bahkan dia harus mengendalikannya. Di antaranya, yaitu mengendalikan syahwat perut. Karena syahwat perut ini termasuk salah satu perkara yang dapat membinasakan manusia.

(Baca juga : Memperbaiki Hati, Salah Satu Cara Meraih Surga Allah Ta'ala )

Syahwat ini pula yang menjadi penyebab Nabi Adam Alaihissalam dikeluarkan dari Surga yang kekal. Dan dari syahwat perut ini, kemudian timbul syahwat kemaluan dan rakus terhadap harta benda.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan fitnah (kesesatan, ujian) syahwat dan fitnah syubhat terhadap umatnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ

"Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kalian, ialah syahwat mengikuti nafsu pada perut dan pada kemaluan kalian serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.( HR Ahmad)

Syahwat mengikuti nafsu perut dan kemaluan merupakan fitnah syahwat, sedangkan fitnah-fitnah yang menyesatkan adalah fitnah syubhat.

(Baca juga : Pendanaan Terorisme Kian Canggih, Berubah Seiring Perkembangan Teknologi )

2. Mengendalikan syahwat kemaluan

Hendaklah kita mengetahui, syahwat terhadap lawan jenis yang diciptakan pada diri manusia memiliki hikmah dan faedah. Antara lain, ialah untuk memelihara keberlangsungan hidup manusia di muka bumi sampai waktu yang Allah kehendaki.

Demikian juga agar manusia merasakan kenikmatan, yang dengan kepemilikan syahwat itu, ia dapat membandingkan kenikmatan dunia dengan kenikmatan kehidupan di akhirat.

Karena orang yang belum pernah merasakan suatu jenis kenikmatan, maka ia tidak akan merindukannya. Tetapi, jika syahwat terhadap lawan jenis ini tidak dikendalikan dengan baik, akan dapat memunculkan banyak keburukan dan musibah. Karena sesungguhnya fitnah (ujian) terbesar bagi laki-laki adalah wanita, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

"Tidaklah aku menginggalkan fitnah, setelah aku (wafat), yang lebih berbahaya atas laki-laki daripada wanita." (HR Bukhari dan Muslim)

(Baca juga : Ramalan Deflasi Masih Terjadi di Bulan Agustus Saat Daya Beli Lemah )

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari hadis ini dengan perkataan: “Hadis ini menunjukkan bahwa fitnah yang disebabkan wanita merupakan fitnah terbesar daripada fitnah lainnya. Hal itu dikuatkan firman Allah: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita…” (Ali-Imran : 3)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berkata: “Kebanyakan yang merusakkan kekuasaan dan negara, ialah karena menaati para wanita”.

Karena fitnah perempuan, dapat menyebabkan seseorang dapat terjerumus ke dalam berbagai kemaksiatan hingga melupakannya terhadap akhirat. Seperti memandang wanita yang bukan mahramnya, menyentuhnya, berpacaran, bahkan sampai berbuat zina. Sesungguhnya perkara yang mudah untuk menjaga diri dari fitnah wanita sejak permulaannya, ialah sebagaimana telah diajarkan Allah Ta’ala, yaitu dengan menahan pandangan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat”. [QS An-Nur : 30)

Dalam hal ini, Allah Ta’ala juga tidak mencukupkan hanya dengan memerintahkan kepada laki-laki yang beriman saja agar menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya, tetapi Allah juga mengiringkan perintah-Nya kepada wanita-wanita:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya. [an- Nûr/24: 31].

Kemudian, karena beratnya menjaga dan mengendalikan fitnah syahwat ini, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jaminan surga terhadap orang yang dapat mengendalikannya dengan baik.

(Baca juga : Masih Pandemi Covid, DKI Kembali Bahas Penempatan PKL di Trotoar )

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Barang siapa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya.[HR Bukhari)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan : Makna “menjamin (untuk Nabi)”, ialah memenuhi janji dengan meninggalkan kemaksiatan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dengan menjamin, sedangkan yang beliau maksudkan ialah konsekwensinya, yaitu menunaikan kewajibannya.

(Baca juga : Fury Ke McIntyre: Strowman Hancur, Lawan Aku, Kupukuli Wajah Kamu )

Sehingga maknanya, barang siapa yang menunaikan kewajiban pada lidahnya, yaitu berbicara sesuai dengan kewajibannya, atau diam dari apa yang tidak bermanfaat baginya; dan menunaikan kewajiban pada kemaluannya, yaitu meletakkannya pada yang halal dan menahannya dari yang haram.

Sedangkan yang dimaksud dengan “apa yang ada di antara dua rahangnya”, yaitu lidah dan apa yang dilakukannya, yaitu perkataan. Sedangkan “apa yang ada di antara dua kakinya” ialah kemaluan.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3139 seconds (0.1#10.140)