Doa Cinta kepada Allah dan 4 Perkara Syarat Digandakannya Pahala Amal Saleh
loading...
A
A
A
Kemudian, salat di waktu-waktu yang dilarang, seperti setelah salat fajar dan ashar, dan di waktu khutbah adalah dilarang darinya. Dan yang dilakukan pada saat itu bisa dengan membaca al-Qur`an, atau zikir, atau doa, atau mendengarkan hal itu.
Ibnul Qayyim dalam kitab ‘Madarijus Salikin’ menambahkan yang paling utama di setiap waktu dan kondisi adalah mengutamakan ridha Allah SWT di waktu dan kondisi tersebut dan melaksanakan kewajiban di waktu tersebut, tugas dan tuntutannya.
Mereka itu ahli ibadah yang mutlak, dan golongan-golongan sebelum mereka ahli ibadah yang terikat, maka bila salah seorang dari mereka keluar dari jenis yang dia bergantung dengannya dari ibadah dan memisahinya, ia melihat dirinya seolah-olah telah berkurang dan meninggalkan ibadahnya.
Ia menyembah menurut jalan yang satu, dan pelaku ibadah mutlak tidak ada tujuan baginya dalam satu ibadah secara tersendiri yang mengutamakannya terhadap yang lainnya. Akan tetapi tujuannya adalah mencari ridha Allah SWT di mana pun adanya.
Poros ibadahnya beredar di atasnya (ridha Allah SWT). Ia senantiasa berpindah di dalam tingkatan ibadah. Setiap kali diangkat baginya satu tingkatan yang dia amalkan, ia menyibukkan diri dengannya hingga nampak tingkatan yang lain.
Inilah kebiasaannya dalam berjalan sehingga berakhir perjalanannya. Menurut Ibnul Qayyim, jika engkau melihat ulama niscaya engkau melihatnya bersama mereka. Jika engkau melihat para ahli ibadah tentu engkau melihatnya bersama mereka. Dan jika engkau melihat para mujahid niscaya engkau melihatnya besama mereka.
"Jika engkau melihat orang-orang yang berzikir niscaya engkau melihatnya bersama mereka. Dan jika engkau melihat orang-orang yang muhsin niscaya engkau melihatnya bersama mereka. Inilah hamba mutlak yang tidak terikat dalam dalam satu ikatan," tuturnya.
Syarat Penting
Menurut Asma` binti Rasyid menyebutkan beberapa perkara penting yang merupakan syarat diterimanya amal saleh dan dilipat gandakan pahalanya, serta manfaatnya tetap ada di akhirat, yaitu:
1. Ikhlas kepada Allah SWT dalam semua ibadah, yaitu mengharap ridha Allah SWT, ridha-Nya, mengharapkan yang ada di sisi-Nya, mengosongkan hati dari memperhatikan manusia dan bagian jiwa yang segera (di dunia).
2. Membedakan niat dalam ibadah, banyak yang mengira ia adalah ikhlas dan sebenarnya bukan seperti itu. Ibnul Qayyim berkata: niat dalam ibadah dan ini adalah tambahan terhadap ikhlas. Sesungguhnya ikhlas adalah mengesakan yang disembah (Allah SWT) dari yang lainnya, dan niat ibadah ada dua martabat: Salah satunya, membedakan ibadah dari rutinitas. Kedua, membedakan kedudukan ibadah satu sama lain.
3. Nasihat dalam ibadah, yaitu mengeluarkan segenap kemampuan dalam melaksanakan ibadah menurut cara yang dicintai dan diridhai Rabb SWT. Dan ini menuntut mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
4. Menjaga pahala amal saleh, dan hal itu dengan berhati-hati dari terjerumus dalam perbuatan yang merusak dan meruntuhkan amal saleh, seperti riya, menyebut pemberian, menyakiti, ujub, mendatangi para peramal dan dukun, dan selain yang demikian itu.
Dan yang beramal harus menjauhi yang menjadi penyebab berpindahnya pahala ibadahnya kepada orang lain. Dan hal itu bisa dengan melakukan tindakan melewati batas terhadap mereka dalam urusan dunia, atau menghalangi mendapatkan hak mereka, atau menyakiti mereka dengan berbagai macam gangguan, seperti ghibah (menggunjing), mencela, mencuri, tidak menyapa yang diharamkan, dan selain yang demikian itu.
