Sebab-Sebab Kehancuran Umat Terdahulu, Semoga Tidak Terjadi di Masa Ini

Senin, 14 September 2020 - 05:10 WIB
loading...
Sebab-Sebab Kehancuran Umat Terdahulu, Semoga Tidak Terjadi di Masa Ini
Sisa-sisa rumah kaum Tsamud yang durhaka dan menyelisihi ajaran Nabi Saleh alahissalam berjarak sekitar 470 kilometer dari Kota Madinah. Foto/Ist
A A A
Setiap umat ada ajalnya. Ada masa berakhirnya kejayaan dan kehidupan mereka. Rasulullah ﷺ telah menyampaikan kepada kita tentang sebab-sebabnya kehancuran umat terdahulu. Bukan mustahil hal serupa menimpa umat sekarang apabila tidak belajar dari masa lalu. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari azab-Nya .

Demikian kata Ustaz Farid Nu'man Hasan , Dai lulusan sastra Arab Universitas Indonesia. Karena itu, perhatikanlah fenomena kehidupan manusia saat ini, apakah sudah terkumpul padanya sebab-sebab itu atau tidak. Semoga kita bisa mengambil iktibar dari peristiwa yang terjadi di masa lampau. (Baca Juga: Kisah Nabi Shaleh dan Hancurnya Kaum Tsamud)

Ustaz Farid Nu'man mengungkapkan ada 3 sebab-sebab kehancuran umat terdahulu yang harus menjadi pelajaran bagi kita, yaitu:

1) Hukum Tumpul ke Atas dan Tajam ke Bawah
Rasulullah ﷺ menyebutkan ini sebagai penyebab binasanya umat terdahulu. Jika yang berbuat salah adalah para pejabat, orang kuat, tokoh, maka mereka selamat dan hukum tidak ditegakkan. Tapi, jika yang berbuat salah adalah rakyat biasa atu orang lemah, mereka dihukum, dipenjara, dan dilukai fisik dan rasa keadilannya. Perhatikan hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha bahwa orang-orang Quraisy sedang menghadapi persoalan yang menggelisahkan, yaitu tentang seorang wanita tokoh Bani Makhzumiyah yang mencuri lalu mereka berkata, "Siapa yang mau merundingkan masalah ini kepada Rasulullah ﷺ ?" Sebagian mereka berkata, "Tidak ada yang berani menghadap beliau kecuali Usamah bin Zaid, orang kesayangan Rasulullah ﷺ . Usamah pun menyampaikan masalah tersebut lalu Rasulullah ﷺ bersabda: "Apakah kamu meminta keringanan atas pelanggaran terhadap aturan Allah?" Kemudian beliau berdiri menyampaikan khuthbah lalu bersabda: "Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat (pejabat, penguasa, elit masyarakat) mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah (masyarakat rendahan, rakyat biasa) mereka mencuri mereka menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainya Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya". (HR. Al-Bukhari No. 3475)

Kita melihat sikap tegas Rasulullah ﷺ kepada Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhu, yang dianggap oleh suku Bani Makhzum sebagai "orang dalam" di lingkungan Rasulullah ﷺ yang bisa meluluhkan Rasulullah ﷺ untuk meringankan atau membatalkan hukuman atas wanita yang mencuri itu. Tapi, jawaban Rasulullah ﷺ adalah tegas, bahwa sebab kehancuran umat terdahulu karena ketidakadilan dalam penerapan hukum. (Baca Juga: Kisah Nabi Hud dan Penyebab Dibinasakannya Kaum 'Aad)

2) Banyak Bertanya
Maksud 'banyak bertanya' yaitu pertanyaan yang tidak bermanfaat, memberatkan, dan mengundang fitnah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadis berikut:

ﷺ. كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak bertanya dan sering berselisih dengan para Nabi mereka." (HR Muslim No. 1337)

( )

Contohnya adalah pertanyaan Bani Israil kepada Nabi Musa 'Alaihissalam , yang bertele-tele dan tidak penting tentang sapi yang Allah Ta’ala perintahkan untuk disembelih. Tujuannya agar tidak jadi mereka sembelih, tapi Nabi Musa menjawabnya dengan sabar. Akhirnya mereka pun menyembelihnya. Hal diabadikan dalam Al-Qur'an:

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ

Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya." Dia (Musa) menjawab, "Dia (Allah) berfirman, bahwa (sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk." Dia (Musa) menjawab: "Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak [pula] untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang."

Mereka berkata, "Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya." Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu. (QS. Al-Baqarah: 69-71)

Hari ini, tidak sedikit orang yang mengaku muslim mempertanyakan Islam bukan untuk mencari ilmu atau memperbagus kualitas diri, tapi bertanya untuk memperberat diri dan memunculkan kegaduhan, yang dengannya menganulir ketetapan-ketetapan agama. Mengapa warisan lebih banyak kaum laki-laki? Kenapa Islam membolehkan poligami? Mengapa ada jihad dalam Islam ? Mengapa memperebutkan Al-Aqsha? Dan seterusnya.

