Umur, Sebuah Nikmat yang Akan Ditanya Tentangnya
loading...
A
A
A
Allah Subhanahu wa ta’ala menakdirkan bahwa umur atau usia umat Nabi Muhammada Shallallahu alaihi wa sallam, tidak sepanjang umur umat terdahulu . Yang demikian mengandung hikmah yang terkadang tidak diketahui oleh hambanya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (HR At-Tirmidzi)
Maksud dari hadis ini adalah bahwa keumuman ajal umat Rasulullah ini antara umur 60 hingga 70 tahun, dengan bukti keadaan yang bisa disaksikan. Di antara umat ini ada yang (mati) sebelum mencapai umur 60 tahun. Ini termasuk dari rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala dan kasih sayang-Nya supaya umat ini tidak terlibat dengan kehidupan dunia kecuali sebentar. Sebab, umur, badan dan rezeki umat-umat terdahulu lebih besar sekian kali lipat dibandingkan umat ini.
(Baca juga : Ternyata, Perempuan Saleha 70 Kali Lebih Cantik dari Bidadari Surga )
Seperti kita ketahui dalam literatur peradaban manusia, umat nabi-nabi terdahulu ada yang diberi umur hingga seribu tahun, panjang tubuhnya mencapai lebih dari 80 hasta atau kurang. Satu biji gandum besarnya seperti pinggang sapi. Mereka mengambil dari kehidupan dunia sesuai dengan jasad dan umur mereka, sehingga mereka sombong dan berpaling dari Allah Ta’ala. Manusia pun terus mengalami penurunan bentuk fisik, rezeki, dan ajal.
Sebagai umat yang terakhir, yang mengambil rezeki sedikit, dengan badan yang lemah dan pada masa yang pendek, supaya mereka tidak menyombongkan diri. Ini termasuk kasih sayang Allah Ta’ala terhadap mereka. Demikian makna ucapan Imam ath-Thibi rahimahullah seperti dalam Faidhul Qadir Syarh al-Jami’ ash-Shaghir.
(Baca juga : Malu Menjadi Tanda Kecerdasan Seorang Anak )
Hakikatnya hidup di dunia adalah sebuah perjalanan . Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun lamanya, padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja.
Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya –yakni perjalanan akhirat– kita tidak berbekal diri dengan ketaatan?! Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat penyeberangan untuk sampai kepada kehidupan yang kekal nan abadi yaitu kehidupan akhirat. Di sana manusia terbagi menjadi: penghuni surga dan penghuni neraka.
(Baca juga : Camat Kembangan Sebut Banjir Mulai Surut, Tinggal Satu RW Masih Terendam )
"Itulah hakikat perjalanan manusia di dunia ini. Sudah semestinya kita mengisi waktu dan sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk menghadapi kehidupan yang panjang,"ungkap Ustadz Abu Muhammad Abdulmu’thi, Lc dikutip dari tulisan ceramahnya di laman facebook.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” (Taisir Al-‘Aliyil Qadir, 4/339)
(Baca juga : Minta Tunda Pilkada, Pengusaha Logistik: Menyelamatkan Nyawa Lebih Utama Dibanding Pendapatan )
Perhatikan Waktu
Muslimah, waktu adalah sesuatu yang terpenting untuk diperhatikan. Jika ia berlalu tak akan mungkin kembali. Setiap hari dari waktu kita berlalu, berarti ajal semakin dekat. Umur merupakan nikmat yang seseorang akan ditanya tentangnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (HR At-Tirmidzi)
Maksud dari hadis ini adalah bahwa keumuman ajal umat Rasulullah ini antara umur 60 hingga 70 tahun, dengan bukti keadaan yang bisa disaksikan. Di antara umat ini ada yang (mati) sebelum mencapai umur 60 tahun. Ini termasuk dari rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala dan kasih sayang-Nya supaya umat ini tidak terlibat dengan kehidupan dunia kecuali sebentar. Sebab, umur, badan dan rezeki umat-umat terdahulu lebih besar sekian kali lipat dibandingkan umat ini.
(Baca juga : Ternyata, Perempuan Saleha 70 Kali Lebih Cantik dari Bidadari Surga )
Seperti kita ketahui dalam literatur peradaban manusia, umat nabi-nabi terdahulu ada yang diberi umur hingga seribu tahun, panjang tubuhnya mencapai lebih dari 80 hasta atau kurang. Satu biji gandum besarnya seperti pinggang sapi. Mereka mengambil dari kehidupan dunia sesuai dengan jasad dan umur mereka, sehingga mereka sombong dan berpaling dari Allah Ta’ala. Manusia pun terus mengalami penurunan bentuk fisik, rezeki, dan ajal.
Sebagai umat yang terakhir, yang mengambil rezeki sedikit, dengan badan yang lemah dan pada masa yang pendek, supaya mereka tidak menyombongkan diri. Ini termasuk kasih sayang Allah Ta’ala terhadap mereka. Demikian makna ucapan Imam ath-Thibi rahimahullah seperti dalam Faidhul Qadir Syarh al-Jami’ ash-Shaghir.
(Baca juga : Malu Menjadi Tanda Kecerdasan Seorang Anak )
Hakikatnya hidup di dunia adalah sebuah perjalanan . Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun lamanya, padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja.
Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya –yakni perjalanan akhirat– kita tidak berbekal diri dengan ketaatan?! Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat penyeberangan untuk sampai kepada kehidupan yang kekal nan abadi yaitu kehidupan akhirat. Di sana manusia terbagi menjadi: penghuni surga dan penghuni neraka.
(Baca juga : Camat Kembangan Sebut Banjir Mulai Surut, Tinggal Satu RW Masih Terendam )
"Itulah hakikat perjalanan manusia di dunia ini. Sudah semestinya kita mengisi waktu dan sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk menghadapi kehidupan yang panjang,"ungkap Ustadz Abu Muhammad Abdulmu’thi, Lc dikutip dari tulisan ceramahnya di laman facebook.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” (Taisir Al-‘Aliyil Qadir, 4/339)
(Baca juga : Minta Tunda Pilkada, Pengusaha Logistik: Menyelamatkan Nyawa Lebih Utama Dibanding Pendapatan )
Perhatikan Waktu
Muslimah, waktu adalah sesuatu yang terpenting untuk diperhatikan. Jika ia berlalu tak akan mungkin kembali. Setiap hari dari waktu kita berlalu, berarti ajal semakin dekat. Umur merupakan nikmat yang seseorang akan ditanya tentangnya.