Ibnul Qayyim dalam kitab ‘Madarijus Salikin’ menambahkan yang paling utama di setiap waktu dan kondisi adalah mengutamakan ridha Allah SWT di waktu dan kondisi tersebut dan melaksanakan kewajiban di waktu tersebut, tugas dan tuntutannya.
Mereka itu ahli ibadah yang mutlak, dan golongan-golongan sebelum mereka ahli ibadah yang terikat, maka bila salah seorang dari mereka keluar dari jenis yang dia bergantung dengannya dari ibadah dan memisahinya, ia melihat dirinya seolah-olah telah berkurang dan meninggalkan ibadahnya.
Baca Juga
Ia menyembah menurut jalan yang satu, dan pelaku ibadah mutlak tidak ada tujuan baginya dalam satu ibadah secara tersendiri yang mengutamakannya terhadap yang lainnya. Akan tetapi tujuannya adalah mencari ridha Allah SWT di mana pun adanya.
Poros ibadahnya beredar di atasnya (ridha Allah SWT). Ia senantiasa berpindah di dalam tingkatan ibadah. Setiap kali diangkat baginya satu tingkatan yang dia amalkan, ia menyibukkan diri dengannya hingga nampak tingkatan yang lain.
Inilah kebiasaannya dalam berjalan sehingga berakhir perjalanannya. Menurut Ibnul Qayyim, jika engkau melihat ulama niscaya engkau melihatnya bersama mereka. Jika engkau melihat para ahli ibadah tentu engkau melihatnya bersama mereka. Dan jika engkau melihat para mujahid niscaya engkau melihatnya besama mereka.
"Jika engkau melihat orang-orang yang berzikir niscaya engkau melihatnya bersama mereka. Dan jika engkau melihat orang-orang yang muhsin niscaya engkau melihatnya bersama mereka. Inilah hamba mutlak yang tidak terikat dalam dalam satu ikatan," tuturnya.
Syarat Penting
Menurut Asma` binti Rasyid menyebutkan beberapa perkara penting yang merupakan syarat diterimanya amal saleh dan dilipat gandakan pahalanya, serta manfaatnya tetap ada di akhirat, yaitu:
Baca Juga
1. Ikhlas kepada Allah SWT dalam semua ibadah, yaitu mengharap ridha Allah SWT, ridha-Nya, mengharapkan yang ada di sisi-Nya, mengosongkan hati dari memperhatikan manusia dan bagian jiwa yang segera (di dunia).
2. Membedakan niat dalam ibadah, banyak yang mengira ia adalah ikhlas dan sebenarnya bukan seperti itu. Ibnul Qayyim berkata: niat dalam ibadah dan ini adalah tambahan terhadap ikhlas. Sesungguhnya ikhlas adalah mengesakan yang disembah (Allah SWT) dari yang lainnya, dan niat ibadah ada dua martabat: Salah satunya, membedakan ibadah dari rutinitas. Kedua, membedakan kedudukan ibadah satu sama lain.
3. Nasihat dalam ibadah, yaitu mengeluarkan segenap kemampuan dalam melaksanakan ibadah menurut cara yang dicintai dan diridhai Rabb SWT. Dan ini menuntut mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
4. Menjaga pahala amal saleh, dan hal itu dengan berhati-hati dari terjerumus dalam perbuatan yang merusak dan meruntuhkan amal saleh, seperti riya, menyebut pemberian, menyakiti, ujub, mendatangi para peramal dan dukun, dan selain yang demikian itu.
Dan yang beramal harus menjauhi yang menjadi penyebab berpindahnya pahala ibadahnya kepada orang lain. Dan hal itu bisa dengan melakukan tindakan melewati batas terhadap mereka dalam urusan dunia, atau menghalangi mendapatkan hak mereka, atau menyakiti mereka dengan berbagai macam gangguan, seperti ghibah (menggunjing), mencela, mencuri, tidak menyapa yang diharamkan, dan selain yang demikian itu.
Baca Juga
(mhy)