Namun, tidak semua pertanyaan itu tercela. Al-Qur’an sendiri menceritakan banyak pertanyaan dari manusia tentang hal-hal baik dan bermanfaat seperti:
– Yas’alunaka ‘anil anfaal (mereka bertanya kepadamu tentang harta rampasan perang)
– Yas’alunaka ‘anir ruuh (mereka bertanya kepadamu tentang ruh)
– Yas’alunaka ‘anil mahidh (mereka bertanya kepadamu tentang haid)
– Yas’alunaka ‘anil ahillah (mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit)
– Yas’alunaka ‘anis saa’ah (mereka bertanya kepadamu tentang kiamat)

Oleh karena itu, Syeikh Ismail Al Anshari rahimahullah mengatakan: "Para ulama telah membagi pertanyaan menjadi dua jenis. Pertama, pertanyaan untuk mengetahui hal yang dibutuhkan berupa urusan agama. Ini justru diperintahkan karena Allah Ta’ala berfirman: (Bertanyalah kepada ahludz dzikr jika kalian tidak mengetahui), dan pada jenis inilah turunnya pertanyaan para sahabat tentang Al-Anfal [rampasan perang], Kalaalah, dan selain keduanya. Kedua, pertanyaan dengan kepentingan untuk menyakiti dan memberatkan, dan inilah yang dilarang." (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah Hadits Arbain No. 9). Allah ﷻ menegaskan larangan bertanya yang menyulitkan diri sendiri:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu." (QS. Al Maidah: 101)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: "Dan jika kalian tanyakan penjelasannya setelah turunnya perintah niscaya akan dijelaskan kepada kalian. Dan janganlah kalian menanyakan tentang sesuatu sebelum terjadinya, karena barangkali hal itu menjadi haram lantaran adanya pertanyaan itu. (Baca Juga: Dahsyatya Gempa yang Menimpa Umat Nabi Syu'aib, Ini Sebabnya)

3) Menyelisihi Para Nabi 'Alaihimussalam
Yaitu meninggalkan ajaran Nabi dan mengambil ajaran lain selain ajaran para nabi, dalam konteks zaman kita tentu menyelisihi ajaran Nabi Muhammad ﷺ . Jika meninggalkan, menyelisihi, sudah cukup menjadi sebab kehancuran suatu umat. Apalagi memerangi ajaran para Nabi 'Alaihimussalam, seperti mendiskreditkan Islam, fobia kepada hal-hal beraroma Islam, dan memusuhi para ulama yang tulus serta para pejuangnya. Kita lihat lagi keterangan hadits dalam poin ke dua di atas:

كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apa yang telah Aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak bertanya, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka." (HR. Muslim No. 1337)

Imam Ibnu 'Allan rahimahullah mengatakan: "Faedah dari hadits ini adalah haramnya berselisih (dengan para Nabi) dan banyak bertanya tanpa keperluan mendesak, karena hal itu dijanjikan dengan datangnya kebinasaan. Ancaman keras terhadap sesuatu menunjukkan haramnya hal tersebut bahkan dosa besar. Karena, berselisih itu menjadi sebab pecahnya hati dan lemahnya agama, dan hal itu haram. Maka apa pun yang menjadi sebab kepadanya dia haram juga. (Dalilul Faalihin, 2/415)

Apa yang tertera dalam hadits ini sejalan dengan firman Allah Ta'ala:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"...Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat fitnah atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An Nuur: Ayat 63)

Syahidul Islam, Syaikh Sayyid Quthb rahimahullah mengatakan: (maka) hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan yaitu bala-bencana (ditimpa azab yang pedih) yaitu di akhirat. Abu Hayyan berkata, menyelisihi Rasulullah ﷺ menjadi sebab datangnya musibah bencana dan adzab yang pedih. (Fi Zhilalil Quran, 5/402)

Berlalu sudah sejarah manusia tentang binasanya kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, kaum 'Aad, kaum Tsamud, dan lainnya, yang menyelisihi ajaran Nabi mereka, lalu Allah Ta’ala binasakan mereka. Kejayaan mereka hilang sekejap, dan saat ini kita bisa melihat kebenaran peristiwa kehancuran mereka melalui fosil-fosil mereka baik gedung, tiang, dan mayit mereka yang membatu. Semoga Allah Ta'ala meyanyangi kita dan menjauhkan kita dari bala bencana. (Baca Juga: Kisah Nabi Luth dan Kaum Sodom yang Ditenggelamkan di Laut Mati)

Wallahu Ta'ala A'lam

( )
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2583 seconds (0.1#10.140)